Raksa berhasil menarik tangan Jen
untuk menghindari semua orang. Tatapan tidak percaya, dan juga kecewa yang
terpancar. Keingintahuan dan penasaran mengebu, tapi Raksa merasa tidak perlu
menjelaskan pada mereka. Toh, gosip di kantor biasanya akan surut seirama
dengan banyaknya laporan yang harus mereka kerjakan. Tapi mungkin kecuali
tentang anak magang of the year.
“ Apa! jadi yang mau menikah itu kakak perempuanmu?” Jen langsung
ingin amblas masuk ke dalam kerak bumi. Mereka sudah menjauh dari keramaian.
Hanya ada mereka berdua. Duduk bersejajar. Jen menunduk sambil meremas
jemarinya. Malu. Adegan di kantin kantor tadi kembali mengejar ingatannya.
Sampai pada adegan dia mengebrak meja dan berteriak protes. Dan juga sampai
pada moment pengakuan perasaan terdalamnya.
Aaaaaa, aku pasti sudah gila!
Bagaimana aku mengaku menyukai Raksa si. Hubungan kami akan jadi seperti apa
setelah ini.
Jen bisa membayangkan akan sejauh
apa kecanggungan membentang di antara mereka. Bahkan mungkin makan siang bersama
hanya akan menjadi kenangan manis diingatannya. Chat curhat sebelum tidur,
tidak mungkin lagi. Hubungan baiknya dengan pacar Raksa, tidak mungkin tidak
akan kandas setelah ini.
Aaaaaa, kakak ipar tolong aku! Aku ingin kembali ke moment tadi dan menjaga mulutku!
“ Kak Risya yang mau menikah.” Raksa
bicara setelah melihat Jen mulai tenang. Raksa terdiam sebentar, diapun terlihat sedang
berusaha menguasai hati dan pikirannya. Mendapati kenyataan yang selama ini
tidak pernah terpikirkan olehnya. Membuatnya binggung bagaimana harus bersikap.
“Ayah ingin kak Niah membantu persiapan pernikahan.” Melanjutkan kalimatnya
setelah ada jeda tarikan nafas dalam.
Baiklah, jangan membahasnya. Jen
pasti juga merasa tidak nyaman. Begitu akhirnya Raksa menyimpulkan. Lebih baik
membahas kak Niah.
Ayah ingin Daniah terlibat membantu
pernikahan Risya, bukan sebatas sebagai istri presdir Antarna Group yang bisa mereka banggakan pada seluruh kerabat atau kolega tamu undangan. Tapi
sebagai putrinya, sebagai anak yang telah lama terabaikan.
“ Hemmm, Jen.” Masih ragu.
“ Jangan bicarakan itu.” Memotong
langsung kalimat Raksa, Jen tahu arah keraguan yang mengantung di suara Raksa.
Laki-laki di sampingnya ini pasti mau membahas pengakuan hatinya tadikan. Dia
belum siap. Walaupun jelas-jelas pasti di tolak, tapi dia tidak mau
mendengarnya langsung dari mulut Raksa. Apalagi sekarang.
Jelas aku ditolak! Tidak mungkinkan
dia putus dengan pacarnya dan memilihku.
“Dengarkan aku dulu Jen. Aku bahkan
belum bicara apa-apa.” Sudah tercipta jarak antara mereka. Ya, tidak mungkin
tidak. Pasti ada yang berbeda, bahkan udara yang berputar di sekitar mereka
rasanya sudah lain.
Serba salah sendiri Jen jadinya.
Tapi ia benar-benar belum menyiapkan hati seluas lautan untuk mendengar jawaban
Raksa. Sekalipun tahu apa yang akan menjadi jawaban Raksa sekalipun. Jadi dia
tidak mau dibahas lagi, dalam waktu dekat ini.
“ Jen.”
Baiklah, baiklah. Bicaralah,
terserah padamu, katakan saja apa yang mau kamu katakan.
“ Kenapa?” Menyerah, memang pada
akhirnya apa yang harus dibicarakan tetap dibicarakan, meskipun itu menyakitkan
sekalipun. Begitu Jen berusaha mengutip kalimat sok bijak Sofi yang sering dia ambil dari contekan akun-akun di sossial media.
“ Apa tuan Saga akan mengizinkan kak
Niah membantu pernikahan kak Risya ya.” Lagi-lagi Jen membenturkan kepalanya di
dinding tempat dia bersandar. Karena salah lagi menebak. Mengutuki ketidakpekaan Raksa, sekaligus bersyukur pengakuan cintanya tidak dibahas.
Sepertinya pengakuan cintaku
dianggap angin lalu oleh Raksa ya.
“ Ayah bilang akan memintanya
langsung pada tuan Saga, tapi karena situasinya sedang seperti ini aku merasa
cemas.” Raksa mengeluarkan hpnya. “ Kalau kak Niah tidak dilibatkan dalam
pernikahan kak Risya, aku yakin dia akan sangat sedih.”
Sekali lagi menjadi bagian keluarga
yang tidak diangap. Pasti akan menyedihkan bagi Daniah jika itu terjadi. Memikirkannya saja membuat Raksa ikut bersedih.
“ Kak Saga pasti mengizinkan kakak
ipar, jangan kuatir. Nanti aku yang akan bicara dengan kakak ipar ya.”
“ Benarkah? Baiklah terimakasih ya.”
Detik bergulir saat mereka selesai membahas Daniah. Raksa berdiri bangun melihat jam di tangannya. "Sepertinya kita sudah harus kembali."
Jen masih duduk dan belum bergerak. Dia menarik ujung jas Raksa.
" Raksa masalah tadi di kantin." Kalimatnya mengantung, tapi Jen belum melepaskan tangannya. " Aku."
" Kalau Jen tidak mau membahasnya, bagaimana kalau kita anggap itu tidak pernah terjadi."
Bagaimana mungkin! jelas-jelas, kamu sudah tahu kalau aku suka padamu!
Tapi akhirnya Jen melepaskan tangannya dan menggangukan kepala. Baiklah, begini saja. Toh hubungan diantara merekapun tidak akan bergerak kemanapun. Sampai akhit mungkin Jen hanya ada dipihak yang mencintai. Jen mengikuti langkah kaki Raksa.
" Apa kau mau datang ke pesta kak Risya juga?"
" Apa boleh? ah iya, apa dia menikah dengan selebriti juga."
" Tidak, kak Risya menikah dengan salah satu kolega ayah. Dia ingin menikah dengan pengusaha seperti kak Niah."
" Apa dia iri melihat kakak ipar? is si, siapa yang tidak akan iri melihat kakak ipar." Jen tertawa. "Kak Saga berlebihan menunjukan cintanya pada kakak ipar. Haha. Jadi membuat semua orang iri." Sepertinya Jen sudah lupa dengan urusan pernyataan cintanya. Jarak kecanggungan dan sebagainya. Dia masih bisa tertawa sambil menepuk bahu Raksa seperti biasa.
Epilog
Jen di seret ke kamar mandi. Tubuhnya sudah menempel di dinding. Wajah-wajah penuh rasa ingin tahu ada di depannya. Tidak, mereka bukan hanya terlihat penasaran, tapi juga marah.
" Jen, benar Raksa mau menikah?"
" Dengan siapa? orang kantor ini juga."
" Kapan mereka mau menikah?"
" Jadi Raksa sudah punya pacar?"
" kenapa kamu tidak pernah cerita pada kami!"
Tidak memberi kesempatan Jen melihat siapa yang bicara. Mereka bicara bergantian seperti lebah berebut masuk ke sarangnya.
Aaaaaa, seniorku ini sudah pada tidak waras apa.
" Bukan Raksa yang mau menikah kakak-kakak semua" Berusaha membebaskan diri. " Tapi kakak perempuannya. Aku keceplosan tadi karena terkejut juga." menatap para wanita di depannya satu persatu. Jen sedang menduga-duga, kalau mereka hanya fokus pada informasi mengenai Raksa.
Mereka tidak dengar pernyataan cintaku tadikan?
" Ya Tuhan, kamu membuat semua orang gempar saja. Jadi bukan Raksa yang mau menikah?"
" Bukan kak." Mengibaskan tangan yakin.
Hah! sudah? kalian percaya begitu saja?
" Tunggu!" Ada yang kembali masuk ke kamar mandi, menemui Jen yang masih membasuh wajah. "Jen, kalau pacar bagaimana? Kamu bilang, Raksa punya pacarkan?" Duduk menyandar di pinggiran meja kaca. Menunggu penuh harap jawaban Jen.
" Hah! Memang aku bilang begitu ya kak." Mengangkat bahu binggung, sambil mengeringkan tangan. " Kapan? tadi? waktu di kantin? Mungkin kakak salah dengar." Jen bicara sangat meyakinkan.
Percayalah, percayalah, seperti orang bodoh yang sedang dimabuk cinta.
" Aku salah dengar ya. Hemm." menimang-nimang sebentar. " Mungkin ya, sudahlah, mau ku traktir minum kopi."
" Boleh."
Tuhkan, orang jatuh cinta memang kadang bodoh. Sama sepertiku!
" Tapi bantu aku dengan Raksa ya."
Cih, memang apa yang bisa kulakukan!
Bersambung