Ah! Kok istrinya ini bisa tahu modus yang dilakukannya?
"Benar, eh maksudku bukan! Bisa-bisanya kau berkata seperti itu? Aku hanya sedang menjelaskan saja bagaimana mengoleskan tabir surya yang benar pada kedua perempuan ini. Tidak ada maksud lainnya! Bukankah kita perlu membagi ilmu pada sesama?" Kata Randika sambil terbata-bata dan muka yang panik.
Inggrid mendengus dingin. Tanpa berkata apa-apa, dia pergi meninggalkan Randika begitu saja. Randika yang melihat hal itu menjadi panik.
"Ah maaf, aku harus pergi. Lain kali kita bisa berbicara lebih leluasa." Setelah pamit pada 2 perempuan cantik itu, Randika mengejar Inggrid.
"Ah sayang sekali kamu Nadine, orang itu sudah punya pasangan. Kau benar-benar terlambat." Perempuan yang di sebelah kiri tertawa.
"Siapa memangnya mau sama orang itu? Bukannya kamu sendiri yang mukanya mengharapkan laki-laki itu?" Nadine tidak mau kalah.
Keduanya lalu tertawa lebar.
Randika berhasil mengejar Inggrid. "Sayang, jangan cemburu begitu dong. Cantiknya hilang lho nanti."
"HAH? Siapa yang cemburu?" Muka Inggrid benar-benar dingin. "Terserah kamu ingin berbicara dengan siapa, itu semua tidak ada hubungannya denganku!"
"Aduh sayang jangan begitu dong. Mukamu sekarang menakutkan lho. Jujur tadi aku hanya mengajari mereka bagaimana caranya mengoleskan tabir surya, tidak lebih." Kata Randika sambil tersenyum.
"Oh ya? Cuma menjelaskan saja?" Inggrid menatap tajam Randika. "Bukankah kau mengoleskannya pada mereka?"
"Mereka sudah memakainya dari awal, ngapain coba aku mengoleskannya lagi?" Randika langsung menunjukan muka seriusnya. Untung Inggrid melihat dirinya yang sudah selesai mengoleskannya, kalau tidak bisa gawat!
"Kalau begitu, apakah kamu mau aku memakaikannya padamu? Aku jamin kau akan menikmatinya." Randika memeluk Inggrid dari belakang.
"Huh siapa memangnya yang mau memakainya?" Inggrid dengan cepat melepaskan diri. "Aku tidak butuh barang begituan."
"Sayang, jangan berbicara seperti itu." Randika menggenggam erat tangan istrinya itu. "Kalau kulitmu yang cantik ini menjadi hitam, itu tidak baik untuk tubuhmu. Coba kau perhatikan matahari di atas, benar-benar menyengat! Kalau kau tidak memakainya, bisa-bisa setelah kamu berjemur anak buahmu tidak akan mengenalimu!"
"Ayo sini, akan kubantu kamu memakainya." Randika menyeret Inggrid ke kursi pantai yang kosong.
Inggrid sama sekali tidak bisa melawan, jadi dia hanya terdiam sambil digandeng Randika menuju kursi pantai.
"Baiklah, sekarang kamu berbaring dengan tenang dan biarkan suamimu ini memanjakanmu dengan tekniknya." Randika menggosok-gosokan tangannya.
Inggrid menatapnya dengan dingin. "Memangnya kamu bawa tabir suryanya?"
Ah! Randika teringat bahwa dia sama sekali tidak membawa barang semacam itu. Kedua perempuan tadi yang meminjamkannya padanya.
"Jangan khawatir, aku akan mencarinya." Randika langsung berlari dengan cepat. Dia tidak boleh melewatkan kesempatan emas ini.
Namun, ketika Randika kembali ke tempat Inggrid, istrinya itu sudah tidak ada di sana.
"Padahal aku ingin bermesraan denganmu." Gumam Randika dengan muka muram.
..........
Orang-orang bermain hingga sore di pantai ini. Tentu saja Randika juga menikmati momen-momen indah ini dengan berbicara dengan banyak perempuan cantik. Pada saat itu juga, dia sempat mengoleskan tabir surya pada tubuh sexy Viona.
Inggrid sudah malas berhadapan dengan Randika. Dia mencari tempat yang sepi dan berjemur di sana sendirian. Kelvin dan teman-temannya menikmati liburan ini dengan maksimal.
Waktu berjalan dengan cepat, sekarang waktu sudah menunjukan pukul 4 sore dan semua orang sudah bersiap-siap kembali ke hotel. Inggrid sudah menyampaikan pada mereka semua bahwa mereka bisa pulang sendiri-sendiri. Karena ini bukan tur kelompok, mereka tidak perlu bersama-sama setiap waktu.
"Vi, ayo kita pulang." Randika mengajak Viona kembali ke hotel. Di lain sisi, Inggrid tiba-tiba mendekati Randika.
���Cepat masuk ke mobil, aku tunggu di sana." Kata Inggrid dengan wajah dingin.
Hei, hei, ternyata kamu masih cinta denganku. Dasar malu-malu kucing!
Sambil tersenyum, Randika segera menuju mobil Inggrid bersama dengan Viona. Mereka bertiga akhirnya berangkat menuju hotel mereka.
Hotel Oceana lumayan jauh dari tempat mereka sekarang, butuh 10 dengan mobil.
Karena ada sekretaris Inggrid bersama mereka, Randika dan Viona duduk di belakang bersama. Randika dan Viona sama-sama menikmati pemandangan tetapi mata Randika justru tertuju pada baju Viona yang basah dan menempel di dadanya itu.
Viona dan Inggrid memang bukan sembarangan, mereka berdua memang perempuan kelas atas. Baik dari wajah maupun tubuh, mereka mampu membuat pria manapun menelan air ludahnya. Untuk sifatnya, sifat malu-malu tapi mau milik Viona itu membuatnya imut. Sedangkan sifat dewasa dan keras milik Inggrid terdapat hati lembut di baliknya. Mereka berdua memang unik dengan cara mereka sendiri.
Ketika Randika menikmati pemandangan 'indah' itu, tiba-tiba mobilnya mengerem mendadak. Randika dan Viona yang tidak siap, hampir saja menabrak kursi depannya. Untung saja, Randika dengan cepat melindungi kepala Viona.
"Ada apa?" Randika bertanya pada Inggrid dengan nada cemas.
"Aku... Menabrak orang." Wajah Inggrid benar-benar menjadi buruk. Meskipun sambil membahas pekerjaan, matanya tidak pernah lepas dari jalan. Namun, tiba-tiba ada orang berlari menuju mobilnya dan terjatuh.
Menabrak?
Randika mengerutkan dahinya. Inggrid menyetir mobil ini pelan-pelan dan tidak ada suara tabrakan yang terdengar. Jelas bahwa ada hal yang aneh sedang terjadi.
Mobil-mobil belakang mereka sudah mengklakson tanpa henti dan orang yang mereka tabrak masih tergeletak di depan mobil mereka.
"Tunggulah di sini, aku akan turun sebentar." Inggrid tidak punya pilihan selain turun dan bertanggung jawab atas perbuatannya.
Randika meminta Viona dan sekretarisnya Inggrid untuk duduk dan jangan keluar dari mobil. Setelah itu Randika menyusul Inggrid.
Ketika dirinya turun, dia menemukan sudah banyak orang mengerumuni mobil mereka. Tepat di depan mobil mereka si korban masih tergeletak kesakitan.
Namun, ketika Randika memperhatikan mobil bagian depannya dia tertawa.
Karena orang ini tidak pandai menghitung jarak, dia maju perlahan mendekati mobil mereka sambil pura-pura kesakitan.
Benar-benar sandiwara yang murahan.
Melihat si pengemudi turun dari mobilnya, si korban makin keras menyuarakan kesakitannya.
"Ah! Sakit sekali! Tolong, aku akan mati!"
Suara yang keras dan bertenaga itu membuat orang-orang kasihan padanya.
Mereka tidak tahu siapa yang salah ataupun apa yang telah terjadi, tetapi bagi mereka kejadian seperti ini cukup menarik ditonton khususnya menentukan siapa yang salah.
"Kau yang menabrakku ya! Kalau punya mata itu dipakai dong, jangan dibuat pajangan. Sekarang aku minta ganti rugi sebagai tanda permintaan maafmu." Si korban meraung minta ganti rugi. Inggrid yang panik tidak bisa berpikir apa-apa.
"Serahkan padaku." Randika menarik tangan Inggrid dan mendatangi korban.
Mau memerasku hah? Mari kita lihat siapa yang lebih pintar bersandiwara.
"Aduh maaf ya, apa perlu kami membawamu ke rumah sakit?" Kata Randika sambil tersenyum.