Masih melanjutkan kisah pedih Aran
di dalam ruangan pak Mun. Gadis itu, sedang tengelam dengan tumpukan kertas
surat permohonan maaf, di saat tangannya bahkan sudah gemetar kaku. Pak Mun
masuk, melihat sejauh apa Aran menyelesaikan hukumannya.
Dia berdiri di depan pintu membawa
sebuah amplop.
“ Kau masih sanggup?” Tanya Pak Mun
memperhatikan hasil pekerjaan Aran. Setumpuk kertas dengan jumlah dua kali lipat sudah tersusun dengan rapi.
Sepertinya dia berhasil menyalin
semua peraturan. Berarti tinggal surat permohonan maaf. Ternyata tekadmu kuat juga ya gadis muda.
Aran mendongak, Tertawa menjawab
pertanyaan pak Mun. Dia setengah sadar. Di pikirannya huruf-huruf yang tercetak
di kertas berlarian, di kejar tulisan tangannya yang sudah miring ke kanan dan
kekiri. Bahkan pasti ada bagian yang sulit dibaca.
Pak Mun orang baik, pak Mun orang
baik. Padahal Aran benar-benar ingin memaki laki-laki itu. Mana perutnya lapar
lagi. Pak Mun bahkan tidak menawarinya makan malam.
“ Aku akan bertanya sekali lagi
Arandita. Apa kau mau menyelesaikan hukumanmu atau ambil surat pemecatanmu.
Jangan kuatir, tuan muda juga memberikan uang yang tidak sedikit di amplop
coklat ini.” Pak Mun mengangkat tangannya. Menunjukan sebuah amplop besar
berisi surat pemecatannya dan uang pesangonnya.
“ Saya akan menyelesaikannya pak.”
Bibir Aran bergetar menjawab. Tapi tangannya tidak berhenti terus menulis.
“ Baiklah, bekerja keraslah.
Sepertinya sekertaris Han senang kau memilih menerima hukumanmu daripada di
pecat.”
Huh! Kenapa kata-kata itu seperti
oase di gurun pasir.
Aran mengutuk dirinya sendiri,
bagaimana dia bisa sebahagia itu mendengar sekertaris Han mendukungnya. Padahal
jelas-jelas di luar tadi dia sama sekali tidak perduli padamu Arandita.
Baiklah, aku bukan hanya memperjuangkan hubunganku denganmu, aku juga sedang memperjuangkan uang dan masa depan keluargaku.
Pak Mun duduk di meja kerjanya.
Melihat Aran yang sudah tidak perduli dengan keberadaannya. Gadis itu sedang
menulis, menulis dan menulis. Tanpa terusik keadaan sekitarnya. Sementara pak
Mun meraih laptop di dalam lacinya. Menulis laporan harian dan memeriksa jadwal
libur karyawan esok hari.
Aran ambruk di tempat tidur, Setelah perutnya kenyang. Dua temannya tadi mengantar sampai ke kamarnya. Berharap kejadian malam ini tidak sampai mengejarnya dalam mimpi.
Dan di kamar utama.
Mereka sudah terbaring di tempat
tidur. Saga menarik selimut sampai menutupi leher Daniah. Lalu di bawah selimut
memeluk istrinya tanpa jarak. Kulit mereka menempel dan menghangatkan satu sama lain.
“ Sayang.” Daniah menyentuh lembut
dada Saga, menuliskan garis-garis lurus dengan jemarinya di kulit bersih dan
harum itu.
“ Hemmm.” Mengangkat kaki, memeluk Daniah semakin erat.
Aaaaaa, aku tidak akan kemana-mana!
“ Kau sudah mau tidur?” Masih bermain dengan jari-jarinya di tubuh Saga. Mengambar bentuk hati segala.
“ Kenapa? Kau mau lagi.” Mencium
telinga dan leher Daniah sambil bergumam. Tangannya menempel lagi, di
tempat yang dia sukai. Daniah spontan mencubit tangan Saga di bawah selimut.
Tapi si pemilik tangan tidak perduli, tertawa sambil meneruskan apa yang ia lakukan.
“ Hentikan! Bukan itu.” Tangan tidak mau berhenti, menyusul ciuman
bibir Saga, menyusuri lekukan telinga Daniah. “ Sayang hentikan.”
“ Kenapa? Kaukan yang mulai mengodaku" Acuh bicara. " tadi
aku sudah mau tidur, sekarang kantukku sudah lenyap.”
Apa! Kapan aku mengodamu tuan muda? akukan cuma mengajakmu bicara.
“ Hentikan tanganmu sayang ” Mendongak lalu mencium
bibir Saga agar berhenti. “ Muah, sudah ya, itu bonus malam ini.”
“ Kau benar-benar memancingku lagi
ya.” Udara malam yang dingin di luar sana tidak menyurutkan gelora di antara keduanya. Saga mulai terpancing lagi.
“ Haha, bukan. Dengarkan aku dulu sayang.” Daniah berusaha menahan bibir Saga yang mulai lagi menciumi area sensitifnya. " Sayang hentikan, dengarkan aku dulu."
“ Baiklah, bicaralah.” Mendesah. Lalu beralih
menciumi rambut Daniah. “Tapi aku peringatkan kamu ya, hati-hati dengan bicaramu. Kau tahukan aku masih kesal dengan kejadian siang tadi.”
Aaaa, dasar yang mulia raja pendendam sejagad raya.
“ Ia maaf. Jangan marah lagi,
kamukan sudah memaafkanku tadi.”
Ya walaupun hukumanmu belum selesai
sampai disini. Aku tahu itu. Daniah bahkan tidak mau memikirkan bagaimana hari esoknya. Yang penting toko onlinenya tidak jadi di tutup. Itu sudah penawaran terbaik yang bisa dia dapat hari ini.
“ Sayang, Aran tidak di pecatkan.” Sedari tadi Daniah masih gelisah ketika memikirkan nasib Aran. Dia sudah cukup akrab dengan gadis itu, dan tidak rela kalau dia harus di gantikan oleh orang lain lagi.
Cih. Daniah mendengar Saga mendesal
kesal.
Aaaaa, seharusnya aku memang tidak
boleh membahasnya sekarang.
“ Kenapa kau perduli sekali
dengannya?” Kesal. " Karena dia bisa jadi partner kejahatanmu."
Dasar gila! partner kejahatan, memang kami melakukan apa. penghianatan pada negara?
“ Bukan begitu.”
“ Dia sudah membuat kesalahan fatal
hari ini, lantas kau masih mau aku percaya padanya.” Bagaimana ini Daniah merasa ancaman, Saga mulai
tersulut lagi.
“ Maaf sayang.”
Sudahlah bilang maaf saja untuk
menyelesaikan masalah.
“ Jadi, apa dia di pecat?”
“ Tidak.”
“ Hah serius!” memekik senang. “
Benar. Aran tidak di pecat.” Bersyukur senang. Paling tidak rasa bersalahnya sedikit menguap. Karena seandainya dia minta izin pada Saga tadi semua tidak akan menjadi masalah besar tadi.
“ Sepertinya Han benar-benar
menyukai gadis itu.” Walaupun Han tidak mengatakan secara langsung ingin mempertahankan Aran, tapi dari kata-katanya. Han meminta kesempatan terakhir untuk gadis itu bekerja di samping Daniah. Begitu yang di tangkap Saga dalam pembicaraan mereka tadi. Hingga akhirnya Saga menyerahkan keputusan mengenai Aran pada Han.
“ Sayang, kamu tahu hubungan masa
lalu mereka.” Mendongak. Menaikan kepala supaya mereka berhadap-hadapan. Tidak lupa menarik selimutnya.
“ Hemm.”
“ Apa! jadi kamu tahu? Kenapa tidak
pernah cerita padaku.” Memukul dada mulus Saga. “Kamu kalau di tanya cuma
menjawab hemm. Hemm saja.” Selalu membuat kesal kalau ditanya tentang orang lain. Sekalipun Daniah bertanya tentang sekertaris Han. “ Sayang, ayo kita jodohkan Aran dan sekertaris Han. Aran sangat menyukai Han kamu tahu itu.”
“ Mana kutahu, aku juga tidak perduli.”
Pasti deh. Memang aku berharap dia akan memberi reaksi apa si.
“ Tapi kamu tahukan, sekertaris Han
bagaimana. Dia itu seperti bola kaca yang susah untuk di sentuh, padahal sepertinya dia juga suka pada Arankan. Buktinya katamu dia tidak memecat Aran.” Terus bicara, walaupun di jawab acuh oleh Saga.
Daniah mendesah. “ Tapi Aran punya saingan, Amera dan ibunya. Ibunya sangat tidak suka pada Han. Terkait kejadian di masa lalu.
“ Jadi kau mendukung siapa?” Meraih bibir Daniah. Bertanya tapi tidak membiarkan Daniah menjawab. Bagaimana bisa menjawab kalau bibirnya erat menempel begitu. “ hemm.” Hahh, akhirnya dia bisa bernafas lagi. Setelah Saga menghentikan serangannya.
“Kenapa kau sering lupa bernafas
kalau berciuman. Bodoh! Tapi mengemaskan sekali.” Menghujani pipi Daniah dengan ciuman. Membuat Daniah tergelak.
Kenapa istriku mengemaskan sekali. Masih uyel-uyel pipi.
"Niah.” Menyentuh bibir Daniah. Tidak mau mendengar Daniah bicara tentang Han atau gadis yang mau di jodohkan dengannya.
“ Ia.” Mulai curiga, saat Saga mengesekan jemari di bibirnya.
“ Cium leherku.”
Hei, kenapa tiba-tiba. Mengeryit sambil melotot.
“ Wahh, lihat. Kau melotot padaku. Dimana Niah yang mau patuh dan bersikap manis tadi. Kau memang cuma manis kalau ada maunya.”
Apa! gila ya dia. Sudah menagis janjiku secepat itu.
" Ia sayang." Demi toko onlinemu Daniah. Gadis itu bangun duduk di samping Saga. “ Pejamkan matamu, jangan melihatku begitu.”
“ Haha, kenapa?”
Tanganmu tuan muda!
“ Malu!” Daniah lirih menjawab sambil membuang muka.
Saga masih tertawa tapi dia
memejamkan matanya. Dan Daniahpun menciumi leher Saga seperti yang sering
dilakukan suaminya.
“ Kau suka?” Saga tergelak.
“ Apa?” Daniah menggangkat kepalanya, rambutnya terburai menutupi wajahnya.
“ Tubuhku.”
Aaaaa, kenapa dia menanyakan hal
memalukan begitu si.
" Teruskan! Nikmati tubuhku sesukamu." Kembali menyentuh bibir Daniah. Mengusapnya berulang dengan jemarinya. " Kau sukakan?" Senyum kemenangan terkembang.
Hei, memang siapa yang minta ini. Kenapa kau selalu menang kalau urusan membodohiku begini si.
Dengan wajah bersemu merah, Daniah meneruskan apaa yang sudah dia mulai.
bersambung