Chapter 492 - Serangan Telunjuk

"Tringg.." pintu lift yang terbuka membuat 3 orang disana segera masuk ke dalam lift.  Tepat sebelum pintu lift itu kembali menutup, suara langkah lari seseorang dengan segera menghampiri pintu lift agar ia bisa mendapatkan ruang untuk masuk. "Aku minta maaf, terima kasih sudah menungguku." Yani segera masuk ke dalam lift, setelah meminta maaf kepada beberapa orang yang berada di dalam lift. Begitu masuk dan mengangkat kepalanya, Yani tersadar kalau ternyata di dalam lift tersebut ada Rinto yang sudah berdiri tepat di bagian belakangnya. Karena merasa tidak enak, dan tidak ingin terlalu bersikap terlalu akrab dalam kantor, Yani menunduk rendah untuk menyapa Rito. "Selamat pagi Pak…" siapa Yani dengan suara yang sangat ramah. "Selamat pagi." Balas Rinto mencoba bersikap dengan profesional karena ada beberapa pegawai yang sedang berada dalam satu dengan mereka. Tempat memasuki lantai yang berikutnya, ada beberapa orang yang segera masuk ke dalam lift dengan terburu-buru. "Apa sih sebenarnya yang dipikirkan oleh direktur yang satu ini. Bagaimana bisa dia menyerahkan semua pekerjaan yang harusnya memang dikerjakan olehnya." Ucap salah seorang dari mereka sembari masuk dengan mengomel. "Dia melimpahkan semua pekerjaan kepada kita dan jika kita berhasil melakukan semua pekerjaan tersebut, kita tidak mendapatkan apapun sama sekali. Akan tetapi jika mendapatkan masalah terhadap pekerjaan tersebut, kitalah yang akan mendapatkan pinaltinya." Jawab salah seorang dari mereka diikuti dengan beberapa orang lainnya sambil terus mengomel membicarakan direktur yang mereka maksudkan adalah Elvian. Mereka yang masuk begitu banyak membuat beberapa orang yang ada di depan Yani segera memundurkan langkahnya ke belakang untuk memberikan mereka ruang. Yani yang mencoba menjaga jarak dengan Rinto yang berada di belakangnya hampir kehilangan keseimbangan. Melihat tubuh yang yang hampir kehilangan keseimbangan, Rinto ingin segera menangkap dirinya. Akan tetapi mengingat Yani adalah seorang wanita yang berhijab, dia tidak ingin benar-benar menyentuh tubuh Yani. Sehingga untuk mencegahnya jatuh, Rinto menahan nya menggunakan telunjuknya yang diarahkan ke bagian pinggang Yani. "Uwaahhhpp" Yani setengah berteriak karena terkaget saat merasakan telunjuk Rinto berada di bagian pinggangnya dengan keras.  beberapa orang dari mereka segera langsung menoleh kebelakang untuk melihat apa yang sedang terjadi, namun keduanya bersikap seolah tidak terjadi apa-apa dan Yani langsung beralasan dengan memukul tangannya seolah-olah dia baru saja digigit oleh nyamuk. "Sejak kapan di dalam kantor terdapat nyamuk?" Ucap salah seorang dari mereka yang sebelumnya masuk ke dalam lift sembari mengomel. beberapa orang orang tersebut langsung dengan seketika memperhatikan keadaan sekitar mereka. Tempat begitu pintu lift mulai terbuka, mereka semua segera keluar dari lift begitu pula dengan Yani. Yani setengah menunduk kepada Rinto sebelum kemudian berlari dengan sangat cepat meninggalkan Rinto disana. Rinto tertawa mengingat kejadian yang barusan terjadi, terlebih karena alasan tidak masuk akal dari Yani yang memukul tangannya seolah karena mendapatkan gigitan dari nyamuk. Kemudian berjalan menuju ke ruangan Adith. Dia tidak bisa menyembunyikan senyumnya mengingat kejadian saat di lift tadi. Akan tetapi begitu ia masuk, melihat aura seram dari Adith dan Yogi segera langsung membuatnya menutup senyumnya tersebut. "Sepertinya dia sedang menikmati sesuatu hari ini. Kau tampak sedang bersenang-senang di atas penderitaan kami." Tatap Yogi kepada Rinto yang baru saja masuk karena dia sempat menangkap senyum Yogi sebelumnya. "Apa yang sedang terjadi dengan kalian? Kenapa kalian terlihat begitu lesu dengan mata yang terlihat dalam dan gelap seperti itu." Rinto melihat kondisi mengenaskan dari keduanya.  Adith yang selama ini selalu bekerja dengan begitu keras tidak pernah sekalipun terlihat dengan wajah kusam seperti yang saat ini ia lihat. "Berkat seseorang akan mendapatkan hukuman yang begitu berat dalam hidupku." Adit menatap geram bagaikan singa kepada Yogi. "Kau tak perlu menatapku seperti itu, oke aku mengakui kalau aku telah salah. Tetapi bukan hanya kau saja yang mendapatkan hukuman, aku pun mendapatkan hukuman yang sama yang dilakukan oleh Aulia kepadaku." Terang Yogi kepada Adith karena semalam ia dibiarkan tertidur di luar kamar dan tidak diizinkan untuk masuk sampai amarah Aurelia mereda. "Aku tak tahu sekarang bagaimana caraku untuk bisa menenangkan dia." Ucapnya lagi dengan suara yang lemas membanting diri duduk di sofa ruangan Adith.  "Bagaimana jika kalian melakukan suatu hal yang dapat membuat hati mereka senang agar dapat memaafkan kalian kembali?" Ucap Rinto terduduk untuk memberikan saran kepada Yogi dan Adith. "Bukankah kau cukup jago dalam hal seperti ini? kenapa kau tidak melakukan jurus jurus khusus yang selama ini sudah kau berikan kepada Aurelia?" Pancing Rinto sekali lagi untuk membuat mereka lebih percaya diri dalam menarik perhatian istri mereka. "Aku sudah mencoba untuk melakukannya, tetapi sepertinya pertahanan dia kali ini cukup kuat dari sebelumnya." Jelas Yogi mendesah dengan begitu lemah. Mendengar jawaban Yogi, membuat Rinto menoleh kepada Adith untuk mendapatkan jawaban darinya. "Tidak perlu aku jawab lagi, kau tentu tahu seperti apa Alisya." Jawab Adith sambil memijat kepalanya yang sakit. "Apakah kehidupan berumah tangga sampai serumit ini?" Kata Rinto kepada keduanya yang hanya dijawab dengan desah nafas saja. Sebenarnya Rinto cukup paham kalau ini hanyalah sebuah kesalah pahaman saja, tetapi melihat mereka berdua begitu suram membuat Rinto sedikit khawatir.  "Pagi Ayumi, pagi Vindra. Assalamualaikum." Sapa Yani pada Alisya dan Vindra yang sudah berada di dalam ruang kantor. "Waalaikumsalam.." jawab keduanya dengan hangat. "Bagaimana dengan bahumu?" Tanya vindra memastikan luka pada bahu Yani. "Masih terasa sakit, tapi aku masih bisa bekerja kok hari ini." Jawab Yani sambil mengelus bagian bahunya. "Kok bisa mengatakan kepada kami berdua jika kau membutuhkan sesuatu, Kau tidak perlu terlalu memaksakan diri hari ini." Ucap Alisya mengingatkan Yani. "Ya, tentu saja!" Senyumnya sembari meletakkan tasnya dan duduk dengan nyaman. Mereka dengan segera mengerjakan pekerjaan mereka yang sudah tersedia cukup banyak di atas meja. banyaknya bahasa program yang harus diketik nya menggunakan satu tangan yang membuatnya sedikit kesulitan, dan dengan bantuan Vindra, Yani dapat menyelesaikannya dengan cepat. "Terima kasih sudah membantuku, sebentar aku akan menguatkanmu kopi sebagai ungkapan terima kasihku." Ucap Yani berdiri dari kursinya. "Kau tidak perlu melakukan itu, aku melakukannya dengan ikhlas." Ucap Vindra namun Yani tetap ingin melakukannya. Setengah Yani membuatkan kopi untuk Vindra, begitu ia akan keluar dari pintu, Yani hampir bertabrakan dengan Rinto yang juga menuju ruang dapur untuk membuat kopi. Rinto yang kaget dengan Yani yang sudah berada di depannya, membuatnya langsung mengarahkan telunjuknya ke bagian dahi Yani agar tubuh Yani tidak benar-benar jatuh kepadanya.