Chapter 206: Harga Sebuah Informasi

Name:Legenda Dewa Harem Author:Lao_Ban69
Randika dengan cepat keluar dari kamar tidur Kaori melalui jendela. Keadaannya sudah jauh lebih baik dan kekuatan misterius dalam tubuhnya sudah berhasil ditekannya dengan sempurna. Rasa sakitnya itu benar-benar tidak terbayangkan, jika dia mengalaminya lagi sekarang bisa-bisa dia memilih untuk mati saja.

Ketika Randika kembali menuju Azumi bar, dia menyadari bahwa bar itu telah tutup. Namun, terdapat beberapa lubang di dinding samping, jelas ini merupakan saksi bisu dari pertarungannya dengan 5 ahli bela diri.

Sambil meregangkan tubuhnya, Randika masuk dari lubang yang hanya ditutupi kain tersebut. Suara kakinya benar-benar menggema di ruangan yang sepi ini.

Mendengar suara langkah kaki itu, seorang pengawal berbadan besar turun dari lantai atas untuk melihat. Awalnya dia sudah siap mengusir siapapun yang datang itu, tetapi ketika dia melihat sosok Randika, tenggorokannya menjadi kering dan nyalinya menciut bagaikan ikan teri.

Siapa memangnya yang berani melawan Randika setelah dia menghajar 5 ahli bela diri dunia sekaligus? Bahkan aksi pembantaian tersebut dilakukan di depan mata kepalanya sendiri, bahkan jika dirinya ada seribu pun rasanya dia tetap kalah.

"Mana Azumi?" Tanya Randika dengan nada santai.

"Nona Azumi ada di atas." Jawab pengawal tersebut dengan cepat.

Randika berjalan melewati bar dan lantai dansa, tempat ini benar-benar berantakan. Sepertinya pertarungannya sebelumnya itu membuat tempat ini menjadi hancur berantakan sehingga bar ini tidak bisa beroperasi dengan normal jadi mereka harus memperbaikinya terlebih dahulu.

Bar yang tidak ada musiknya ini benar-benar membuat suasana menjadi sepi. Randika lalu duduk di kursi bar dan berkata pada Akira si bartender, "Satu gelas wine."

Melihat bahwa Ares sang Dewa Perang meminta minum, Akira melayaninya dengan sepenuh hati.

Ketika Randika hendak meminum winenya, terdengar suara lemas dari belakangnya. "Jangan minum wine murahan itu, cobalah minum punyaku ini. Umur wine ini sudah 80 tahun dan aku menyimpannya untuk momen terpurukku."

Azumi menghampiri Randika dan menyerahkan gelas winenya pada Randika, dia sendiri meminum wine yang disajikan Akira. Setelah menegak habis, Azumi berkata pada para pengawalnya. "Kerja lebih cepat, jika barku ini tidak bisa beroperasi dengan benar besok, aku akan menendang kalian semua keluar."

Randika menyesap wine yang diberikan Azumi dan langsung menghabisinya setelah mengetahui rasanya yang nikmat.

"Kenapa kamu kembali ke sini?" Azumi mengeluarkan cerutu miliknya. Sambil dibantu Randika, dia menghisap dan mengeluarkan asap yang pekat.

"Tidak perlu kusebut kamu juga pasti sudah tahu." Kata Randika dengan nada santai. Akira terlihat mengisi gelas wine miliknya.

"Bahkan jika aku tahu, aku tidak bisa memberitahukannya padamu. Itu bukan gayaku melakukan bisnis. Jika aku mulai berpihak pada salah satu kekuatan, maka nyawaku dan hartaku akan terancam." Azumi menghembuskan asap cerutunya dan duduk di samping Randika. "Terlebih, kamu baru saja membuat barku ini hancur berantakan dan sama sekali tidak membayar kerugiannya. Apa kamu kira aku ingin bertukar informasi dengan orang tidak sopan seperti itu?"

Ketika Akira menuangkan winenya, tangan Randika menyuruhnya untuk berhenti menuang. "Sejak kapan nona Azumi yang kukenal menjadi pengecut seperti ini?"

"Lebih baik aku diam dan mengunci mulutku apabila menghadapi orang-orang sepertimu." Sambil menghisap cerutunya, Azumi menghela napas. "Tapi memang Bulan Kegelapan menghancurkan barku dan tidak mengganti kerugianku. Jadi kalau kamu memberiku uang yang cukup, aku tidak keberatan memberikan informasi yang kamu mau. Kalau tidak ada uang maka jangan harap aku akan membantumu."

Randika menatap Azumi dengan tatapan tidak berdaya. "Berapa hargamu?"

"Hargaku adalah…" Azumi tiba-tiba berdiri dan menghembuskan asap cerutunya pada wajah Randika.

"Hargaku adalah kamu."

Randika menoleh dan tersenyum. "Aku?"

"Aku hanya ingin tidur bersamamu." Wajah Azumi sudah tersenyum nakal.

Tidur dengan dirinya?

Jika pria yang mengajak perempuan untuk berhubungan badan mungkin hal ini terlihat normal, tetapi perempuan yang mengajak pria? Hal ini jarang terjadi apalagi Azumi benar-benar bukan perempuan sembarangan.

Mengingat-ingat betapa jantan dan gagahnya Randika ketika bertarung dengan kelima ahli bela diri itu, air liur Azumi nampak menetes. Dia lalu mengatakan. "Aku belum pernah tidur dengan salah satu 12 Dewa Olimpus, aku yakin Ares sang Dewa Perang berbeda dengan laki-laki yang pernah kutiduri bukan?"

Di balik penampilannya, sepertinya Azumi merupakan perempuan yang cukup mesum dan suka berhubungan badan. Randika hanya tersenyum padanya. "Kamu ingin tidur denganku? Baiklah, aku sendiri penasaran apakah kamu akan pingsan di tengah hubungan kita atau tidak."

Azumi menatap Randika dan Randika menatap Azumi. Keduanya sama sekali tidak berbicara untuk beberapa saat. Keduanya memiliki senyuman nakal di wajah mereka masing-masing. Akira hanya mengelap gelasnya dengan setenang mungkin, tidak berani menyuarakan pendapatnya.

"Benar-benar menarik." Azumi kembali menghisap cerutunya dan menghembuskannya di wajah Randika.

Randika sendiri langsung mengulurkan tangannya dan meremas pantat milik Azumi. "Aku sudah tidak sabar, bagaimana kalau kita melakukannya sekarang?" Randika sendiri sudah tergoda melakukannya ketika dia bertemu dengan Azumi setelah sekian lama, dia tidak keberatan dengan cinta satu malam ini.

Namun pada saat ini, Azumi perlahan melepaskan genggaman Randika dan berkata dengan nada serius. "Informasi apa yang kamu inginkan? Kalau kamu ingin mengetahui di mana Bulan Kegelapan berada, aku bisa mencarikannya untukmu. Tetapi harganya jadi berbeda."

Randika lalu duduk kembali dan tersenyum. "Bukannya kamu tadi mengatakan lebih baik diam dan tidak memihak pihak manapun?"

"Pada satu waktu, Bulan Kegelapan pasti akan berusaha menjatuhkan diriku. Kamu kira aku akan berdiam diri begitu saja?" Azumi tersenyum. Tetapi Randika tahu di balik kata-kata tersebut, Azumi tidak akan menjual informasi itu dengan murah. Dia pasti meminta harga yang setinggi langit dan kabur dari negara ini.

"Kalau begitu di mana orang-orangku?" Randika menatap Azumi dengan tatapan serius.

Langkah pertama yang dia perlukan untuk melawan Bulan Kegelapan adalah bantuan anak buahnya. Selama anak buahnya yang berada di istana dunia bawah tanah itu masih selamat, seharusnya menaklukan Bulan Kegelapan adalah hal yang mudah.

Istana dunia bawah tanah tidak lain adalah markas barunya. Pada awal sekali ketika Bulan Kegelapan dan Harimau berkhianat, markasnya disebut benteng tidak tertembus bahkan oleh serangan gabungan negara adidaya. Namun berkat pengkhianatan Bulan Kegelapan dan Harimau, Randika harus memindahkan markasnya demi membuat ramuan X.

Terlebih lagi, anak buahnya yang mengikutinya itu adalah pilihannya jadi mereka tidak akan mati begitu mudah.

Azumi tertawa. "Sepertinya aku harus menaikan hargaku."

Randika hanya tersenyum dan tidak membalas.

Setelah menghisap cerutunya sekali lagi, Azumi menyesap wine miliknya dan berkata dengan nada santai. "Apa kamu tahu Penjara Shinra?"

Penjara Shinra adalah penjara rahasia yang biasanya berisikan mata-mata negara asing di Tokyo. Keamanannya benar-benar ketat, dapat dibandingkan dengan kakaknya yaitu penjara Fuchu yang sama-sama berada di Tokyo. Tetapi karena ingin mengorek informasi dari para mata-mata tersebut, keberadaan penjara Shinra benar-benar dijaga ketat dan lapisan pertahanannya benar-benar layak dikatakan sebagai nomor satu di dunia.

Randika mengangguk. "Aku tahu tempat itu, sepertinya polisi sudah menjadi anjingnya."

"Bukan hanya polisi, kekuasaan Bulan Kegelapan di negara ini sudah hampir mutlak." Azumi tersenyum. "Anak buahmu semuanya ada di penjara itu."

"Tetapi untuk jumlahnya aku kurang tahu." Azumi kembali menghisap cerutunya. "Sejujurnya, banyak anak buahmu yang melarikan diri begitu tempatmu jatuh. Yang tidak bisa melarikan diri seharusnya sudah kebanyakan menjadi mayat."

Randika tersenyum. "Aku tahu kekuatan anak buahku, mereka tidak akan mati begitu mudah."

Menatap Randika, Azumi juga ikut tersenyum. "Sayangnya aku tidak bisa memastikan di mana sel mereka berada. Aku sedang sibuk dengan barku ini jadi kamu harus mencari mereka sendiri."

Randika berdiri. "Baiklah kalau begitu. Ah! Apa tidak apa-apa bagiku untuk meninggalkan pesan di tempatmu ini?"

"Asalkan kamu tidak merusak tempatku." Kata Azumi sambil mengangguk.

Randika lalu mengulurkan kedua jarinya dan mulai menggambar di dinding bar.