Aran Kembali ke rumah dengan perasaan
berdebar. Daniah yang sengaja meninggalkan Aran di pemakamam. Supaya mereka
mendapatkan kesempatan berdua lebih lama. Akhirnya sekertaris Han yang
membawanya kembali ke rumah.
“ Masuk dan istirahatlah!”
“ Terimakasih tuan sudah mengantar
saya. Anda juga, pulang dan beristiraharlah.” Han hanya mengangkat tangannya
lalu memutar mobil meinggalkan halaman rumah.
Terimakasih nona karena sudah mengajakku
hari ini.
Aran memiliki kesempatan melihat sisi
sekertaris Han yang lainnya. Dan ucapan
laki-laki itu saat beranjak dari pemakaman dia gengam erat di hatinya. Dia akan
menunggu.
Aran langsung naik ke kamarnya,
menjatuhkan diri di atas tempat tidur. Lalu bangun dengan cepat dan mengambil hp
pribadinya di laci meja. Saat teringat sesuatu yang penting. Dia menghidupkan hp, layar berkedip-kedip. Sambil menunggu notifikasi masuk dia memilih merebahkan diri sambil menatap langit-langit kamar. Gajinya sudah keluar hari ini. Itu
artinya dia bisa mentransfer uang untuk orangtuanya.
Glek. Saat dia mengeceknya tadi
pagi jumlahnya sama persis sepertinya yang di janjikan sekertaris Han.
Sepertinya ancamananya untuk memotong gajinya saat dia membeli barang di pulau
XX tidak dia lakukan.
Sambil tiduran Aran menghubungi
sebuah nomor. Nomor yang sudah menerornya dengan puluhan pesan dan panggilan tak terjawab. Agak gentar juga saat dia melakukan memencet nomor tadi.
Aaaaaa, aku beri alasan apa ya pada ibu. Kadang dia menakutkan sekali.
“ Ibu. Huaaaa, aku kangen!”
Langsung menjerit ketika mendengar suara seorang wanita di serang. Daripada kena omelan, lebih baik dia duluan yang bicara.
“ Aran!" Suara ibu sampai bisa memecahkaan gendrang telinga. Aran menjauhkan hp sambil menatap ngeri. Kalau dia ada di samping ibu mungkin sudah habis dia. " Arandita!" Berteriak dingin. " Kamu masih hidup
rupanya.”
“ Ibu!” tersedu-sedu yang dibuat-buat.
“ Kemana saja kamu anak tidak tahu
diri!" Sifat asli ibu muncul. " Sudah sebulan tidak bisa dihubungi.” Berteriak. “Berhenti pura-pura menangis!”
Suara marah bercampur senang karena bisa menghubungi anaknya lagi. Aran langsung tercekik karena ibunya tahu dia cuma tersedu palsu.
“ Ibu, aku kangen. Jangan marah-marah lagi donk” Tidak bisa dihubungi binggung, giliran bisa bicara dengan anaknya malah dimarahi. “ Eh,
kenapa di matikan?”
Sambungan telfon terputus. Aran
sudah mau menghubungi lagi ketika sebuah vidio call masuk.
Huaaaa, kalau melihat wajah ibu
malah membuatku takut! Dia pasti marah besar.
Ragu Aran mengeser layar hpnya. Menerima panggilan masuk dari ibunya.
“ Ibu!”
“ Aran!” wajah ibu terlihat
berkaca-kaca. Tapi kemudian langsung muncul kobaran marah, “Anak bodoh, kemana saja kamu?”
“ Ibu maaf. ” Aran duduk dan merapat ketembok. “ Apa ibu baik-baik saja? aku di sini sehat dan baik-baik saja.” Katanya lirih. Sudah lama mereka tidak bersua dan memeluk tubuh satu sama lain.
Aran bisa melihat kecemasan di
wajah ibu. Ya semenjak dia keluar dan menghilang dari keluarganya beberapa
tahun lalu ibu memang sangat mencemaskannya. Apalagi saat dia mengatakan
ingin pergi dari rumah sementara. Sementara yang memakan waktu tahunan, karena
dia sendiri merasa malu kembali tanpa membawa apa-apa.
Gadis sukses yang menjadi reporter
di stasiun tv ternama harus di pecat dari perusahaan, lantas apa lagi yang bisa
dia banggakan. Untuk itulah dia harus menghilang. Aran masih memberi kabar
keberadaannya. Sekedar absent kalau dia masih hidup dan baik-baik saja sebulan
sekali sambil memberi transferan uang tidak seberapa.
“ Katakan, apa yang sedang kau
kerjakan sekarang.” Ibu terlihat letih. Dia menatap Aran. Bibirnya bergetar. Ya dia senang melihat wajah putrinya. “ Kenapa menghilang
dari kontakan mu, tidak ada kabar sama sekali. Aran, apa kamu baik-baik saja.” Saat mulai menunjukan kerinduannya. Sudut matanya mulai berair.
" Maaf bu. Jangan menangis, ibu tahukan aku setegar karang." Tertawa pedih. "Aku akan bertahan dan menjadi orang sukses lagi." Ibu tidak menjawab, dia hanya menatap lekat putrinya. Meyakinkan dirinya kalau apa yang dikatakaan putrinya bukan kebohongan yang hanya menyenangkan dirinya.
" Aran."
“ Ibu aku sudah mendapat pekerjaan
tetap.” Setelah beberapa waktu mereka hanya saling pandang melepas rindu, Aran pelan-pelan akan menceritakan semua. Dia sangat dekat dengan ibunya. Selama ini.
“ Pekerjaan apa? bukankan
sekertaris Antarna Group itu sudah membuatmu tidak bisa bekerja lagi.” Ibu
meremas geram udara membayangkan sosok laki-laki yang membuat putrinya
kehilangan pekerjaan. Di susul makian khas ibu-ibu yang geram melihat penjahat di TV.
“ Ibu, dia bukan orang jahat. Jangan memakinya.”
“ Berhenti membelanya anak bodoh!
Dia sudah menghancurkan hidupmu.”
Aaaaaa ibu, apa kau pura-pura tidak
tahu, kalau anakmu ini tergila-gila dengan laki-laki yang sedang kau maki-maki
itu.
“ Pulang! Ibu mau melihatmu
langsung, kalau perlu memukul kepalamu supaya sadar.”
“ Ibu, aku tidak bisa pulang.
Pekerjaanku.” Aran bahkan tidak pernah keluar dari halaman rumah kecuali jika nona Daniah keluar.
“ Kau bekerja di mana?” Menatap
kesal.
“ Ibu, layar hp ibu bisa retak
nanti.” Aran tertawa sambil mengusap-usap layarnya sendiri. Membuat ibu juga tertawa, tapi dengan nada sedikit kesal.
“ Kau bekerja dimana anak nakal? Tidak menjawab!.”
“ Di Antarna Group.” Gumam-gumam, sengaja biar ibu tidak mendengar jelas. “
Sudah ya bu aku mau kerja lagi.” Berbohong. Ingin menyelamatkan diri dari terkaman ibu.
Hiiiii, merinding melihat mata
ibunya yang berkobar.
“ Arandita!” teriakan mengema. “
Apa kau sudah gila! Bagaimana bisa kau bekerja di Antarna Group.”
Aaaaaaa, sial! ibu mendengarnya ternyata.
“ Ibu.”
“ Pulang!”
“ Aku mendapat gaji tiga kali lipat
daripada di stasiun TVXXX.” Tiba-tiba ibu menghilang dan berganti lantai. “
Pecahkan itu hp.” Kata Aran, ibunya pasti langsung menjatuhkan hp karena terkejut. Wajah ibu muncul lagi dengan raut bahagia, cemas, terkejut,
dan kuatir sampai Aran binggung bagaimana mengambarkannya. Ibu pasti sedang mencoba menghitung berapa jumlah total gaji anak perempuannya.
“ Kau bekerja apa di sana!”
Berteriak keras lagi setelah selesai menghitung. “ Gaji tiga kali lipat dari di stasiun TV! Kau disuruh
melakukan apa!”
Ibu! Memang apa si yang ibu
pikirkan.
“ Arandita!”
“ Ibu, aku masih perawan suci lahir
dan batin.” Menepuk dadanya. “ Aku bahkan belum pernah berciuman kecuali dalam
mimpi bu. Jadi buang pikiran ibu yang macam-macam itu.” Apa kalian percaya, kalau
darah halu Aran mengalir dari ibunya. Ibu adalah seorang penulis novel misteri,
sampai dia memutuskan berhenti menulis.
“ Kau pikir ibu bodoh. Apa kau jadi
wanita simpanan presdir Antarna Group?”
“ Ibu, berhenti bicara omong
kosong. Tuan Saga sangat mencintai nona Daniah. Itu adalah fakta paling
benar yang ada di muka bumi ini.” Aku itu cuma cumi-cumi kering di depan tuan Saga, bagaimana ibu bisa berfikir yang aneh-aneh begitu.”
Ibu mengerutu sambil membaca kejujuran di mata anaknya.
“ Jangan bilang kau bekerja untuk
sekertaris sialan itu.” Ibu tidak akan lupa dengan wajah sekertaris Antarna Group. Laki-laki yang sudah menghancurkan hidup putrinya. Laki-laki yang belum pernah dia temui langsung, tapi sudah ia benci sampai ke akar hatinya.
“ Ibu sudah kukatakan jangan
memakinya.”
“ Dia menyuruhmu apa? jadi tempat
pelampiasan!”
“ Ibu! Berhenti memakai kosakata
aneh. Aku baik-baik saja bu, dan pekerjaankku sangat-sangat enak di sini. Aku
dikelilingi orang-orang baik. Jadi jangan kuatir.
“ Pulang kerumah atau aku akan
mencarimu.” memutus cepat pembicaraan Aran.
“ Ibu, memang ibu tahu di mana rumah
presdir Antarna Group.” Aran langsung menutup mulutnya.
“ Apa! kau tinggal di rumah presdir
Antarna Group!” memekik keras lagi. "Aran, kau tidak sedang gilakan?" Ibu semakin dibuat frustasi.
" Ibu, tenangkan dirimu. Akan kuceritakan semuanya nanti."
" Pulang! Kalau kau tidak mau aku muncul di depan gedung Antarna Group sambil membawa sapu." Panggilan terputus.
Aaaaaa ibu! Seenaknya memutus panggilan.
Membayangkan ancaman itu saja sudah menakutkan sekaligus memalukan. Apalagi kalau sampai itu benar-benar terjadi. Apa ibu akan datang sambil meneriaki nama sekertaris Han, sejujurnya Aran ingin tertawa. Tapi dia bahkan merasa kalau ibunya benar-benar akan melakukan itu.
Bagaimana ini? Apa aku minta izin nona untuk keluar rumah.
Epilog
" Tuan, apa saya bisa minta izin untuk keluar rumah besok?"
" Tidak." Cepat sekali menjawabnya.
" Hanya sebentar, saya mau pulang ke rumah sebentar saja."
Apa! Dia tidak membalas!
Aran melemparkan hpnya kesal. Bagaimana sekertaris Han bisa sekaku kawat jemuran baju begitu. Padahal mereka baru perpisah tadi dengan hangat.
Bagaimana ini? Ah nona.
Harapan masih ada untuk tidak melihat ibu menunggu di pintu masuk gedung Antarna Group sambil membawa sapu.
Bersambung