Para pejalan kaki terkejut ketika melihat sebuah mobil yang mengerem mendadak dan hampir membuat kecelakaan beruntun itu. Mereka bertanya-tanya apa yang sedang terjadi.
Di dalam mobil tersebut, suasananya hening mencekam. Para penculik itu menatap wajah Randika dan tidak tahu harus berkata apa.
Kenapa yang terikat di dalam mobil ini bukannya tuan muda Richard malah seorang pemuda yang identitasnya tidak diketahui ini?
Si bos yang sedang merokok itu akhirnya menatap wajah Randika untuk pertama kali, badannya menjadi kaku. Mulutnya terbuka dan rokok yang dia hisap itu terjatuh ke bawah.
Randika terlihat santai dan tersenyum sepanjang waktu.
Sambil menguap, Randika berkata pada mereka. "Hmm… Aku punya istri di rumah, jadi kalau bisa lepaskan aku di sini saja. Aku bisa pulang sendiri kok."
Si bos yang akhirnya sadar itu membalikan badannya dan menampar anak buahnya satu per satu.
"Kalian semua tidak becus! Bisa-bisanya kalian salah tangkap orang hah! Bukankah aku sudah memberikan foto target kita dari kemarin?"
Sambil memarahi anak buahnya, tangan si bos masih terus menampar anak buahnya itu. Darahnya benar-benar mendidih dan satu-satunya cara untuk menghilangkannya adalah menampar anak buahnya yang tidak becus ini.
"Kita itu sudah mengintai target kita selama seminggu dan hari ini adalah kesempatan terbaik untuk menculiknya tanpa ada saksi mata. Kalian malah salah tangkap orang, kalian kira akan ada kesempatan seperti ini lagi?"
Mereka hanya bisa menerima amukan bos mereka ini dengan lapang dada, lagipula ini adalah kesalahan mereka.
Para penculik ini menundukan kepalanya dan tidak bersuara, bos mereka terus memarahi mereka tanpa ampun. Mereka juga takut untuk melawan karena bisa-bisa mereka akan dibunuh di tempat.
"Dasar otak udang." Dia benar-benar tidak habis pikir, jangankan uang, yang ada hanya rasa malu. Bertahun-tahun berprofesi di kehidupan kelam ini, dia tidak pernah menyangka mendapatkan anak buah yang super bodoh seperti ini.
Si bos itu menatap anak buahnya yang terdiam itu dan membentaknya sekali lagi. "Siapa suruh kalian diam seperti mayat? Cepat ikut mikir bagaimana caranya memperbaiki masalah ini."
Kemudian tatapan bos mereka itu jatuh pada Randika.
Randika menatap para penculiknya dan hampir tertawa lepas. Dia tidak pernah melihat kekonyolan seperti ini sebelumnya. Bahkan dia rela diculik agar dapat melihat lelucon ini hingga akhir.
"Bos, menurutku lebih baik kita kembali ke tempat tadi. Mungkin kita masih bisa menangkap target kita di sana." Kata salah satu penculik dengan nada pelan.
Tanpa ragu-ragu, si bos menamparnya tepat di pipinya.
"Jika kamu menembakan senjatamu ke arah sekelompok kelinci, suaranya akan membuat kelinci-kelinci yang lain lari dan waspada. Bocah bernama Richard itu jelas sudah lari meskipun dia tolol sekalipun. Kalau kita kembali yang ada hanya angin."
"Kalau begitu bagaimana kalau kita lari? Aku khawatir keluarga besar mereka sudah mengetahui aksi kita dan sedang berusaha mengejar kita."
Mendengar saran ini, si bos menghela napas dalam-dalam.
"Kita sudah tidak bisa lari dari masalah ini. Sekarang yang penting adalah bagaimana memperbaiki masalah ini bukan kabur ke mana. Nyawa kita sudah menjadi taruhannya ketika kita menerima pekerjaan ini." Katanya sambil tertatih-tatih.
"Bos, menurutku kita lebih baik menunggu kesempatan baik lainnya." Kata salah satu penculik.
"Karena kita salah menangkap target, keluarga dari Richard itu pasti menjadi waspada. Mustahil untuk menemukan momen sempurna seperti hari ini." Balasnya.
"Kalau begitu bagaimana dengan klien kita?" Mereka tidak menyangka akan salah tangkap orang dan mengacaukan pekerjaan yang mudah ini.
"Ini…" Salah satu dari mereka mengerutkan dahi mereka. "Klien kita seharusnya tidak berdaya selama kita bersembunyi terlebih dahulu. Lagipula kita bisa membocorkan identitas mereka jika kita tertangkap oleh keluarga target sebagai ganti nyawa kita."
Pada saat ini, si bos mengangguk puas. Sepertinya anak buahnya masih ada yang punya otak.
"Kalau begitu apa yang kita akan lakukan padanya?" Penculik itu menatap Randika. "Kita melepaskannya?"
Penculik itu menerima tamparan keras di wajahnya.
"Melepasnya? Kamu nyari mati apa? Jika orang ini langsung pergi ke kantor polisi dan cerita tentang kita, bisa-bisa seluruh kepolisian juga mengincar kita."
"Benar kata bos, pikir dulu sebelum ngomong." Si penculik itu senang karena bukan dia yang tertampar.
Bos para penculik ini menatap Randika yang dari awal terlihat tenang.
Tatapan matanya terlihat dingin namun segera berubah menjadi kerutan di dahi.
Dia awalnya ingin membunuh Randika, tetapi hal itu akan meninggalkan jejak dan polisi akan menyelidikinya. Jika dia tidak membunuhnya, identitas mereka terekspos dan mereka perlu bersembunyi sementara waktu hingga situasi mereda. Apa pun yang dia pilih, semua itu tidak lepas dari polisi yang akan mengekori mereka.
Si bos ini menggelengkan kepalanya lalu menampar semuanya sekali lagi. Benar-benar bodoh, jika saja mereka tidak salah tangkap maka kepalanya tidak akan sepusing ini.
"Bos, bagaimana kalau kita menahannya di tempat kita dulu? Nanti setelah pekerjaan kita selesai dan kita sudah keluar dari kota ini, baru kita melepasnya." Kata penculik yang pintar tadi.
Benar, itulah satu-satunya cara. Namun, temannya tiba-tiba menyanggah sarannya itu. "Tetapi jangan simpan dia di kos rumahku, kosku itu kecil dan nanti jadi sempit gara-gara ketambahan satu orang."
PLAK!
Si bos menamparnya sekali lagi dan membentaknya. "Setelah kebodohanmu itu, kau masih memikirkan hal sepele seperti itu?"
Randika sudah tidak bisa berhenti tertawa dalam hatinya, gerombolan penculik ini benar-benar lucu.
"Sudah kalian tidak usah khawatir." Kali ini Randika yang angkat bicara. "Turunkan aku di sini dan aku tidak akan menceritakan kejadian ini ke siapa-siapa."
Sesaatnya Randika berkata seperti itu, ikatan di tangannya telah lepas dan berniat untuk membuka pintu.
Dalam sekejap para penculik ini terkejut secara bersamaan.
Ketika si bos melihat hal ini, dia kembali marah. Anak buahnya bahkan tidak becus mengikat. Mereka benar-benar bodoh.
"Kalian mengikat saja tidak bisa, dasar manusia tidak berguna!" Kata si bos sambil marah-marah.
Para penculik itu yang sadar dari linglungnya itu, langsung berusaha menangkap tangan Randika.
Tetapi bagaimana mungkin para penculik ini layak dikatakan sebagai lawannya? Karena mereka duduk bersampingan, Randika hanya perlu menyerang alat kelamin mereka dengan keras untuk membuat mereka kesakitan.
Hanya dalam sekejap, kedua penculik yang duduk di sampingnya itu sudah pingsan. Sedangkan kedua penculik lainnya harus menerima pukulan tepat di wajahnya. Sekarang yang tersisa adalah si bos dari para penculik ini.
Randika menatap orang itu sambil berkata dengan tersenyum. "Sepertinya kau harus menyekolahkan mereka terlebih dahulu sebelum berbuat jahat."
Setelah itu Randika melayangkan pukulan tepat di wajahnya. Si bos yang sudah memegang pistolnya itu hanya bisa pingsan sebelum bisa menembakannya.
Randika merapikan bajunya dan berjalan keluar dari dalam mobil. Meskipun acara komedi ini makin lucu tiap detiknya, dia masih perlu masuk kerja.
Ketika Randika keluar dari mobil, tiba-tiba, ada mobil mewah yang berhenti tepat di depan mobil penculik. Kemudian seorang lelaki muda turun dengan seorang pria paruh baya yang mengenakan jas serba putih.
Ketika Richard melihat Randika berdiri dengan santai, dia terkejut bukan main.
Bagaimana bisa orang itu lepas?
Sedangkan Randika terkejut karena pemuda yang menghalangi pemandangan indahnya tadi itu ternyata Richard yang disebut-sebut oleh para penculiknya tadi. Tetapi yang jadi pertanyaannya adalah kenapa dia bisa ada di sini?
"Apa kamu tidak apa-apa?" Richard menghampiri Randika.
"Kamu bisa lihat sendiri." Kata Randika sambil tersenyum. Ternyata orang bernama Richard ini cukup perhatian dengan keselamatan orang lain, sifat yang jarang ada di keluarga orang kaya.
Richard sendiri terkejut ketika melihat sosok Randika yang sehat dan bugar ini. Kenapa bisa orang itu baik-baik saja?
Orang itu tertangkap secara tidak sengaja oleh gerombolan penjahat, bagaimana bisa dia lolos tanpa terluka sedikit pun?
"Para penjahat itu tak sadarkan diri di dalam mobil. Lihatlah sendiri kalau tidak percaya." Kata Randika dengan santai.
Richard dan pengawalnya mengintip ke dalam mobil. Tentu saja, para penjahat itu sedang tidak sadarkan diri semua.
Kali ini tatapan Richard benar-benar beda, sedangkan naluri pengawal pribadinya mengatakan bahwa bahaya yang asli ada di hadapan mereka.
Meskipun mereka tidak tahu siapa sebenarnya orang ini, tetapi mereka bisa menyadari bahwa orang itu bukanlah orang biasa karena bisa menghabisi para penjahat itu seorang diri.
Richard tidak bisa menahan dirinya untuk tidak bertanya. "Apa kamu menghajar mereka semua sendirian?"
Randika hanya putar balik sambil mengatakan. "Siapa yang tahu? Kuserahkan sisanya padamu."
Sebelum Richard bisa membalas kata-kata Randika, pengawal pribadinya berkata dengan nada dingin. "Maaf kamu tidak bisa pergi. Kau harus ikut dengan kami."
Randika berhenti berjalan dan mengerutkan dahinya, sedangkan Richard berusaha menghentikan pengawalnya itu. "Biarkan dia pergi, dia bukan penjahatnya. Kalau bukan karena dia, sudah pasti aku lah yang diculik tadi."
"Tuan muda, Anda masih terlalu muda. Kalau orang ini benar-benar kuat, para penculik itu dari awal tidak bisa menangkapnya. Mungkin saja ini adalah perangkap." Tatapan mata pengawalnya ini sudah waspada penuh terhadap Randika. Jika kejadian ini dipersiapkan untuk membangun kepercayaan tuan mudanya maka orang ini bisa menyusup dengan mudah ke dalam keluarga besarnya.
Randika sendiri merasa heran, kenapa dia masih dianggap ancaman?
Sambil menguap, Randika kembali berjalan dan mengatakan. "Terserah kalian ingin beranggapan apa, aku sudah malas berada di sini lama-lama. Kalian tanya saja sendiri pada para penculik itu."
"Tunggu!"
Pengawal pribadi Richard itu menerjang ke arah Randika. Dan ketika tangan kanannya hendak meraih pundak Randika, dia merasa tangannya menjadi kaku. Dari dalam Randika, tenaga dalam dan aura membunuhnya sudah mengalir dengan deras dan ini membuat bulu kuduknya merinding.
Pada saat yang sama, angin keras membuat si pengawal ini melangkah mundur.
Pengawal itu tidak bisa berhenti melangkah mundur, sepertinya kekuatan lawannya ini benar-benar mengerikan.
Randika lalu berkata dengan nada serius. "Sekali lagi kalian berusaha mencegahku, kubunuh kalian satu per satu."
Richard sendiri merasa bingung, orang itu lebih kuat daripada pengawal pribadinya?
Tatapan mata pengawal pribadi bernama Stefan itu menjadi dingin, lalu dengan nada serius dia mengatakan. "Tidak peduli siapa kau yang sebenarnya, demi tuan mudaku, kau akan ikut denganku hari ini!"