Chapter 234 Perasaan Sesungguhnya

Dari dalam mobil. Daniah hanya bisa menatap kerumunan orang dari

kejauhan. Daniah mencoba menghitung satu persatu jumlah mereka. Sembilan dengan tuan Saga, gumamnya.

Mereka siapa ya? teman-teman masa kecil tuan Saga? ih lucunya. Membayangkan saja sudah bisa membuat orang tersenyum. Daniah hanya mengenal dua diantaranya. Noah dan dokter Harun, selebihnya belum pernah dia temui.

“ Aran!” Menarik lengan baju Aran.

“ Ia nona.” Menundukan kepalanya ke dalam mobil.

“ Apa kau mengenal mereka? Ada Noah

dan dokter Harun juga. Tapi selebihnya, eh bukannya itu bapak mentri negara

kita.” Daniah sampai mengeluarkan kepalanya. Memastikan. Laki-laki yang sedang

berdiri di depan Saga. Dia terlihat menoleh ke arah mobil Daniah tapi kepalanya

langsung diputar cepat tangan Saga. Hingga Daniah tidak bisa melihat wajahnya

lagi. Dia terlihat tertawa setelahnya sambil menepuk bahu Saga.

“ Sepertinya benar nona.” Aran menjawab sambil mencoba mengenali wajah mereka satu persatu.

Wahhh, ternyata teman-teman tuan

saga memang bukan orang biasa.

“ Aran, apa kau tidak mau berpaling

hati?” Mengeser tubuh Aran supaya pintu mobil bisa terbuka. Tapi gadis itu

tidak mau mengeser posisi berdirinya. “ Aran, aku mau keluar,”

“ Maaf nona, tapi bisakah nona

tetap di dalam mobil.” Bola mata memelas muncul. menyampaikan alasan kenapa dia berdiri di tempatnya sekarang.

Atau tuan Saga bisa membunuhku kali

ini.

“ Baiklah, baiklah. Jangan tunjukan

wajah seperti itu.” Akhirnya duduk lagi di dalam mobil. “ Aran, kau lihat

sepertinya teman-teman tuan Saga terlihat normal. Apa kau tidak mau pindah ke lain

hati?” Aran langsung menunduk melihat Daniah. Maksudnya? Sepertinya dia bahkan

bertanya tanpa membuka mulutnya.

“  Haha, berpaling dari sekertaris Han. Lihatlah mereka. Bukankah mereka

terlihat normal dan keren-keren.” Menutup mulutnya sendiri malu karena memuji

laki-laki lain. “ Noah sudah menikah, sisanya tidak tahu. Eh lihat yang itu

juga tampan.”

“ Ehmmm. Ehmmm.” Dari sudut mobil

terdengar suara deheman keras. Berasal dari sopir yang mengantar mereka.

“ Hahaa, tapi tentu saja tuan

Sagaku yang paling keren.” Baru menyadari kalau pembicaraannya terekam oleh

orang lain. “ Benarkan Aran, tuan Saga yang paling tampan dari mereka semua.” Sengaja mengeraskan suara. "Tidak, tuan Saga yang paling tampan dari seluruh penduduk planet bumi." semakin keras suaranya. Sampai sopir tadi berdehem ulang.

“ Tentu saja nona.” Ikut sadar

juga kalau dia dalam bahaya.

Dia tidak akan mengadukan, kalau

aku bergosip di belakang tuan Sagakan. Pikiran Aran dan Daniah nyaris bersamaan. sambil melirik sopir yang menatap ke arah lain.

Akhirnya, Saga mengizinkan teman-temannya menyapa Daniah secara langsung. Walaupun sebelumnya dia sudah mengumbar ancaman dan syarat macam-macam. Noah sampai geleng kepala, kalau dia belum mengenal Daniah dia juga pasti seantusias yang lain.

“ Kakak ipar apa kabar?” Harun mulai memprovokasi seperti biasanya. Tidak perduli Saga yang sudah melingkarkan tangan di pinggang istrinya menatap tajam.

" Baiklah, perkenalkan diri kalian dengan singkat." Menarik Daniah semakin mendekat ke dalam pelukannya. " Jangan bicara macam-macam atau kuhajar kalian." Hardiknya memberi peringatan pada teman-temannya. Noah hanya bisa menahan tawa. Sementara Daniah yang menahan malu.

" Kakak ipar." Salah satu dari mereka maju.

" Kau mau mati!"

" Baiklah, baiklah. Nona Daniah, saya Keanu. Saya walikota XX tempat nona berbulan madu kemarin, saya minta maaf sudah membuat nona tidak nyaman di kota saya. Dan."

" Cukup! mau sampai kapan kau bicara. Lanjut."

Ini mereka lagi main apa si!

Sudah seperti orientasi siswa baru. Memperkenalkan nama secara bergilir, sudah mereka berbaris rapi lagi. Noah juga ikut berdiri dalam barisan.

Apa aku yang merasa ini aneh, atau mereka sama tidak normalnya dengan tuan Saga.

" Nona Daniah saya, Abram. Saya"

" Ia, bapak mentri." Daniah menggangukan kepalanya, terkejut saat Saga menarik tangannya untuk mundur dan berdiri di belakangnya.

" Kau mengenalnya? Kalian pernah bertemu di mana?" Menatap Abram kesal.

Hei, diakan mentri negara kita. Mentri paling populer karena ketampanannya sudah seperti selebriti dunia. Jelas semua orang mengenalnya.

" Sayang, diakan sering muncul di TV." bicara di balik punggung. Merasa malu sendiri dengan kelakuan suaminya.

" Noah, kenalkan mereka satu persatu. Sebutkan saja nama mereka." Protes mengudara. Menyapa Daniah secara langsung itu sudah seperti mengobati dahaga penasaran mereka selama ini. Tentang wanita yang sudah menaklukan hati Saga dan membuatnya berubah. Mereka masih ribut, yang belum mendapat giliran bicara. " Kenapa? Protes! mau tidak kuizinkan kalian menyapanya sekalian." akhirnya protes berhenti ketika kalimat final itu terucap.

Mereka masih mengerutu saat Noah menyebutkan nama mereka masing-masing serta status dan pekerjaan mereka. Daniah hanya melambaikan tangan di balik punggung Saga, sambil tersenyum malu. Mencoba mengingat semua nama dan pekerjaan yang di sebutkan Noah.

" Kalau aku kau sudah kenalkan, mata...."

" Cukup!" Langsung memotong sebelum Noah menyelesaikan kalimatnya.

Cih, aku bahkan belum menyelesaikan kalimatku. Matahariku. Matahariku. Weeek.

Acara perkenalan selesai. Daniah sudah bisa mengingat semua nama-nama yang diperkenalkan Noah. Merekapun berjalan menyusuri trotoar. Menuju area pemakaman. Pohon-pohon hijau yang asri melindungi pejalan kaki. Tempat ini nyaman dan indah, tapi tetap saja, siapapun yang datang kemari selalu membawa luka besar kenangan di hati.

Mereka sampai di pintu masuk sebuah komplek pemakaman. Di dalam pemakaman ini terbagi menjadi beberapa zona. Tulisan besar nama setiap zona ada di gerbang kecil. Daniah melihat jalan menuju makam ayah Saga dan juga makam ibunya yang sudah dipindahkan.

Ibu, aku datang. Aku akan menyapamu

nanti ya.

Brug! Karena melamun, Daniah tidak

menyadari kalau Saga berhenti. Akhirnya dia menabrak tubuh suaminya. Mengusap-usap hidungnya yang terbentur.

“ Sayang, kenapa?” mengintip dari

balik punggung Saga. Karena Saga tidak bergerak ataupun bicara sepatah katapun.

Haaaa, sekertaris Han.

Sekertaris Han, untuk pertama

kalinya Daniah melihat wajah dingin itu terlihat mengantung mendung. Yang

teramat sangat. Yang tidak bisa ia tutupi. Yang bisa di lihat oleh orang lain. Daniah merasa bersalah, jadi raut wajah ini yang ingin ia sembunyikan dari tuan Saga.

“ Tuan muda." Menganggukan kepalanya dalam. " kenapa anda di sini?”

Han melihat di belakang, rombongan yang lain juga menghentikan langkah mereka.

Kenapa yang lain juga datang bersamaan seperti ini?

Selama ini Hanpun tahu kalau Saga dan lainnya selalu datang mengunjungi ayahnya setiap tahun. Walaupun mereka tidak pernah bertemu seperti ini. Saga selalu mengambil waktu setelah dia meninggalkan pemakaman. Karena tuan mudanya itu tahu, kalau dia membenci di lihat dengan kondisi menyedihkan seperti hari ini.

Tapi kenapa sekarang mereka muncul bersamaan begini?

“ Kau sudah bertemu paman?”

“ Ia tuan muda.”

“ Apa kau mengadu tentangku.”

Han terdiam, hanya menatap Saga

lekat. Melihat Saga berdiri di hadapannya melihatnya dengan kondisi menyedihkan

membuat harga dirinya tercabik.

“ Kenapa anda datang?”

“ Niah bilang, kalau kau akan

lebih senang kalau ada yang menemani di harimu yang berat. Selama ini kau tidak

mengizinkan siapun melihatmukan? Niah pikir kau kesepian, jadi dia menyuruhku

datang diwaktu yang sama denganmu.” Menjawab dengan jujur alasan keberadaannya di pemakaman bertepatan dengan kunjungan Han.

Kenapa dia bawa-bawa aku si. Dasar!

Kau sedang mengumpankan istrimu ke mulut harimau tahu.

“ Tuan muda.”

Daniah di balik punggung Saga

menarik jas laki-laki itu. Lalu kepalanya muncul.

“ Apa kau baik-baik saja sekertaris

Han” melambaikan tangan. “Aku juga ingin bertemu paman dan berterimakasih

padanya.” Menarik tangan Saga dan berbisik. “Sayang, dia tidak marahkan?”

sejujurnya Daniah merasa takut dengan reaksi Han selanjutnya.

“ Terimakasih sudah datang hari ini

tuan muda dan juga nona." Menggangukan kepala dalam. "Silahkan!" Han mempersilahkan Saga lewat dengan tangannya. Lalu dia menyapa semua orang yang

datang, diapun sempat melirik Aran yang berdiri di kejauhan.

“ Kau sudah bekerja keras Han.”

“ Hiduplah dengan baik, selanjutnya

juga seperti itu.”

“ Paman pasti bangga melihatmu.”

" Kau sudah bekerja keras Han."

Ntah kenapa  suasana yang biasanya sepi, yang biasanya ia tangisi sendiri, terasa sangat lain hari ini. Han menyentuh dadanya yang berdenyut. Tidak tahu kenapa dia merasa senang hari ini melihat semuanya datang bersamaan.

Terimakasih nona. Kau benar, walaupun menyedihkan dilihat, tapi aku benar-benar senang melihat tuan muda hari ini.

" Kemarilah! Apa kau tidak mau menyapa ayahku?" Menoleh, melihat Aran.

Aran terkejut mendengarnya, dia berlari mendekat. Jalan mensejajaari langkah Han tanpa bicara sepatah katapun. Menuju makan ayah mertuanya. Semoga.

" Aran kami turun duluan ya." Daniah berbisik di telinga Aran. " Semangat ya." Aran hanya bisa tersenyum sambil mengangukan kepalanya dalam.

Hanya tersisa dua orang, yang masih membisu satu sama lain. Duduk terdiam di sebuah

kursi panjang. Menatap lurus ke depan dengan pikiran masing-masing. Aran hanya

melirik melalui ujung matanya, melihat wajah yang biasanya tanpa ekspresi itu.

Terlihat sedikit mendung.

“ Maaf, saya ikut hadir di tempat

ini tuan.” Tau posisinya, mungkin dia sudah melebihi batas.

Han mendesah, menarik nafas dalam.

“ Apa tuan baik-baik saja?”

“ Aku senang kau datang.” Han menjawab singkat, lalu memilih terdiam lagi.

Eh, apa dia bilang. Kenapa dia

membingukanku begini si, di satu sisi dia selalu membuka pintu membuatku

mendekat. Tapi kadang dia menjaga jarak agar terus terbentang lebar.

“ Apa nona Daniah yang mengajakmu?”

“ Ia.”

Nona bahkan mengatakan saya mau

bertemu ayah merua saya.

Han ingin mendekat, tapi diapun tetap menjaga jarak. Karena hatinya belum menjumpai keyakinan.

“ Aran, tuan muda adalah hal

paling utama dalam hidupku sejauh ini. Tidak ada yang kuanggap penting selain

kebahagiaannya. Itulah janji dan sumpahku, meneruskan sumpah ayahku pada tuan

besar.” Menatap lurus ke depan. “ Selama aku belum yakin tuan muda hidup dengan

bahagia, aku tidak pernah terpikirkan untuk hal lain.”

Glek. Apa dia sedang menjelaskan

alasan kenapa selama ini dia menolakku. Walaupun sebenarnya dia tidak mau menolakku.

“ Saya akan menunggu, kalau tuan

minta saya menunggu.” Jadi katakanlah apa yang kau inginkan. Aran bergumam. Dia

ingin menyandarkan kepalanya di kepala Han sekarang.

Han tertawa kecil. Lalu dia bangun

dari duduk. Menatap Aran lekat.

“ Aku tidak berfikir kau akan

sanggup melakukannya.” Mengulurkan tangan, ragu Aran meraih tangan itu dan juga

bangun dari duduk.

“ Kenapa? Apa tuan meragukan

perasaan saya.” Protes.

“ Kalau begitu, berusahalah.” Tersenyum tipis lalu berbalik melangkah.

Apa dia memintaku menunggu!

" Tuan! Tunggu jelaskan apa maksud kata-kata tuan." Han tidak mengubris dan terus melangkah.

Bersambung