Chapter 159: Konfrontasi

Name:Legenda Dewa Harem Author:Lao_Ban69
Di saat Randika menginjakan kakinya di halaman rumah bagian tengah, beberapa pembunuh sudah menarget Randika dari berbagai sisi! Serangan mereka benar-benar tidak mempunyai celah.

Cepat dan akurat!

Aura membunuh mereka sudah menyebar ketika mereka menunjukan diri mereka. Jika aura ini memiliki wujud, mungkin aura itu sudah menyelimuti dan mencekik Randika. Terlebih lagi, tim pembunuh dari keluarga Laibahas ini sudah menganggap membunuh adalah cemilan sehari-hari. Oleh karena itu, hari ini mereka akan makan di atas mayat para penyusup ini.

Para pembunuh ini sudah menutup jalur kabur Randika, jika penyusup ini orang biasa maka mereka sudah mengompol di tempat.

Tetapi, tiba-tiba tubuh Randika memancarkan aura membunuh yang jauh lebih kuat daripada gabungan para pembunuh tersebut. Bahkan langit bisa terguncang olehnya. Di bawah ancaman aura membunuh ini, para pembunuh itu berhenti menerjang Randika dan mengambil langkah mundur.

Bersembunyi di kegelapan, beberapa dari mereka merinding bahkan ada yang ingin kabur. Semua tatapan mata mereka tertuju pada Randika. Mereka harus mencari kesempatan emas untuk membunuh lawannya kali ini.

Tetapi, siapa penyusup ini sebenarnya?

Penyusup itu masih muda, namun kenapa aura membunuhnya begitu kuat?

Yang tidak mereka ketahui adalah penyusup ini adalah salah satu 12 Dewa Olimpus dengan kode nama Ares.

Ares sang Dewa Perang!

Dia pernah membunuh 1000 orang suruhan mafia Italia hanya dalam satu malam dengan bermodalkan tinjunya saja!

Randika kembali melangkah, sedangkan Indra terus mengikutinya. Ketika Randika mencapai tengah halaman, dia berhenti dan mengatakan. "Keluarlah."

Namun tidak ada respon sama sekali.

"Keluarlah atau akan kupaksa kalian keluar satu per satu." Kata Randika dengan nad dingin.

Kemudian dia menoleh ke arah bangunan yang ada di samping kirinya. Di lalu menatap tajam pada orang yang sedang menyatu dengan genteng. Merasakan tatapan tajam Randika, orang itu sudah tidak tahan dan melompat keluar. Dia mendarat tepat beberapa langkah di hadapan Randika.

Indra menatap orang yang tiba-tiba mendarat itu, orang itu adalah kakek-kakek jenggotan yang menatap Randika dan dirinya dengan tatapan tajam.

Randika tidak menatapnya balik, justru tatapannya jatuh pada gudang di samping kanannya. Di balik barang-barang yang bergeletakan itu, seorang laki-laki terlihat sedang bersembunyi.

Orang itu sudah merasa dirinya ketahuan, lalu sambil mengambil pedangnya dan menyusul temannya yang sudah menampakan dirinya.

Setelah itu Randika menoleh ke arah taman yang memiliki batu besar di antaranya. Dari balik batu tersebut muncul seorang kakek dengan tongkat jalannya. Matanya dipenuhi dengan keterkejutan.

"Satu lagi." Kata Randika dengan nada dingin.

Randika sama sekali tidak bergerak. Tangan kanannya tiba-tiba membentuk sebuah pistol dan menembakan tenaga dalamnya itu ke arah sebuah pintu rahasia yang tertutup oleh tanah di arah serong kanan belakangnya. Tenaga dalamnya itu dengan mudah mengenai sosok pembunuh yang ada di dalamnya. Tak lama kemudian pintu rahasia itu terbuka dan pembunuh tersebut berkumpul dengan temannya.

Total ada empat pembunuh!

Bisa dikatakan bahwa empat pembunuh ini adalah pertahanan terakhir dan terkuat dari keluarga Laibahas. Meski terlihat tua, kekuatan mereka bukan main-main.

Indra terlihat menggaruk-garuk kepalanya ketika melihat 4 penatua ini. Dia merasa bahwa dirinya lebih lemah daripada 4 kakek tersebut.

Keempat pembunuh ini menatap Randika yang berdiri diam, mereka sama-sama diam. Untuk sesaat, keenam orang ini hanya saling menatap.

Akhirnya, orang yang membawa tongkat jalan itu memecah keheningan. "Siapa kalian? Kenapa kalian menerobos tempat ini?"

Randika menjawabnya dengan santai. "Kalian tidak perlu tahu siapa apa, aku hanya datang untuk Inggrid."

Datang demi nona muda mereka?

Keempat orang ini langsung bertatap-tatapan.

Hari ini nona muda mereka mendadak pulang. Sekarang dia sedang diceramahi oleh tuan mereka. Menilai dari wajah nona muda mereka, seharusnya badai desar telah melanda keluarga ini. Jadi mereka masih ragu, apakah orang ini datang untuk membantu atau berbuat jahat pada nona muda mereka.

Untuk beberapa saat keempat orang ini hanya terdiam dan bertukar pandang. Akhirnya orang yang muncul dari dalam tanah itu mengatakan. "Tidak, kau tidak kami ijinkan bertemu dengan nona muda. Pergilah dan kembali ke tempatmu."

"Tidak ada yang bisa mencegahku." Kata Randika dengan santai.

"Kau bocah yang terlalu arogan."

Pembunuh yang ada di sebelah kiri marah ketika mendengar Randika. Pedang yang dipegangnya itu dia lemparkan menuju Randika! Ajaibnya pedang itu menjadi serangan pisau yang tak terhitung jumlahnya!

Bersamaan dengan serangan pisau tersebut, ketiga pembunuh lainnya juga bergerak. Salah satu dari mereka bergerak dengan posisi rendah, mengincar kaki Randika. Dia bermaksud membuat Randika melompat. Kedua pembunuh lainnya bergerak ke arah samping Randika, mereka bertugas menghalangi jalur kabur Randika.

Pria yang melemparkan pedangnya itu juga ikut menerjang ke arah Randika.

Pertarungan hidup dan mati dimulai!

Randika juga bergerak. Seluruh tubuhnya sudah dialiri oleh tenaga dalamnya khususnya tangan kanannya. Dengan tangannya itu, dia berhasil mengambil salah satu pisau yang melesat menuju dirinya dan menangkis seluruh pisau yang menuju dirinya. Namun, tangkisannya ini telah diaturnya agar melesat ke arah pembunuh yang mengincar kakinya!

Pembunuh itu mengerutkan dahinya dan langsung menghindar. Randika sudah menerjang maju dan bergerak ke arah pembunuh yang ada di kirinya. Kedua pembunuh yang lain masih berusaha menerjang.

Dengan tangan kirinya, Randika menangkis serangan tangan lawannya dan tangan kanannya berhasil menangkap pergelangan tangan lawannya.

Pembunuh itu terkejut, dia dengan cepat melayangkan pukulan sebelum dia diapa-apakan oleh Randika. Randika sendiri juga bereaksi dengan cepat, dia melepas genggamannya dan melayangkan pukulannya ke arah tinju lawannya. Kedua energi itu bertarung dengan ganas, tetapi pembunuh paruh baya ini tidak kuat menahan kekuatan Randika dan terpental.

Tetapi Randika terlihat tidak ingin melepas orang itu, dia mengejar lawannya yang terpental itu. Hal ini membuat pembunuh yang datang dari arah kanan bahagia, Randika mempunggungi dirinya. Dia dengan cepat mengangkat tangannya dan menghantam belakang kepala Randika.

Tetapi, pembunuh ini merasakan aura membunuh dari sudut mata Randika. Tatapannya yang super tajam itu memberikan rasa ngeri dan bahaya.

Pembunuh ini menggertakan giginya dan tetap meneruskan serangannya. Tetapi, Randika dengan sigap melompat dan mendarat di belakangnya.

Habis sudah!

Pembunuh ini terkejut, firasatnya tadi benar bahwa ini adalah jebakan.

Pada saat ini, semua sudah terlambat. Ketika pembunuh itu ingin bereaksi, tinju Randika sudah mendarat di dadanya dan kesadarannya langsung menghilang. Dia melayang jauh dengan mata yang terbelalak, muntahan darah dan suara tulang yang patah.

Sekarang tersisa satu pembunuh yang melempar pedangnya, dia sekarang sedang dihadang oleh Indra.

"Minggir!" Teriak pembunuh itu. Dia sudah menimbun momentum kecepatan dan menaikkan tinjunya. Tinjunya mengandung daya kekuatan yang dahsyat!

Muka Indra masih terlihat datar, dia sama sekali tidak berniat menghindarinya. Pembunuh itu melesat bagai panah dan menghantam perut Indra dengan kuat!

Indra tidak tinggal diam ketika dirinya diserang. Tanpa perlu mengeluarkan teknik ataupun menggeser kakinya, dia hanya mengangkat tangan kanannya.

Ternyata kedua tinju mereka saling berhadapan!

Kedua pukulan itu bertemu dan menghasilkan daya ledakan yang besar. Pembunuh itu sampai terpental beberapa meter dari tempatnya berdiri. Kekuatan mereka yang bertabrakan itu benar-benar dahsyat.

Tetapi, tatapan matanya terlihat ngeri dan ketakutan. Ketika dia melihat Indra, dia hanya berpindah setengah langkah ke belakang!

Orang gendut itu benar-benar kuat!

Di lain sisi, orang yang menghindar dari serangan pisau Randika sudah kembali menerjang Randika. Dia dibantu oleh temannya yang terluka pertama kali.

Kedua ini terlihat bagaikan seekor serigala yang menerjang, tetapi hal ini tetap tidak membuat takut Randika. Salah satu pembunuh itu mengeluarkan serangan telapaknya dan menghantamkannya ke dada Randika. Namun, yang tidak diketahui oleh Randika adalah terdapat panah beracun dari balik lengan panjang bajunya itu.

Untuk membuat Randika tidak melihatnya, pembunuh lainnya melompat ke atas untuk mengalihkan perhatian Randika. Serangan kombinasi sangat berguna untuk membereskan lawan yang sendirian.

Randika hanya menatap dingin mereka berdua, dia melakukan split dengan sempurna dan berhasil menghindari serangan mereka berdua. Dalam sekejap, Randika memutar tubuhnya di tanah dan berhasil berada di belakang mereka.

Tangannya berubah menjadi cakar dan menggenggam erat salah satu dari mereka. Tanpa memberi kesempatan, Randika langsung mematahkan kedua kaki lawannya itu.

Teriakan kesakitan segera menggema di telinga semua orang. Tetapi, orang ini masih berusaha membidik Randika. Namun di hadapan Randika serangan licik ini tidak berguna, Randika hanya menghindarinya dan mematahkan lengannya juga.

Meringkuk kesakitan di tanah, Randika menghabisinya dengan menendangnya hingga terpental.

Semua itu terjadi dengan cepat, saat temannya itu sudah mendarat dan menoleh ke belakang, dia sudah melihat temannya terluka parah dan amarahnya menjadi memuncak.

"Bajingan!"

Amarahnya sudah benar-benar di ambang batasnya, dia ingin menguliti Randika hidup-hidup.

Randika masih tetap berekspresi datar sambil mempertahankan postur menyerangnya. Tidak menunggu lama, akhirnya mereka berdua saling menerjang satu sama lain.

Tetapi, tiba-tiba Randika merasa malas dan membiarkan lawannya berlari ke arahnya. Mereka berdua bertukar pukulan dan Randika berhasil menangkis semunya. Di suatu titik, Randika melihat celah dan berhasil menghantam dada lawannya. Pembunuh itu dengan cepat tersungkur di tanah.

Randika lalu menatap Indra. Adik seperguruannya itu ternyata berhasil mendominasi dengan mudah. Setelah bertukar pukulan sebanyak 3x, lawannya itu sudah tidak kuat lagi. Tetapi Indra masih merasa darahnya mendidih dan mengharapkan pertarungan yang lebih sengit.

"Ayo berdiri!"

Indra benar-benar haus darah. Dia berlari dengan perut besarnya itu dan menghantam ke bawah. Pembunuh itu harus menghindarinya atau dia akan terbunuh olehnya. Mereka lalu kejar-kejaran beberapa waktu.

"Kau ngaku laki? Jangan menghindar dan hadapi aku." Teriak Indra sambil mengejar.

Randika tidak peduli dan berjalan menuju gedung rumah. Tetapi pada saat ini beberapa petugas keamanan telah tiba.

Mereka semua terkejut, keempat pembunuh andalan keluarga Laibahas telah tergeletak dan salah satu dari mereka lari ketakutan sambil dikejar seekor gajah. Kemudian mereka menatap Randika yang memasang ekspresi dingin.

Bagaimana mungkin penyusup ini bisa menang?

Melihat Randika yang melangkah maju, semua orang tanpa sadar mengambil langkah mundur.

Tidak ada yang berani menghalanginya!