Chapter 41 - Sangat Cocok!

Semenjak mengetahui kebenaran mengenai Alisya yang sesungguhnya dengan kerumitan dan tingkat bahaya yang bisa di hadapi oleh mereka, Adith tak pernah lagi menampakkan dirinya dihadapan Alisya.

Alisya paham bahwa siapapun takkan mengambil resiko untuk bisa terus berada disampingnya apalagi dengan semua hal berbahaya yang bisa mengancam nyawa mereka kapanpun dan dimanapun.

"Adith tidak pernah lagi menghubungimu?" Tanya Karin setelah sekian lama berputar-putar mengajak Alisya keluar dari kamarnya yang gelap.

"Tidak! mungkin dia akhirnya sadar kalau nyawanya lebih berharga dibanding seorang cewek seperti aku." Jelas Alisya lemah.

"Tapi aku tak menyangka ia akan bersikap seperti itu!" langkah Kaki Karin berhenti disebuah Kafe kecil yang nyaman.

"Tidak, dari awal memang seharusnya aku tak membiarkan siapapun berada dalam lingkaranku! kau ingatkan penembakan tempo hari?" Alisya mengikuti Karin yang memasuki Kafe tersebut.

"Aku tau, tapi ini semua bukanlah salahmu Sya! kau juga tak menginginkan hal ini" Karin mencoba memberikan motivasi kepada Alisya.

"Aku sudah mengambil keputusan Karin!" Alisya duduk dan menatap karin serius.

"Keputusan??? maksud kamu?" Karin sedikit ragu dengan pemikiran Alisya.

"Aku sudah terlanjur diketahui oleh semuanya, aku juga sekarang sudah tak bisa menyembunyikan keberadaanku dari kakek dan Ayah. Nenek juga sudah cukup tua untuk mengurus dan mengikutiku berpindah-pindah tempat setiap kali kakek menemukan kami!" Alisya memandang jauh keluar jendela.

"Apa kamu yakin? kamu tau kan resiko apa yang akan kamu hadapi?" Karin membelalakkan matanya tak percaya. Ia tau betul selama ini ia terus menyembunyikam keberadaannya kepada kakeknya karena saudara-saudara kakeknya ingin melenyapkan Alisya yang menjadi pewaris saham terbesar sepeninggal Ibunya. Karena kakeknya juga lah hidup Alisya tak pernah tenang dan orang disekitarnya selalu mendapat masalah. Kakeknya terlalu posesif terhadap kehidupan Alisya sehingga ia tak membiarkan satupun orang untuk mendekati Alisya.

Alisya yang menginginkan kehidupan normal terpaksa menyembunyikan dirinya dari kakeknya.

Selama liburan akhir semester, Alisya melakukan banyak kesepakatan dengan kakeknya dan tak ingin lagi bersembunyi dari ayah dan kakeknya. Alisya sadar dengan semakin ia terus menghindari keduanya ia semakin mempecundangi dirinya sendiri yang kemudian takkan bisa berguna apa-apa.

"Apa kau sudah bisa memaafkan ayahmu???" Karin bertanya kembali kepada Alisya yang sedang menikmati eskrim coklatnya.

"Aku takkan pernah bisa memaafkan dia yang sudah meninggalkan Ibu yang bahkan tak pernah kembali sampai Ibu pergi ke peristirahatannya yang terakhir. Dulu aku berharap setidaknya sekali saja ia muncul dan memberikan tanggung jawabnya sebagai seorang ayah sekaligus seorang suami, tapi itu tak pernah terjadi. Aku juga tak bisa memaafkannya karena memang dari dulu Ayah tak pernah menganggapku sebagai seorang anak hanya karena aku bukanlah laki-laki yang bisa meneruskan obsesinya" Jelas Alisya menekan-nekan eskrimnya.

"Alisya, kau tau aku akan terus berada disampingmu tak perduli resiko apa yang terjadi. kau selalu melindungiku selama ini dan selalu menjagaku. aku tau ibumu berpesan agar kita selalu bersama tapi aku tak ingin kau terus terbebani olehnya" Karin menatap Alisya dengan penuh haru.

"Karin kau satu-satunya sahabatku, dan aku tau demi bisa melindungi dirimu dan melindungiku, kamu pergi keberbagai pelatihan beladiri. Tapi kau tau aku tetap ingin melindungimu karena hanya kamu dan nenek yang aku miliki sekarang" Terang Alisya memegang tangan Karin.

"Tidak Sya, biarkan kali ini kami yang melindungimu! kamu tak perlu khawatir tentang kami, aku juga sudah mendapatkan lisensi" Karin menaikkan kartu lisensinya.

"Lisensi asisten dokter dan apa ini??? lisensi ahli menembak (Sniper) kamu sudah gila yah? sejak kapan kamu melakukan ini? tunggu dulu apa maksudmu dengan kami?" Alisya menyerang Karin secara bertubi-tubi.

"Karena kami tak ingin kemapuan kami kalah darimu Alisya,,," Bisik seseorang dibelakangnya sambil mengambil eskrim coklat dari tangan Alisya.

"Kak Karan??? kapan kakak kembali???" Alisya kaget melihat Karan dihadapannya.

"Kemarin!!! Karin yang menelponku berkata hampir sebulan selama liburan kamu tak pernah keluar dari kamarmu" Karan memberikan kecupan ke jidat Karin.

"Apa'an sih kak, aku tuh sudah SMA tingkat 2! bukan anak kecil lagi yang pakai dikecup-kecup segala" Karin kesal dengan perlakuan Karan yang selalu memanjakannya.

"Apa'an sih,, Alisya diam aja tuh aku kecup!" Lirik Karan ke Alisya.

"Ya itu karena Alisya lagi shock dengan kedatangan kakak, selain itu Alisya juga kan ada pera..." Mulut Karin seketika disuapi eksrim oleh Alisya.

"Hai Alisya,,," Adora, Emi dan Feby menyerobot duduk disamping Alisya.

"Ngapain kalian ada disini?" Alisya terpojok didekat jendela.

"Karin yang menghubungi kami" Rinto, Yogi dan Beni muncul dari balik kursi.

"Karin??" Alisya membelalakkan matanya dengan rencana karin.

"Ya ampun Sya, ini tuh hari minggu terakhir kiya liburan! Yah... seharusnya liburan bareng teman-teman dong!" Karin tersenyum nakal memandang Alisya.

"Kami sudah lama merencanakan ini, kami temanmu Sya, jadi biarkan kami melakukan hak kami sebagai temanmu!" lanjut Yogi tersenyum manis.

"Kau tak perlu khawatir, mereka akan aman jika ada kamu, aku dan Karin disini. aku sudah menyebar orang untuk memantau dari jauh jika ada hal yang mencurigakan" Tambah Karan menunjukkan benda hitam ditelinganya.

"Aku juga sudah menyiapkan ini agar kamu bisa lebih nyaman! Wajah kamu sudah gampang dikenali maka dari itu kau harus pakai ini" Karin mengeluarkan pakaian perempuan dan Wig pirang sebagai alat penyamaran Alisya.

Alisya menatap mereka tak percaya. Ia tak menyangka kalau mereka sampai menyiapkan rencana sampai sematang itu. Alisya pasrah dan mengikuti semua rencana mereka. Dia yang sebelumnya sudah memakai topi dan kacamata hitam sebagai bentuk penyamarannya kini berubah menjadi seorang wanita cantik dengan rambut palsu pirang dan gaunnya yang sangat anggun dan menawan.

Semua mata melihat Alisya dengan tak berkedip. Mereka tak bisa memalingkan pandangan mereka dari wajah Alisya yang sangat cocok dengan gaun yang di pakainya dan juga kontras dengan warna kulit putih cerahnya.

"Ehem... aku cocok nggak pake ini???" tanya Alisya malu-malu.

"Co..." Karan mencoba membuka mulut.

"SANGAT COCOK!!!" semuanya kompak membuka mulut dengan keras.

Alisya terkejut dengan reaksi spontan mereka membuat karan tertawa terbahak-bahak. Karan yang tertawa memperlihatkan rahangnya yang kokoh membuat Adora, Feby dan Emi terpesona.

"Adora,, hari ini kita beruntung banget yah???" Bisik Emi ditelinga Adora.

"Bonus pemandangan yang lebih indah" Tambah Feby.

"Kar, bisa aku bawa pulang nggak???" Adora mendekati Karin tanpa mengalihkan pandangannya dari Karan.

"Coba aja kalau kalian bisa mengalahkan Alisya!" Bisik Karin.

"Jadi kak Karan juga milik Alisya???" sungut Feby lemas.

"Auto pasrah! kita nggak sebanding ama Alisya!" Tambah Emi.

"Maju aja,,, dia bukan hak milik siapa-siapa kok" Alisya setengah berbisik di belakang Emi sambil memainkan matanya.

"Beneran nih Sya???" Feby meraih tangan Alisya semangat.

"Tentu saja, apa-apan sih kalian ini" Alisya tertawa lepas melihat tingkah ketiga orang yang sudah terpana akan ketampanan Karan.

"Kita nggak dapat bagian kayaknya To!" Nyegir Yogi pelan.

"Aku sih santai, tau dirilah kalau kurang...." Jelas Rinto sambil berpose keren.

"Emang kamu kurang apa To?" Tanya Yogi heran karena Rinto bisa dibilang tampan dan memiliki cukup banyak uang karena orang tuanya tergolong mampu.

"Aku kurang suka sama mereka" Rinto menutup mulutnya ketika tertawa.

Para wanita mendengar jelas kalimat yang dikeluarkan oleh rinto dan serempak berbalik menatap tajam kearahnya.

"Berhati-hatilah dengan Modus teman yang butuh. Terkadang yang tersenyum penuh justru menyimpan sifat pembunuh" Seru Karin dengan tatapan sinis.

"Hahahahahaha,,, kena kan kamu???? muna sihh..." Yogi mengejek Rinto yang memerah karena malu.

Hari itu mereka bersenang-senang dengan mengunjungi beberapa toko pakaian, toko kecantikan juga toko aksesoris yang terdapat didalam Lippo Plaza Senayan Jakarta. Hingga mendekati pukul 19.00 mereka segera menuju ke Bioskop dan segera memesan tiket Filem Horor yang tentu saja memacu adrenalin mereka selama didalam. Alisya benar-benar menikmati kebersamaan mereka hari itu dan melupakan sejenak kegundaan hatinya ketika terus saja mengingat Adith. Baru kali itu Alisya bisa dengan leluasa keluar bersama teman yang lebih banyak, bercanda dan tertawa tanpa harus merasa terbebani dan takut akan sesuatu. Teman-temannya benar-benar memberikan kenangan yang takkan pernah Alisya lupakan sampai kapanpun.