Tetapi semua usaha para polisi itu benar-benar terlambat. Randika memilih mobil di barisan paling belakang karena dia bisa kabur dengan cepat, sedangkan para polisi itu masih ada yang sibuk menembak ataupun menunggu perintah dari atasan mereka. Jadi Randika memiliki awal yang bagus dan mobilnya melaju kencang, meninggalkan para polisi itu. Dia juga tidak segan-segan menabrak mobil yang berusaha mencegatnya.
Para polisi akhirnya sudah masuk ke mobil mereka masing-masing, aksi kejar-kejaran telah dimulai!
Mobil polisi di paling depan melaju kencang dan meliuk-liuk sedangkan mobil polisi lainnya berusaha mengejar ketertinggalan mereka, hal ini cukup membuat masyarakat pada bingung. Randika mengendarai mobilnya dengan wajah serius dan tangannya memegang erat kemudinya. Bahkan mobil polisi pun bisa dia ubah menjadi mobil balap.
Benar-benar cepat, lincah dan tidak kenal takut.
"November 89 ke markas, November 89 ke markas, kami sedang mengejar tersangka. Kirim bantuan ke jalan Ibara dan tutup jalannya."
"Dimengerti November 89, bantuan segera datang."
Pemimpin dari unit ini telah mengontak markas untuk meminta bantuan sambil unitnya terus membuntuti Randika dari belakang. Meski merasa malu karena target berhasil kabur, fokus utama mereka adalah menangkapnya jadi mengepungnya dari depan adalah langkah paling tepat.
Randika mengerutkan dahinya, prioritas utamanya adalah lepas dari kejaran para polisi kalau tidak maka dia tidak akan pernah bisa menyelidiki markas barunya itu.
Ketika mobil Randika melaju dengan cepat menuju perempatan, dari arah kiri dan kanannya sudah terlihat mobil polisi yang siap menabraknya dari samping.
Randika menyadari ini lebih awal dan menyebarkan tenaga dalamnya. Tiba-tiba, mobilnya menjadi menggila dan suara mesinnya jauh lebih keras. Pada saat mobil polisi itu hendak menabraknya dari samping, Randika berhasil melaju di tengah-tengah mereka.
Alhasil, kedua mobil polisi itu saling menabrak dan membuat jalanan tertutup total.
Pada saat ini jarak antara Randika dan mobil para polisi semakin jauh dan jauh.
"BAJINGAN!" Pemimpin unit polisi ini merasa kesal dengan bawahannya yang tidak kompeten itu.
Meskipun mereka mengejar sekarang, jarak mereka sudah terlalu jauh dan menyingkirkan dua mobil yang ringsek itu juga bukanlah hal yang mudah.
Harapan satu-satunya adalah bantuan yang dikirim markas atau target mereka akan kabur.
Pada saat ini, HT miliknya tiba-tiba berbunyi. "Masuk November 89, target berhasil lolos dari pengepungan."
Pemimpin unit itu membanting HT miliknya.
Setengah jam kemudian, mereka semua berkumpul di samping sungai. Pemimpin unit itu mengerutkan dahinya ketika mendengar laporan dari bawahannya.
"Jadi maksudmu orang itu lepas kendali dan jatuh ke dalam sungai?"
Dia melihat mobil polisi yang mengapung di tengah sungai. Saat ini dia tidak punya pilihan selain menyuruh anak buahnya menyelidikinya dan kembali ke markas.
Sedangkan Randika, dia sudah berada di sebuah rumah tak berpenghuni.
"Bulan Kegelapan sepertinya sudah menguasai Jepang, jika aku tidak menyusun siasat bisa-bisa berikutnya aku tidak seberuntung ini." Randika berpikir sambil mengeluarkan jarum akupunturnya.
Jarum tersebut dia tusukan di wajahnya! Ajaibnya, lama kelamaan wajah Randika berubah sedikit demi sedikit.
Setelah beberapa saat, penampilan Randika benar-benar berubah total. Kecuali rambutnya, wajahnya berubah seperti orang Eropa.
Namun, keajaiban ini tidak bisa berlangsung lama jadi dirinya harus berhati-hati.
Setelah selesai berubah, dia mengambil kembali jarumnya dan berjalan menuju pusat kota.
......
Malam hari di Tokyo benar-benar seperti karnaval, lampu-lampu di jalan benar-benar terang. Banyak perempuan cantik yang berkeliaran di ibukota Jepang ini.
Sejujurnya, baik di dalam negeri maupun di luar, trik mendapatkan perempuan berawal dari keberanian. Tidak peduli kau kaya atau tidak, ganteng atau tidak, yang diperlukan pertama adalah keberanian untuk mengawali pembicaraan. Bahkan, aslinya perempuan itu ingin dikejar.
Azumi Bar.
Bar ini terdapat di bagian selatan kota Tokyo, bangunan ini sudah cukup tua. Terlebih, pemilik dari tempat bar ini adalah perempuan.
Perempuan yang memiliki bar bukanlah perempuan sembarangan.
Di sini kita bisa mendapatkan narkoba ataupun jasa hubungan badan. Bahkan, jika kita tidak punya malu kita bahkan bisa bercumbu di belakang parkiran.
Azumi Bar mempunyai bagian hitam dan putihnya. Bagi siapapun yang berani berulah maka mereka akan dihajar dan dibuat cacat sehingga tidak bisa datang kembali. Bisa dikatakan bahwa polisi sama sekali tidak mengurus kejadian yang terjadi di bar ini dan bahkan mereka sudah dibayar agar tidak ikut campur. Oleh karena itu, Azumi Bar benar-benar tempat spesial di Tokyo.
Tentu saja, jika kita tidak mengenal Tokyo maka kita tidak akan mengenal Azumi Bar.
Berjalan masuk ke dalam bar, suara musik yang keras dapat terdengar hingga luar. Di lantai dansa, semua orang berdansa dengan liar dan para perempuan berpakaian sexy dan longgar. Di sudut-sudut bar, terlihat ada beberapa pengawal berbadan kekar.
Bartender di bar ini sibuk melayani tamu-tamu yang mabuk ini dan akhirnya dia memiliki kesempatan untuk menarik napas ketika semua orang sibuk berdansa.
Namun, seseorang tiba-tiba duduk di depannya.
"Satu Frost bir." Kata pria tersebut.
Bartender tersebut mengambilkan botol birnya dari kulkas dan menyerahkannya pada pria tersebut.
Ketika dia hendak pergi, kata-kata pria tersebut membuatnya berhenti berjalan.
"Aku mencari nona Azumi." Kata pria itu dengan suara pelan.
Bartender itu menoleh dengan wajah terkejut.
"Siapa kamu?" Terlihat bahwa bartender itu menjadi waspada.
"Kau tidak perlu mengerti siapa aku, aku cuma ingin bertemu dengan Azumi." Pria tersebut memakai topi jadi si bartender tidak bisa melihat muka orang itu dengan jelas.
"Nona Azumi tidak ada di sini, bahkan jika dia ada, aku ragu kau bisa menemuinya." Bartender itu mulai menggosok gelasnya dengan kain bersih. "Nona Azumi beda dengan kita, dia selalu sibuk."
"Jika kau memberitahu namaku, aku yakin dia sendiri yang akan datang untuk menemuiku."
Apa?
Secercah rasa tidak percaya melintas di tatapan mata si bartender. Memangnya siapa orang ini?
Pada saat ini, dua pengawal berbadan besar menghampiri mereka. Si bartender lah yang memanggil mereka dan dia memberikan sinyal pada mereka.
Kedua pengawal ini mengangguk dan berdiri di samping Randika.
"Maaf aku tidak bisa melakukannya. Kau harus minta tolong pada mereka berdua." Kata si bartender.
Si bartender lalu mengambil uang yang Randika taruh di atas mejanya dan pergi. Pada saat ini, salah satu pengawal tersebut berkata pada Randika.
"Kau ingin bertemu dengan nona Azumi?" Orang berbadan kekar ini duduk di samping Randika dan menatapnya dengan seksama.
Untungnya Randika sempat belajar Bahasa Jepang ketika dia masih bersama Yuna jadi dia mengerti apa yang dimaksud oleh orang ini. Tetapi, dia sama sekali menghiraukannya dan menegak birnya.
Pengawal tersebut mengerutkan dahinya. "Apa maumu?"
"Bawa dia kemari." Kata Randika dengan santai.
Kedua pengawal ini saling menatap satu sama lain dan mendengus dingin.
"Nona Azumi bukan perempuan murahan yang kau bayangkan." Pengawal tersebut tertawa. "Kalau kau terus bercanda seperti ini, maka aku terpaksa mengusirmu keluar."
Pengawal tersebut hendak mengambil botol birnya Randika dan ingin melemparnya untuk menakut-nakutinya, tetapi saat tangannya hendak meraih, tangannya telah digenggam erat oleh Randika dan sama sekali tidak bisa bergerak.
Orang ini terkejut dan hendak melepaskan diri tetapi tangannya sama sekali tidak bisa bergerak. Mau sekeras apa pun dia berusaha, dia sama sekali tidak bisa menggerakannya.
"Jangan pernah menyentuh barang milik orang lain sembarangan, tanganmu bisa hilang." Kata Randika dengan suara pelan. Kemudian dia melepaskan genggamannya dan pengawal itu mengambil langkah mundur beberapa langkah.
Pada saat ini, tatapan kedua pengawal itu berubah menjadi serius.
Pengawal yang tangannya kesakitan itu berkata dengan nada serius. "Buat apa kau ingin bertemu dengan nona Azumi?"
"Kalian tidak perlu tahu." Kata Randika dengan santai.
"Kau sudah sinting, kau tidak tahu hukum apa yang berlaku di sini." Pengawal itu mendengus dingin. "Aku akan menghajarmu atas nama nona Azumi!"
"Ikan teri macam kalian tidak bisa apa-apa." Kata Randika. Dari awal hingga akhir, Randika sama sekali tidak menggerakan kepalanya dan memegangi botol birnya dengan santai.
Pada saat ini, pengawal tersebut sudah mengepalkan tangannya dan melayangkan tinjunya. Randika sama sekali tidak menoleh, dia hanya mengangkat tangan kanannya dan menghentikan pukulan lawannya itu di tengah udara. Dia hanya mendorong orang itu hingga beberapa langkah.
Randika akhirnya meletakan botolnya dan menoleh ke arah si pengawal sambil berwajah sinis.
Si pengawal itu makin marah ketika melihat wajah Randika yang seperti itu.
Randika masih duduk di kursinya, dia lalu mengulurkan tangan kanannya dan memberi sinyal pada lawannya itu untuk menyerangnya. Kedua pengawal tersebut menerjang maju dari kedua sisinya. Mereka berdua sudah melayangkan tinjunya.
Namun, Randika yang sudah menyebarkan tenaga dalamnya itu masih bersikap tenang. Dua lawan satu bukanlah hal yang merepotkan baginya.
SI bartender sudah berdoa dalam hati untuk pengunjungnya itu. Tetapi apa yang terjadi berikutnya benar-benar di luar dugaannya.