Boneka ginseng ini benar-benar sulit ditemui, karena Randika mendapat informasi keberadaannya tidak ada alasan bagi Randika untuk tidak segera mengejarnya. Kalau tidak, bisa-bisa berikutnya bisa saja boneka ini ada di kota lain.
Dengan bermodalkan motivasi tubuhnya akan sembuh, Randika tidak akan pernah menyerah untuk menangkapnya.
Viona tinggal di dekat Universitas Cendrawasih. Meskipun tempat perumahannya tidak seelit miliknya, perumahan Viona itu masih tergolong kelas menengah ke atas. Setelah sampai di Universitas Cendrawasih, dia menelepon kembali Viona dan sepakat bertemu di tamat dekat sana.
Setelah sampai di taman, Randika melihat Viona sedang duduk di kursi menunggunya.
"Viona!" Randika segera menghampirinya.
"Randika!" Viona masih terkejut, kenapa bisa Randika secepat itu datang ke sini.
"Bonekanya?"
Viona menggelengkan kepalanya, "Dia menghilang cukup lama. Aku tidak tahu arah mana dia pergi, tetapi seharusnya masih ada di sekitar sini."
Randika mengangguk. Karena boneka itu masih ada di sekitar sini, tinggal masalah waktu sampai mereka bertemu dengannya.
"Ran, sambil menunggu kenapa kita tidak beristirahat dulu saja di rumahku?" Kata Viona dengan sedikit malu.
"Baiklah."
Viona lalu menuntun Randika ke rumahnya. Ketika mereka sampai, mereka segera duduk di ruang tamu.
"Vi, memangnya apa yang diambil sama boneka itu?" Tanya Randika.
Viona yang duduk di samping Randika itu berdiri dan mengambil minuman. "Aku tidak tahu, tapi yang sempat kudengar dia mencuri pakaian milik perempuan. Ah, kau ingin minum apa? Teh hangat, coca cola atau bir?"
"Yang tidak merepotkanmu saja." Randika melihat-lihat rumah Viona ini. Meskipun tergolong kecil, kalau yang tinggal Viona saja maka rumah ini seharusnya cukup.
"Vi, boleh aku melihat-lihat ruanganmu?" Randika menoleh dan bertanya.
"Silahkan." Viona dengan cepat menjawab. Lagipula, tidak ada yang dia sembunyikan di rumah ini. Tetapi, dalam sekejap mukanya menjadi pucat dan melihat Randika menuju kamar itu!
Dengan cepat Viona berlari dan berusaha menghentikan Randika memasuki ruangan itu. "Tidak! Jangan buka pintunya!"
Tapi semua sudah terlambat. Randika sudah membuka pintunya dan sedang berdiri terpana oleh pemandangan yang dilihatnya.
Tempat ini bisa dibilang lemari pakaian tipe walk in closet tetapi dekorasi dan isinya bukan pakaian.
Viona sudah lama tersipu malu. Rahasia tergelapnya telah dilihat oleh Randika.
Tepat di tengah ruangan ada meja bundar kecil terdapat banyak sekali celana dalam. Celana dalamnya bervariasi, ada thong berwarna hitam, G-String, Bikini Lingerie, Open Crotch, transparan dsb. Bisa dikatakan celana dalam yang membuat pria terangsang ada di sini semua.
Randika tidak bisa berkata-kata selama beberapa saat sedangkan Viona menutupi wajahnya sambil menunduk. Dia merasa wajahnya sedang terbakar dan tidak berani melihat Randika.
Bagaimana ini? Randika melihat koleksiku!
"Viona, kau memang tiada duanya." Randika memecah keheningan. Viona hanya berteriak teredam, dia benar-benar malu.
Dalam hatinya Randika semakin suka dengan Viona. Ternyata selama ini Viona memakai lingerine yang sexy dan menggoda tanpa diketahuinya, ini bahkan lebih menggairahkan daripada saat dia tidak memakai apa-apa di restoran waktu itu.
Randika masuk dan mengambil salah satu G-String! Dia sangat menyukai warnanya dan membayangkan Viona yang memakainya, ulala!
"Tidakkkk! Jangan pegang!" Viona segera berlari dan berusaha mengambilnya kembali.
Namun, Randika yang lebih tinggi mengangkatnya tinggi-tinggi agar Viona tidak bisa mengambilnya. Viona yang melompat-lompat dan menempelkan badannya di Randika itu membuat Randika semakin bersemangat.
Dia lalu menahan kedua tangan Viona dan menyudutkannya hingga ke tembok. Dia lalu berbisik pelan sambil tersenyum. "Vi, dalaman apa yang sedang kau pakai?"
Wajah Viona kembali memerah ketika mendengarnya. Entah kenapa dia terpikir kejadian di restoran yang lalu, di mana Randika melihat dirinya tidak memakai celana dalam. Dalam sekejap, dia merasa seluruh tubuhnya menjadi panas.
"Vi, biarkan aku melihatnya." Randika sudah memeluk erat Viona dan tangannya sudah berenang melintasi tubuhnya.
"Aku…." Ketika Viona hendak membalas, bibirnya tiba-tiba dihalangi oleh bibir Randika! Dengan kedua lidah mereka berenang mengarungi mulut mereka, Viona merasa kepalanya melayang. Semua masalah dunia seakan menghilang dan Cuma ada sensasi nikmat yang masuk ke dalam otaknya.
Keduanya berciuman cukup lama dan ketika mereka sudah terpisah, Randika melihat Viona yang kehabisan napas itu sudah amat sangat terangsang.
Erotisme yang ditunjukan oleh ekspresi Viona itu membuat Randika semakin bernafsu. Dengan cepat, dia menggendong Viona dan membawanya keluar menuju kamar tidurnya.
Sekarang adalah event utamanya!
Viona merasa gugup namun di matanya hanya ada Randika sekarang dan di benaknya hanya ada kehangatan tubuh Randika yang mengalir ke dalam dirinya tadi.
"Vionaku yang cantik, biarkan aku melihat dalaman apa yang kau siapkan untuk diriku ini." Randika tersenyum dan memegang pinggang Viona dengan kedua tangannya dan berenang ke atas.
"Tidak mau." Suara Viona seperti suara anak kucing, lemah dan imut.
"Tenanglah, aku tidak akan ngapa-ngapain kamu kok. Aku hanya ingin melihat dalaman seperti apa yang kau pakai sehari-hari." Randika sudah seperti buaya darat dan Viona adalah sebuah kelinci putih yang polos, Viona tidak bisa lolos dari genggaman Randika.
Perlawanan Viona semakin kecil dan Randika mulai membuka bajunya itu. Perlahan namun pasti, pakaian dalam yang dipakai Viona semakin nampak.
Satu set pakaian dalam berwarna hitam dengan celana dalam bertali samping G-String, dewasa sekali pilihannya.
Mata Randika semakin bersinar terang ketika melihatnya. Khususnya setelah melihat kedua melon besar milik Viona itu, Randika sudah tidak sabar memainkannya.
Sayangku, betapa menawannya dirimu itu!!
Randika menelan air ludahnya. Meskipun kedua melon itu masih terbungkus, beha yang dipakai sepertinya tidak bisa menahan lebih lama lagi.
Viona sudah menutup matanya dan wajahnya sudah sangat merah. Randika sudah perlahan-lahan memainkan dadanya. Ah! Tangannya mulai masuk ke dalam behanya, sedikit lagi dia akan menemukan putingnya. Kiri sedikit, ah benar di situ!
Ketika Randika baru menemukan harta karunnya, tiba-tiba terdengar suara teriakan dari jauh.
"Tolong!"
Suara teriakan itu menembus dinding kamar, pintu yang tertutup rapat, dan masuk ke telinga mereka berdua.
Viona yang mendengarnya segera tersadar kembali. "Ran, ada suara perempuan berteriak!"
"Hmm? Mana? Aku tidak dengar apa-apa." Randika pura-pura bodoh, setiap kali keadaan mulai memanas dan intim seperti ini kenapa tiba-tiba selalu ada saja yang mengganggunya.
"Hahaha mungkin kau sudah berhalusinasi, sudah lupakan saja dan kita lanjutkan." Randika tertawa dan teriakan minta tolong kedua terdengar. Suara itu terdengar keras dan jelas.
Ya ampun, kenapa aku tidak boleh menikmati momen-momen seperti ini?
Randika sudah ingin menghantamkan tinjunya itu untuk melampiaskan kekesalannya.
"Ran, beneran ada suara orang teriak minta tolong." Viona langsung mendorong Randika. "Cepat tolong dia."
"Baiklah." Muka Randika benar-benar muram seperti orang yang kalah lotre. Viona tertawa dalam hati ketika melihatnya.