Chapter 488 - Jangan Takut

Melihat Apa yang dilakukan oleh Rinto dan Jati membuat pria berjas hitam tersebut merasa marah dengan apa yang mereka lakukan. Bukan hanya karena menghentikan anak buahnya untuk membawa Yani pergi namun juga karena telah menghajar anak buahnya.

"Oy… siapa mereka? Kenapa mereka menghalangi kami dan menghajar anak buahku?" Tanya Pria berjas hitam tersebut dengan sangat marah kepada Ayah Yani.

"Sial, kenapa pria yang bersama Yani tadi ikut campur sekarang." Batin Ayah Yani merasa kesal dengan kedatangan Rinto dan Jati.

"Apa yang kau inginkan mengapa kau ikut campur dalam urusan kami? Dia itu barang milikku jadi aku bebas melakukan apapun kepadanya. Lagipula apa hakmu untuk ikut campur dengan urusan kami?" Ayah Yani sengaja mengatakan hal yang bisa membuat Rinto berpikir lain kepada Yani. Dia sengaja untuk memprovokasi Rinto sehingga ia akan merasa telah salah dalam mencampuri urusan Yani.

Rinto sedikit kesal mendengar orang tua itu menyebut Yani seolah bagaikan batang yang bebas ia kendalaikan.

"Sebaiknya kau pergi dari sini anak muda, jika kau salah dalam ikut campur urusan orang lain, kau akan benar-benar dalam masalah." Ucap pria berjas hitam mengingatkan Rinto.

"Tidak usah pedulikan mereka, pria itu hanyalah orang yang sudah tidur dengannya. Kalian bisa melakukan apapun pada mereka." Ucap Ayah Yani dengan santai dan acuh tak acuh. Dia tidak peduli terhadap apa yang akan terjadi kepada mereka semua.

"Cih, aku pikir siapa mereka yang telah berani ikut campur dalam urusan ku. Ternyata hanya orang yang tidak puas dengan pelayanan perempuan itu." Ucap pria berjas dengan sangat menghina.

"Aku adalah calon suaminya, dan karena dia adalah calon istriku maka aku berhak untuk ikut campur dalam urusan ini." Ucap Rinto dengan sangat tegas kepada ayah Yani.

Meski Yani tahu bahwa kalimat itu hanyalah untuk menyelamatkannya, Yani merasakan sedikit kepedihan di dalamnya. Entah kenapa dia benar-benar sangat mengharapkan hal itu terjadi dan apa yang dikatakan oleh Rinto adalah sebuah kebenaran.

"Hahhh? Puhahahaha memangnya kenapa kalau kau calon suaminya? Hanya dengan hal itu tidak akan berarti kau bisa memiliki hak padanya." Ucap Ayah Yani dengan tertawa terbahak-bahak.

Rinto merasa curiga dengan orang yang berada di hadapannya tersebut, Dia terlihat seolah memiliki kekuasaan penuh terhadap Yani mengingat apa yang dikatakan olehnya sebelumnya. Karena itu Rinto sedikit berbalik ke arah Yani yang berada di belakangnya.

"Apa yang sedang terjadi sebenarnya? Mengapa mereka melakukan ini padamu?" Rinto sudah mendengar beberapa bagian mengenai apa yang terjadi, namun ia memilih bertanya kepada Yani agar ia bisa mendapatkan penjelasan yang lebih rinci darinya.

Yani tidak bisa berkata apa-apa, meskipun sangat membenci ayahnya, dia tidak bisa mengatakan yang sebenarnya kepada Rinto. Yani takut kalau Rinto mengetahuinya maka dia juga akan menjauhinya sama seperti dengan pria-pria sebelumnya.

"Ayahnya memiliki hutang yang sangat banyak kepada kami, dan kami akan melunasi hutangnya dengan menyerahkan tubuh anaknya itu. Bukankah itu adalah kesepakatan yang sangat memudahkan?" Jawab pria berjas tersebut sembari tertawa dengan sangat keras.

Merasakan amarah yang sangat membara mendengar apa yang dikatakan oleh pria berjas hitam tersebut, Rinto langsung melakukan tendangan berputar yang membuat pria berjas itu jatuh tersungkur membentur dinding dengan sangat keras.

Pria itu langsung tidak sadarkan diri dengan posisi tubuh yang terlihat mengalami patah bagian leher. Hal itu segera mengundang banyaknya preman yang berada di sekitar sana untuk menghampiri mereka.

"Maaf karena sudah memperkeruh permasalahannya sekarang." ucap Rinto kepada Yani dengan penuh rasa bersalah. Dia memundurkan langkahnya beberapa langkah mendekati Jati dan Feby.

"Sepertinya akan sulit bagi kita untuk melawan mereka semua sembari melindungi mereka berdua. Kita harus berpencar untuk bisa mengurangi jumlah mereka, karena jika kita terus berada di sini maka bantuan dari mereka akan semakin banyak berdatangan." Jadi segera mengamati beberapa orang yang membawa beberapa benda barang tumpul dan juga sebuah senjata pistol yang langsung melakukan penyerangan kepada mereka.

"Kau benar, akan lebih baik jika sekarang kita pergi dari tempat ini terlebih dahulu." Jelas Rinto sembari terus menghindari beberapa pukulan dari orang-orang tersebut.

"Kau tidak apa-apa kan? Apa kau bisa berlari?" Tanya Jati kepada Feby yang masih berusaha menegakkan dirinya untuk berdiri dengan baik.

"Sepertinya bisa. Aku akan mencoba dengan sebaik mungkin." Tatap Feby dengan penuh keyakinan.

Meski sebenarnya tubuhnya mulai merasakan sakit dan nyilu akibat dari tabrakan dan jatuh sebelumnya, Feby tak ingin dirinya menjadi beban bagi mereka.

"Kau tidak perlu memaksakan diri, jika kau sudah tidak sanggup katakan padaku." Ucap Jati mulai memegang tangan Feby dengan erat.

"Kau juga bisa berlari kan?" Tanya Rinto sembari meluruskan baju miliknya untuk benar-benar menutupi kepala Yani.

Yani hanya mengangguk pelan menatap lurus ke mata Rinto yang langsung membuat Rinto tersenyum dengan sangat tampan.

"Pegang baik-baik baju ini." Ucap Rinto mulai memegang tangan Yani dengan erat lalu dengan saling melirik satu sama lain, Rinto sengaja melarikan diri terlebih dahulu untuk mengalihkan perhatian mereka yang ketika mereka kaget, Jati pun kemudian melarikan diri juga.

Adrenalin telah membangkitkan keberanian Feby sehingga tanpa disadarinya, dia benar-benar berlari dengan sangat kencang agar bisa benar-benar mengikuti apa yang direncanakan oleh Jati yaitu keluar dari area kekuasaan mereka.

"Akhhh… brukkk!" Feby tiba-tiba saja di tarik oleh Jati ke sebuah tempat yang cukup gelap dan mendarat dengan tubuh yang hampir terjatuh.

Jati menahan tubuhnya yang telah memaksakan diri hingga diluar batas kemampuannya.

"Hummph" Jati dengan cepat menutup mulut Feby menggunakan tangannya, namun karena rasa takut serta kelelahan desahan nafas suara Feby cukup terdengar keras sehingga untuk menenangkannya, Jati langsung menciumi bibir Feby.

Feby terkejut dengan apa yang dilakukan oleh Jati, namun secara perlahan dia menuntun Feby untuk bernafas lebih tenang dan menenangkan diri. Jati sengaja melakukan hal tersebut untuk membuat Feby bisa mengatur nafasnya dan memberikannya sedikit dorongan nafas bantuan.

"Kau sudah berjuang dengan sangat baik, sekarang tetaplah disini dan jangan keluar sampai aku yang datang kepadamu. Jangan khawatir, aku akan menyelesaikan mereka dengan sangat cepat dan segera kembali kepadamu." Bisik Jati dengan sangat pelan memeluk Feby yang mulai sedikit tenang.

"Jangan takut!" Lanjutnya lagi dengan suara yang sangat lembut.

Feby mengangguk pelan dan segera bersandar kedinding dibantu oleh Jati. Mereka

yang berlari cukup jauh melewati beberapa gang sempit dan bersembunyi ke tempat yang cukup gelap membuat Jati mendapatkan keuntungan yang sangat besar untuk bisa menghabisi mereka satu persatu.