Chapter 165 - Acara Syukuran?

Pria itu masih terbengong melihat mereka melesat pergi membawa cewek yang sudah ia tolak dengan kasar serta ia manfaatkan tersebut.

"Kamu kenal sama mereka? Kenapa Yona bisa bersama mereka?" Tanya temannya yang sedari tadi melihatnya dari kejauhan.

"Aku juga tidak tau, aku tidak pernah mengenal mereka dan tidak pernah melihat mereka bersama Yona sebelumnya. Ah... Sial, aku terlalu terpesona dengan mobilnya sampai lupa melihat plat mobil itu!" Terangnya merasa frustasi.

"Aku juga terlalu terpaku dengan penampilan mereka, terlihat sederhana tapi entah kenapa sangat berkelas!" Seorang yang lain ikut datang menghampiri.

"Aku seperti pernah melihat orang yang merangkul Yona itu, tapi aku lupa dimana pernah melihatnya!" pacar si pria masih terus saja berusaha mengingat orang yang baru saja pergi dari sana.

"Aku rasa mereka hanya sekumpulan kacung yang sedang berlagak kaya menggunakan mobil rental! Sekarang mobil seperti itu banyak dipakai dan disewakan hanya untuk sebuah trend gaya. Sudah abaikan saja mereka, sebaiknya sekarang kita bersiap-siap!" Ajaknya cepat karena tak sabar ingin segera hadir ke pesta Zein dengan tamu undangan eksklusif.

"Benar, lebih baik kita abaikan saja mereka. Tujuan kita untuk hadir di pesta Zein adalah untuk mendapatkan muka dihadapannya, terlebih karena Ayahku sudah memperingatiku untuk melakukan yang terbaik untuk bisa mendekati Zein" Ucapnya dengan penuh kesombongan sembari merangkul erat pacarnya.

"Malam ini kita bisa berpesta bersama dengan lebih puas lagi, iya kan???" Tanya pacarnya dengan manja.

"Oh jelas,, aku sudah membawa barang itu! Kita bisa menggunakannya sebentar!" terang temannya dengan penuh antusias. Mereka sudah tidak sabar untuk segera pergi menuju ke tempat Zein.

****

Pekarangan Rumah Zein.

"Zein, Apa Adith akan datang ke pestamu? sudah lama ibu tidak bertemu dengannya. Jangankan melihatnya ke rumah, Ibu bahkan belum pernah lagi mendengar kamu bercerita tentangnya." Ibu Zein datang menghampiri anaknya yang tampak sibuk menerima beberapa tamu yang sedang masuk. Wajah keibuannya yang sarat akan kerinduan terhadap sahabat anaknya yang sudah ia anggap sebagai anak juga itu membuat hati Zein meluluh.

"Bu, Zein juga tidak tau apakah mereka akan datang atau tidak. Sebaiknya ibu menikmati saja acara malam ini, kan Ibu sendiri yang ngotot mau ngerayain. Meski sudah aku larang ibu masih aja tetap bersikeras untuk mengadakannya, jadi ambillah beberapa kue dan berbahagialah!!! Zein tidak suka ibu memasang wajah seperti itu..." Zein mendorong ibunya dengan lembut agar ia tidak begitu khawatir.

"Tapi Ze, Ibu rasanya rindu melihat tingkah kalian yang sangat akrab seperti dulu. Ibu pernah tanya Riyan dan bukankah kalian juga sudah pernah ke Jepang bersama?" tanya Ibunya lagi untuk memastikan.

"Hmmmm... Ya sudah, aku akan hubungi Riyan apakah dia datang bersama Adith atau tidak, jadi Ibu tidak perlu khawatir lagi yah?" Zein berusaha membujuk ibunya dengan lembut.

"Bu, Ayah dan Ibu Adith sudah datang dari tadi mencari Ibu, Ibu kenapa ada disini?" Ayah Zein datang menghampiri istrinya.

"Loh kok, Ibu nggak tau kalau mereka sudah datang?" Ibu Zein menatap Suaminya dan anaknya secara bergantian.

"Mana ibu tau kalau yang dipikiran ibu cuma bambang Adith?" Adik Zein melipat kedua tangannya dengan gemas.

"Bagus!!! kalian lagi sekongkol yah???" Ibunya mencubit pipi anaknya yang kemudian ditarik pergi oleh anaknya menuju ketempat Ayah dan Ibu Adith berada.

Sejak kecil, meski mereka terlahir sudah berkecukupan dan bahkan bisa disebut berlebihan. Mereka mendidik anak mereka untuk tetap bersikap rendah diri, sopan dan santun serta tidak memaksakan nilai akademik kepada anaknya saat masih sekolah dasar. Mereka lebih memilih menanamkan pelajaran moral terlebih dahulu yang bisa sedikit diselingi dengan beberapa ilmu pengetahuan lainnya.

Cara orang tua mereka terbilang sukses mengingat selain cerdas dan berbakat, anak-anaknya sangat patuh dan mencintai mereka sebesar rasa cintanya kepada anak-anak mereka.

"Hai Zein, kami tidak terlambat kan?" seru pria yang sebelumnya ditemui Adith dipinggir jalan.

"Oh Hai Jody, thanks bro sudah datang.. Have Fun saja yah sama yang lain, mereka juga sudah didalam!" ucap Zein mengenali pria tersebut.

"Tentu, ini hadiah dari kami untukmu! Ayah titip pesan karena tidak bisa datang, dia masih menyelesaikan beberapa hal di perusahaan!" Ucapnya dengan penuh kebanggaan.

"Oh terimakasih banyak, saya senang ayahmu bekerja dengan keras!" Zein tersenyum simpul melihat pemberian mereka yang cukup mahal. Bukan karena ia merasa senang namun cukup tidak nyaman dengan apa yang diberikan. Zein memang selalu memakai barang-barang elite, namun itu selalu ia dapatkan dari hasil kerja kerasnya sendiri. Berteman dengan Adith banyak memberinya pengaruh positif akan kepribadiannya sendiri.

Melihat senyuman Zein mereka merasa puas bahwa telah berhasil menarik perhatian darinya.

"Semoga kau menyukainya!" Ucap pacar Jody dengan senyuman menggoda.

"Oh kenalkan dia pacarku Cenia, dan aku datang bersama teman-temanku!" tunjuk Jody yang sekaligus secara otomatis membuat mereka bergantian menyalami Zein satu persatu.

"Aku pikir pesta ulang tahunmu akan terlihat sangat mewah dan memiliki lantai dansa" ucap teman Jody melihat sekeliling dengan pandangan bingung.

"Aku juga berpikir seperti itu, tapi begitu berada disini ini seperti...." ia tak yakin harus melanjutkan kalimatnya.

"Acara syukuran??? puffttt" Zein tertawa melihat eskpresi mereka yang tak menduga kalau acara pesta ulang tahunnya terlihat sederhana dan dipenuhi oleh banyak anak-anak yatim serta orang tua yang memenuhi pekarangan rumah. Serang mereka datang dengan dandanan yang tak kalah berkelas dengan gaun dan jas mahal.

"Ummmm... maaf aku tidak bermaksud!" ia dengan cepat meminta maaf takut akan membuat Zein tersinggung.

"Aku hanya mengundang seluruh karyawan perusahaan untuk setidaknya berbagi rezeki bersama mereka yang sudah bekerja keras demi perusahaan dan juga membahagiakan orang lain itu lebih baik ketimbang berpesta dengan tak berfaedah!" Ucap Zein dengan penuh senyuman dan nada suara yang hangat.

"Sepertinya kau sudah semakin jauh berubah sekarang, wajahmu ternyata bisa memperlihatkan ekspresi hangat seperti itu!" ucap Jody heran melihat perubahan besar pada Zein yang sebenarnya pernah ia lihat saat dulu disekolah dasar mereka pernah bertemu.

"Perubahan kearah yang lebih baik patut untuk dibanggakan bukan? Ummm.. Ayo kita masuk, sepertinya teman-temanku yang lain akan datang terlambat. Kita tidak bisa membuat mereka menunggu lebih lama lagi!" ucap Zein mengajak mereka masuk kedalam halaman rumahnya yang tampak seperti taman bunga berhias lampu-lampu berwarna warni yang memiliki luas seperti 1 lapangan sepak bola.

Meski cukup risih, mereka pada akhirnya menurut masuk kedalam dan berusaha untuk tidak memperlihatkan wajah tidak nyaman mereka.