Chapter 327 - Telpon Polisi

"Ah.. itu Ibu Emi, apa yang ia lakukan dengan mengejar mobil itu?" seru Feby saat melihat ibu Emi yang setengah menggantung pada mobil hitam.

"Itukan berbahaya!" tambah Adora yang membuat Adith dan yang lainnya langsung berlari datang mengahmpiri ibu Emi.

"aah,,," ibu Emi jatuh terhempas kebawah namun dengan cepat di tangkap oleh Alisya di susul oleh Karin. Adith dan yang lainnya kaget dengan kecepatan mereka berdua.

"Ibu baik-baik saja?" tanya Alisya cepat.

"Emi, mereka membawa Emi!!" teriak ibu Emi begitu mengenali wajah Alisya yang pernah datang kepadanya dulu.

"Karin tahan sebentar!" Alisya langsung melepas peganganya kepada ibu Emi dan berusaha mengejar mobil tersebut. Sekuat tenaga Alisya mengejar, namun itu semakin menjauh sehingga dengan satu loncatan Alisya hanya berhasil meraih bagian belakang mobil tersebut.

Alisya tidak berhasil memegang erat mobil tersebut dan sebelum tangannya terlepas, Alisya langsung melepas alat peredamnya ke mobil tersebut dan jatuh berguling ke jalanan karena mobil tersebut malju begitu kencang.

"Ada apa?" tanya Mus kaget merasakan ada guncangan yang cukup kuat pada bagian belakang mobil mereka.

"Sepertinya ada orang gila yang beralri menabrak mobil kita" ucap temannya sembari melirik kea rah Spion dimana Alisya sedang terguling-guling jatuh.

"Ya sudah lanjutkan perjalanan." Ucap Mus tak perduli akan apa yang sudah terjadi.

Emi yang mendengar ucapannya langsung menoleh kebelakang dan melihat Alisya yang sudah berdiri menatap mobil mereka pergi menjauh.

"Alisya, bagaiamana bisa dia berada disini?" Emi kaget tak menyangka kalau Alisya yang sempat menabrak mobil mereka. Ia dengan cepat mencari handphonenya namun teringat kalau tasnya jatuh bersama dengan handphonenya saat ia hamper saja bertabrakan dengan ibunya tadi.

"Apa kau mengenalinya?" tanya Mus dengan tatapan menyelidik.

"Oh tidak, aku hanya ingin melihat siapa orang bodoh yang sudah menabrakkan dirinya pada mobil" ucap Emi sambil tersenyum canggung. "Jika Alisya mendengarku sekarang, sepertinya ia takkan melepaskanku dari jepitannya seperti yang ia lakukan pada Karin." Pikir Emi merinding mengingat nasibnya.

Mengingat ia takkan lagi bertemu dengan mereka, Emi hanya tersenyum pahit melepmparkan pandangannya keluar jendela mobil. Tak terasa air matanya mengalir jatuh dan terbang bersama angina yang dihasilkan karena kencangnya mobil tersebut.

Tanpa sepengetahuan Emi, semua yang dikatakannya bersama dengan orang yang berada dalam mobil tersebut terdengar jelas oleh Adith yang sedang menghubungi Alisya yang berlalu pergi mengejar mobil yang membawa Emi.

"Oh, Hai, bagaimana?" tanya Feby dengan suara bergetar kaget saat melihat Alisya sudah berda dibelakang mereka dan ikut mendengarkan ucapan Emi.

"Seperti yang kalian dengar, aku sudah menempelkan alat peredamku di mobil merek dan mengaktifkannya." Ucap Alisya dingin.

Untuk beberapa alasan, Alisya terlihat marah meski mereka masih belum mengetahui apa yang sedang memicu kemarahan Alisya saat itu.

"Dengan begitu kita bisa melacak lokasi mereka dan terus mendengarkan percakapan mereka melalui alat peredam Alisya." Ucap Adith mulai mengaktifkan GPSnya untuk melakukan pelacakan.

"Apa yang terjadi? Kenapa mereka membawa Emi?" tanya Alisya menatap kepada ibu Emi.

"Sebaiknya kita masuk dulu, biar ibu Emi menjelaskan semuanya dengan tenang." Karin yang melihat kondisi ibu Emi segera membawanya masuk ke dalam rumah.

"Berantakan sekali, apa yang terjadi sebenarnya?" tanya Adora saat masuk kedalam rumah Emi yang terlihat kacau balau.

Setelah Karin mendudukkan ibu Emi di kursi sofa dan Ryu yang dengan cekatan memberikan segelas air minum kepadanya yang ia ambil dari dalam kulkas rumah Emi, mereka dengan setia menunggu sampai Ibu Emi mulai Nampak tenang untuk bercerita kepada mereka.

Sembari menunggu, Adora dan yang lainnya mulai membantu untuk membereskan beberapa barang yang masih utuh dan memisahkan beberapa barang yang sudah hancur kedalam tong sampah. Feby membantu Adora dengan menyapu lantai dan yang lainnya membantu mengembalikan beberapa posisi barang yang berjatuhan.

"Tante sudah tenang?" tanya Alisya duduk di samping ibu Emi yang kemudian mengangguk pelan menatap mereka semua dengan tatapan haru.

"Apa yang terjadi? Kenapa rumah tante sampai berantakan seperti ini?" tanya Karin dengan lembut sembari memeluk ibu Emi untuk menenangkannya.

"Kenapa tante bergantung pada mobil tadi meski berbahaya?" tanya Adora juga dengan penasaran.

"Apa mereka membawa emi secara paksa?" tanya Rinto mengingat reaksi ibu Emi yang terlihat ketakutan tersebut.

"Apa Emi tak mengatakan apapun kepada kalian?" tanya ibu Emi yang bingung dengan kehadiran mereka disana di saat mereka tak mengetahui apapun.

Mereka hanya menggeleng pelan dan menatap ibu Emi dengan tatapan bingung.

"Butuh waktu banyak untuk menjelaskan semuanya kepada kalian di saat kita sudah tidak punya waktu lagi jika ingin menyelamatkan Emi. Kita harus menyelamatkan Emi sekarang juga sebelum terlambat." Ucap Ibu Emi dengan panik langsung berdiri dari tempat duduknya menuju ke sebuah meja untuk meraih telepon rumah.

"Tante, tante bisa jelaskan pada kami pelan-pelan." Tarik Riyan cepat melihat ibu Emi yang sedang meraih telepon dengan tangan yang gemetar.

"Telpon polisi, oh tidak jangan polisi. Itu akan membahayakan mereka. Bisakan kalian menelpon orang dewasa lain yang kalian kenal saat ini?" tanya ibu Emi masih belum bisa menenangkan diri.

"Tante tenanglah. Tante bisa ceritakan semuanya pada kami." Tambah Zein mencoba menenangkan ibu Emi.

"Apa yang bisa kalian lakukan jika aku bercerita kepada kalian?" tatap ibu Emi yang tak yakin jika harus bercerita mengenai masalahnya kepada sekumpulan anak SMA tersebut.

"Kami akan membantu tante mencarikan solusinya secepatnya!" tegas Alisya memberikan bantuan selayaknya padangan ibu Emi kepada mereka.

"Benar juga. Kalian bisa mencari bantuan secepatnya. Emi ditangkap oleh rentenir demi menyelamatkan Adiknya dia bersedia menyerahkan tubuhnya kepada mereka." Ucap ibu Emi dengan sangat cepat yang membuat Alisya dan yang lainnya langsung terkejut bukan main.

"Apa? Apa di sudah gila?" teriak Aurelia marah dengan apa yang baru saja di dengarnya.

"Sudah lah, tidak ada waktu lagi. Benar apa yang dikatakan oleh tante." Seru Yogi cepat

"Kita harus menyelamatkannya sekarang setelah mendengar apa yang dikatakan oleh ibunya tadi." Lanjut Adith yang langsung menghubungi paman Dimas.

"Kalian tunggu disini dan temani ibu Emi, biar kami yang pergi menyelamatkan Emi." Tunjuk Alisya kepada Yogi dan yang lainnya.

Tanpa pikir Panjang lagi Adith, Karin, Ryu, Zein dan Riyan serta Rinto segera pergi dari sana sembari menunggu mobil yang sudah dihubungi Adith.

"Tunggu, kalian tidak bisa pergi kesana dengan gegabah. Kalian harus meminta tolong kepada orang dewasa." Teriak ibu Emi menghentikan mereka bertindak bodoh.

"Tante tenang saja. Mereka tau apa yang harus mereka lakukan kok. Untuk sekarang sebaiknya tante bersama kami saja disini." Adora langsung menarik ibu Emi kembali duduk dan menenangkannya sembari melirik ke arah Alisya mengangguk pelan.

"Tapi mereka…" Ibu Emi masih tak yakin dengan apa yang sedang di pikirkan oleh anak-anak itu.

"Percaya saja pada mereka tante. Mereka bukanlah anak-anak biasa yang seperti tante pikirkan." Lanjut Aurelia mencoba untuk meyakinkan ibu Emi.

"Mereka bahkan lebih mampu dibanding dengan para polisi jika ingin menyelamatkan Emi dan adiknya." Ucap Beni dengan wajah yang sangat serius.

"Tapi mereka itu sangat berbahaya. Mereka bahkan tak segan-segan untuk membunuh orang lain nak." Ucap Ibu Emi mencoba untuk mengingatkan mereka.

"Kalau begitu mereka sudah berhadapan dengan orang yang salah. Teman-teman kami jauh dari sekedar mampu untuk melumpuhkan mereka." Ucap Gani dengan senyumannya.

Melihat anak-anak itu begitu percaya dengan teman-temannya membuat ibu Emi hanya pasrah sembari terus memikirkan apa yang harus ia lakukan demi menyelamatkan keluarganya dari krisis yang sedang ia jalani.

"Bisakah kita kerumah sakit sekarang? Aku harus kembali melihat ayah Emi." Ucap ibu Emi dengan tatapan khawatir.

"Tentu tante, kami bisa mengantarkan tante sekarang juga!" terang Feby dengan penuh semangat.

Ibu Emi segera masuk kedalam kamarnya mengambil beberapa keperluan yang bisa ia bawa ke rumah sakit.