Chapter 150: Kapan Kalian Akan Menikah?

Name:Legenda Dewa Harem Author:Lao_Ban69
"Rematik? Penyakit simpel begitu tidak perlu obat, kamu sudah lupa siapa aku?" Kata Randika sambil tersenyum.

Setelah mendengar Randika berkata seperti itu, Christina teringat penyakit dadanya itu telah disembuhkan oleh Randika. Belum lagi Randika pernah mengatakan bahwa dia menguasai pengobatan tradisional padanya.

"Uhuk." Randika berusaha memecahkan keheningan, suasana canggung ini tidak asyik baginya. Namun, mereka tetap berjalan tanpa berkata apa pun. Christina masih tidak berkata apa-apa, Randika sedikit kecewa dengannya. Sudah jelas umpan yang dia tabur itu sangat menggoda, tapi kenapa Christina belum memakannya?

"Kenapa? Kamu sedang sakit?" Christina yang tersadar dari pikirannya itu menatap cemas Randika.

Randika hanya menggelengkan kepalanya, dia hanya pura-pura batuk agar suasana tidak canggung saja.

"Aku benar-benar lupa kalau kamu ahli dalam pengobatan tradisional. Kalau bisa, apakah kamu bisa menengok ibuku itu?" Tanpa diduganya, Christina akhirnya mengambil umpannya.

"Jangan khawatir, serahkan semua itu padaku. Aku akan memastikan bahwa penyakit ibumu itu hilang tanpa bekas. Bahkan dia akan merasa lebih muda beberapa tahun." Randika nampak percaya diri.

"Kalau begitu, apakah kamu bisa melihatnya sekarang?"

.........…

Christina lalu membawa Randika ke rumah ibunya. Randika sedikit terkejut, ibunya Christina ini tidak tinggal di rumahnya yang berseberangan dengan Viona. Justru rumahnya berada di perumahan menengah ke atas.

"Ibumu tinggal sendirian?" Tanya Randika.

"Karena aku mengajar, aku butuh tempat yang dekat dengan sekolah agar aku tidak terlalu kecapekan. Rumah yang kamu lihat waktu itu hanya sewaan saja, rumah ibuku ini adalah rumahku yang sebenarnya."

Tak lama kemudian mereka tiba di rumah orang tuanya Christina.

Christina lalu mengambil kuncinya dan membuka pintunya.

"Ma, aku pulang."

Christina berteriak sekaligus meletakan barang bawaannya ke atas meja.

Randika yang masuk langsung menyapu seluruh ruangan itu dengan matanya. Ruangan tamunya ini cukup besar dan asri. Rumah berlantai 2 ini kurang lebih cukup luas, belum lagi ada piano yang besar di lantai bawah ini.

Randika dengan santai langsung duduk di sofa. Pada saat yang bersamaan, ibunya Christina, yang berumur sekitar 60 tahun, keluar dari dapur.

"Kok cepat sekali kamu pulangnya?"

Ibunya Christina tampak lebih muda dari orang seusianya, meskipun kerutan di wajahnya itu dia tutupi dengan make up dan rambut putihnya dia cat, mungkin orang-orang akan mengiranya dia baru di usianya 50 awal.

Saat dia keluar dari dapur, matanya tertuju pada anaknya. Namun, setelah itu dia melihat sesosok laki-laki sedang duduk di sofa. Dalam sekejap ibu ini langsung tersenyum lebar.

"Selamat siang tante." Kata Randika sambil berdiri.

Jangan-jangan dia…..

Christina langsung ingin menjelaskan alasan kedatangannya Randika. "Ma, ini adalah Randika. Dia ini…"

"Aduh ngapain coba kamu jelaskan? Mama sudah tahu siapa dia. Mama Cuma kaget saja kamu tidak bilang-bilang kalau pacarmu akan mengantarmu pulang." Ibunya Christina ini tiba-tiba menjadi bersemangat.

Selama ini putrinya ini selalu lajang bertahun-tahun sampai membuat dirinya cemas. Dua tahun lagi anaknya ini akan berkepala 3 dan masih belum punya calon suami. Tetapi sebagai ibu yang baik, dia tidak terlalu mencemaskannya.

Dan hari ini tiba-tiba anaknya membawa seorang laki-laki ke rumah, bagaimana mungkin dirinya tidak bersemangat?

Randika dan Christina terkejut ketika mendengarnya.

Pacar?

Kesalahpahaman ini benar-benar terjadi begitu cepat. Namun, Randika tidak bisa menahan tawanya sedangkan Christina terlihat malu karena ibunya ini. Melihat ibunya yang bersemangat itu, dia tidak tega mengatakan bahwa Randika bukanlah pacarnya.

Ibunya Christina ini terus menerus menilai Randika. Semakin dia memperhatikannya, semakin senang hatinya. Wajah Randika terlihat tegas, terlihat bahwa orang ini tidak takut sama apa pun. Terlebih postur tubuhnya yang tegap membuat dia terlihat kekar dan tampan. Mengingat sifat putrinya yang sedikit kasar, keduanya terlihat cocok.

"Ayo ngapain kamu terus berdiri? Ayo duduk, duduk." Randika lalu duduk kembali di sofa. Randika tidak masalah dengan sifat antusias ini tetapi Christina sedikit bingung harus bereaksi seperti apa. Ibunya ini sepertinya sudah tidak sabar memiliki cucu.

"Tintin, sudah sana ke dapur dan buat minuman. Ah, tante lupa. Orang semuda kalian tidak suka minum teh ya? Bagaimana kalau bir?" Ibunya Christina itu terus mengoceh tanpa membiarkan Randika membalasnya. Tanpa daya, Randika hanya bisa mengangguk.

Melihat ekspresi Christina itu, Randika bermaksud membantunya dengan mengatakan. "Permisi tante, hari ini aku…"

"Sudah, sudah, tante tahu kok maksud kedatanganmu ini." Ibunya Christina ini tersenyum. "Omong-omong sudah berapa lama hubungan kalian ini? Bagaimana ceritanya kalian bisa jadian? Umurmu berapa? Kerja di mana kamu? Kamu sudah beli rumah sama mobil sendiri belum? Tentu saja tidak masalah kalau kamu belum mampu membeli rumah atau mobil sendiri. Yang penting kamu sudah punya pekerjaan yang stabil sebelum kamu menikah. Terus kapan rencananya kalian akan menikah?"

Rentetan pertanyaan ini bagaikan senapan serbu, hal ini membuat Randika tidak mampu berkata apa-apa. Dia hanya bisa menatap tanpa daya pada Christina.

Tatapan mata Randika seakan-akan meminta maaf karena tidak bisa meladeni ibunya itu. Sepertinya ibunya Christina ini sudah tidak sabar melihat anaknya menikah.

Christina sendiri merasa sedikit bahagia, baru pertama kali ini dia melihat ekspresi Randika yang kewalahan.

Namun pada saat ini, ibunya Christina menyadari tas belanjaan yang banyak di atas meja.

"Nak, aku senang dengan idemu membawa hadiah saat pertama kali bertemu dengan mertua. Tetapi yang aku ingin lihat adalah kalian cepat menjalin hubungan ini secara resmi. Kapan kalian ingin mempunyai anak?" Tanyanya sambil tersenyum.

Melihat ekspresi senang ibunya Christina ini, Randika hanya bisa berkeringat dingin. Bukankah barusan dia ditanya kapan menikah? Kenapa sekarang melenceng jadi punya anak? Semua itu butuh proses dan aku bahkan belum pernah meraba Christina!

"Ma cukup…" Christina yang mendengar hal ini menjadi tersipu malu.

"Tintin, mama ini sudah takut kamu akan hidup sendirian dan sudah menunggu momen ini sejak lama. Biarkan mama menikmati momen ini."

"Ma, dia itu bukan pacarku." Kata Christina dengan wajah datar.

Mendengar kata-kata itu, ibu berusia 60 tahun ini merasa rambutnya makin putih.

Bukan pacarnya?

Melihat ekspresi bingung ibu ini, Randika juga berkata sambil tersenyum pahit. "Tante, kami ini hanya teman. Untuk saat ini hubungan kami tidak lebih dari itu."

"Oh.." Ibunya Christina ini sepertinya memahami maksud Randika. Dia lalu tersenyum sambil mengatakan. "Terus sampai kapan kalian ingin berteman? Anakku ini sedang tidak bersama siapa-siapa."

Kenapa tiba-tiba ibunya sepertinya menjual dirinya seperti itu?

Randika lumayan terkejut mendengarnya, ibu ini benar-benar gigih.

Christina sudah tidak tahan dengan sandiwara ini, dia lalu berteriak keras. "Ma, cukup! Jangan bahas itu lagi, dia ke sini untuk melihat penyakit rematikmu."

"Baiklah, baiklah, mama tidak akan membahasnya lagi. Mama cuma khawatir sama usiamu saja, umur 28 sudah waktunya untuk seorang perempuan menikah." Katanya sambil menghela napas.

"Namamu Randika ya? Penyakit rematikku ini sudah bertahun-tahun dan aku sudah memeriksakannya ke rumah sakit berkali-kali. Mereka hanya memberikan aku obat dan jujur saja tidak terlalu manjur. Tapi tante bingung, obat apa memangnya yang kamu punya?"

"Tante jangan khawatir, aku akan menyembuhkan tante." Kata Randika sambil tersenyum.

"Selama ini tante sudah berusaha mengobatinya dengan pergi keluar negeri dan bahkan ke orang-orang pintar. Penyakit itu memang hilang tapi lama-lama penyakit ini akan balik lagi. Jadi maafkan tante kalau tidak percaya dengan omonganmu itu."

"Lagipula anakku ini sudah membelikan obatku jadi kamu tidak usah repot-repot menolongku, dengan obat itu biasanya rasa sakitnya tidak terlalu terasa kok."

"Maaf aku tidak bisa mengindahkan anjuran tante itu. Aku sudah berjanji dengan temanku ini kalau aku akan menyembuhkanmu." Kata Randika dengan wajah penuh percaya diri. "Jangan khawatir, sekali aku mengobatinya maka penyakit rematik ini tidak akan pernah kembali."

"Sekali? Jangan bercanda seperti itu." Ibunya Christina ini menggelengkan kepalanya.

"Ma sudahlah, coba saja dulu. Kan tidak ada salahnya mencoba." Kata Christina dari samping.

"Baiklah kalau begitu." Jawab ibunya. "Bagaimana kamu akan mengobatiku?"

"Sebentar tante, aku akan memeriksa denyut nadimu dulu." Kata Randika sambil tersenyum.

Setelah memeriksanya, Randika berkata pada Christina. "Tolong ambilkan air hangat satu ember dan bawakan alkohol sama korek api."

Christina dengan sigap mengambilkan semua barang yang dibutuhkan Randika.

"Rematik itu bukan penyakit serius, tetapi rasa sakitnya itu luar biasa." Kata ibunya Christina ini. "Dan juga aku sudah tua."

"Ah tante masih muda gini." Randika lalu mengobrol sebentar sebelum akhirnya Christina membawakan semua barang yang dibutuhkan Randika.

Kemudian Randika menuangkan alkohol itu ke dalam air hangat dan mengambil korek api lalu menyalakan api di ember yang berisi air dan alkohol. Dalam sekejap, api menyala dengan kuat dan permukaan air itu penuh dengan api.

Randika lalu mengeluarkan jarum akupunturnya dan berkata pada Christina. "Tolong kamu angkat baju mamamu itu."

"Baik." Christina lalu mengangkat baju ibunya. Randika lalu mencelupkan tangan kanannya ke dalam ember, dia sepertinya mengambil api yang berkobar. Api tampak menyala kuat di telapak tangannya lalu dia dengan cepat menempelkannya pada pinggang si ibu.

Teknik ini mirip dengan bekam tetapi bedanya adalah Randika menggunakan telapak tangannya. Dan pada saat yang bersamaan, dia menyalurkan tenaga dalamnya itu ke dalam tubuh si ibu. Hasilnya akan jauh lebih besar daripada metode bekam biasa.

Ketika Randika menempelkan tangannya, ibunya Christina ini merasakan panas yang nyaman. Pada saat yang sama, dia merasakan sensasi ratusan semut yang menjalar dari pinggangnya itu ke seluruh tubuhnya.

Randika lalu mengangkat tangannya dan menusukan beberapa jarum ke titik akupuntur tertentu.

Seluruh jarum ini sudah mengandung tenaga dalam Randika dan sekarang mengalir dengan lembut.

Setelah merasakan jarum itu menancap di tubuhnya, ibunya Christina ini merasakan rematiknya mulai menghilang dan dia mulai bisa bergerak dengan bebas.

Perasaan ini benar-benar menyenangkan, bagaikan melihat matahari setelah musim salju.

Randika lalu mengulangi proses ini, dia kembali mengambil api dan kali ini menempelkannya di punggung. Setelah itu dia menusukannya dengan beberapa jarum lagi.

Waktu terus berjalan dan tanpa sadar pengobatan tradisional ini sudah lebih dari 5 menit. Akhirnya, jarum yang berada di punggung ibunya Christina ini tampak berhenti bekerja dan api di dalam ember juga ikut padam.

Setelah mendapatkan perawatan dari Randika ini, ibunya Christina merasa segar bugar. Dia merasa bisa jungkir balik sekarang. Melihat dari reaksinya, sepertinya penyakitnya ini benar-benar sudah hilang. Christina merasa lega melihat ibunya yang sudah tua itu sembuh.