Pada akhirnya, Randika berhasil mencatat rekor baru yaitu 9500. Kalau saja bukan karena campur tangan seorang staff, rekor itu pasti jauh lebih tinggi lagi. Jika rekor poin ini terlalu tinggi, maka orang-orang tidak akan tertarik untuk memainkan permainan ini. Skor yang dikiranya mampu dijangkau oleh orang-orang juga merupakan strategi pemasaran.
Dan pada saat yang sama, para staff setuju untuk memberikan kompensasi pada Randika berupa poin power card bernilai 500 ribu.
Hadiah seperti ini tidak disangka-sangka oleh Randika. Tetapi karena sudah kelelahan gara-gara dari tadi terus melempar, dia tidak berniat menghabiskan uang digital itu hari ini.
Setelah mendapatkan hadiahnya, Randika menghampiri Hannah dan Stella sambil tersenyum.
"Mungkin kak Randika jago bermain basket, jadi kemenangan itu tidak dihitung! Kita selesaikan pertarungan kita di permainan yang lain!" Hannah langsung menyeret Randika ke permainan yang lain.
Mesin di game center milik mall ini benar-benar banyak dan bervariatif, kali ini mata kedua perempuan itu terpaku di sebuah dance machine.
Permainan ini sebenarnya cukup sederhana. Permainan ini memadukan musik, gerakan, arah dan penglihatan. Pada dasarnya, permainan ini terdiri dari pemain, alas dansa (dance pad) dan sebuah layar. Di atas alas dansa, ada 8 tombol yang diinjak oleh kaki si pemain. Pemain diminta untuk menginjak tombol yang sesuai dengan panah-panah yang muncul di layar. Panah-panah ini muncul dari bawah layar dan bergulir ke atas menuju panah pemandu yang biasa disebut step zone arrow. Terlebih, jika kita memilih lagu dengan tingkatan sulit, panah-panah itu akan bergerak jauh lebih cepat dan lebih banyak. Jadi ketepatan waktu dan kelincahan pemain sangat penting dalam permainan ini.
Mesin ini juga bisa dimainkan oleh 2 orang, oleh karena itu Hannah dan Stella dengan semangat memilih lagu yang mereka suka.
Randika hanya duduk sambil memperhatikan. Bisa dikatakan bahwa Hannah dan Stella merupakan perempuan yang bersemangat dan cukup langsing, jadi mereka bisa mengikuti irama lagu dengan baik. Apabila dibandingkan dengan permainan basket tadi, mereka jauh lebih baik di dance machine ini.
Dengan semakin banyaknya panah yang muncul, keduanya mulai serius menginjak alas dansa mereka.
Hannah dan Stella sepertinya mempunyai bakat menari, kelincahan mereka juga sangat membantu mereka dalam permainan ini.
Keduanya larut dalam permainan ini hingga tidak memperhatikan sekelilingnya, orang-orang sudah berkumpul karena tertarik dengan kemolekan tubuh mereka berdua.
Kedua perempuan cantik menari dengan semangat, dan salah satunya berdada besar, benar-benar menggoda!
Hannah dan Stella terus menari dengan intens, orang-orang yang berkumpul juga makin banyak. Kebanyakan dari mereka adalah laki-laki. Beberapa dari mereka sudah berniat untuk mengajak ngobrol kedua perempuan cantik itu ketika mereka sudah selesai.
Pada saat ini, sekelompok berandalan dengan tato memenuhi tubuh mereka berjalan dengan arogan. Mereka sengaja menabrak dan membentak siapapun yang berani melawan. Mereka adalah Anonim, penguasa dari game center ini.
Pada saat ini, seseorang dari mereka melihat Hannah dan matanya langsung terpaku.
"Kak, coba kakak lihat perempuan itu."
Beberapa orang langsung menoleh dan melihat ke arah dance machine. Semua mata mereka langsung berbinar-binar.
"Karena mereka suka berdansa, aku rasa mereka juga pasti suka menggoyangkan pinggang mereka di kasur. Sepertinya malam ini kita akan bersenang-senang." Mata dari pemimpin mereka yaitu Wilson sudah terkunci pada sosok Hannah dan Stella.
Tidak lama kemudian Hannah dan Stella telah menyelesaikan permainan mereka dan turun dari mesin. Para berandalan itu segera berjalan menghampiri mereka sambil mendorong para kerumunan.
"Oi, minggir!"
Orang-orang ingin melawan tetapi setelah mereka tahu itu adalah Anonim, mereka tidak berani melawan dan memberikan jalan.
"Hei, bagaimana kalau kita bermain bersama setelah ini?" Wilson langsung menghampiri Hannah dan Stella yang sedang duduk sambil mengatur kembali napas mereka.
Hannah menatap para berandalan itu dan mengerutkan dahinya. "Siapa memangnya yang mau sama kalian? Pergi sana dan jangan ganggu kita."
"Wah, wah, ternyata kamu berani juga. Aku suka itu." Wilson dan beberapa temannya tertawa. "Kalian berdua tidak akan pergi sebelum bisa memuaskan kami semua."
Pada saat ini, tangan Wilson sudah menangkap dagu Hannah.
Namun, sebuah tangan nampaknya berhasil menangkap tangan Wilson.
Wilson ingin mengambil kembali tangannya tetapi dia sadar bahwa dia tidak bisa melawan sama sekali. Ketika dia menoleh, dia melihat wajah Randika yang terlihat kesal.
"Apa? Kau ingin mati di sini?" Wilson memasang wajah bengisnya, teman-temannya dengan cepat mengepung Randika. Tidak ada orang yang pernah lolos ketika berurusan dengan Anonim.
Hannah dan Stella segera berdiri di belakang Randika. Lagipula, Hannah sudah memahami kekuatan Randika. Berandalan muda seperti ini jelas bukan lawan kakak iparnya.
Ketika melihat pria itu melindungi kedua mangsanya, semua berandalan itu tertawa. "Hahaha, kalian kira pria macam ini bisa menghentikan kami?"
"Sepertinya orang ini tidak tahu siapa kita."
"Sebenarnya aku tidak mau bertindak kasar di depan perempuan, tetapi hari ini aku membuat pengecualian." Salah satu berandalan menghela napasnya, dia tahu bahwa tindakan kekerasan ini membuat perempuan membenci dirinya.
Randika lalu membalas bacotan mereka semua dengan santai. "Pergilah sebelum aku marah."
"Oh? Kau kira bisa memukul kami? Apa kau mau mencobanya?" Wilson mendekatkan pipinya ke Randika, teman-temannya sudah pada tertawa. Mereka telah berkuasa di tempat ini lebih dari setahun, tidak ada lawan yang bisa menggoyahkan posisi mereka.
Namun, tiba-tiba Wilson menerima sebuah pukulan tepat di hidungnya. Karena masih sibuk tertawa, Wilson tidak bisa menghindar dan hidungnya meneteskan darah.
Wilson merasa pusing sambil terus memegangi hidungnya, darah terus mengucur tanpa henti.
Wilson yang belum pernah terluka selama berkelahi itu menjadi marah, teman-temannya juga ikut marah. "Mati kau bocah!"
Wilson segera mengeluarkan pisau yang dia sembunyikan di sepatunya. Namun sebelum dia bisa mengayunkannya, Randika memukul kembali hidungnya. Hal ini membuat Wilson melangkah mundur dengan terhuyung-huyung.
Randika masih berwajah tenang. Ketika bertarung dengan senjata tajam, ketenangan adalah salah satu kunci.
Randika menguap dan meregangkan tangannya ketika teman-teman Wilson menerjang ke arahnnya. Randika memberi mereka masing-masing sebuah pukulan.
Tak lama kemudian, keenam orang itu terkapar kesakitan di lantai. Ketika orang terakhir yang hendak menerjang Randika itu melihat teman-temannya terkapar, dia berhenti dan tidak tahu harus berbuat apa.
Melihat Randika yang menghampirinya, orang itu ketakutan dan meminta ampun lalu berlari meninggalkan kelompoknya.
Randika lalu berbalik dan menghampiri Wilson.
Randika menghela napas dan mengangkat Wilson dengan satu tangan dan menamparnya.
"Kalian kira bisa bertindak seenaknya sendiri?" Randika menggelengkan kepalanya lalu menamparnya lagi. Orang-orang seperti ini merasa dirinya di atas dan perlu diberi pelajaran sehingga tidak menindas yang lemah.
Stella sudah menatap Randika dengan tatapan kagum, sedangkan Hannah terlihat bangga. Jika kau berani menggangguku, bersiap-siaplah melawan kakak iparku!
"Sudah sana pergi dan bawa teman-temanmu itu." Kata Randika sambil melempar Wilson.
"Tunggu!" Hannah dengan cepat menyela.
"Aku minta kalian namatin permainan ini dengan nilai sempurna atau kakakku akan menghajar kalian hingga kaki kalian patah!" Hannah tidak ingin melepas mereka begitu saja.