Para bapak pebisnis kaya ini melototi Viona dengan tatapan mesum mereka, terutama ketika mereka melihat betapa besar dada miliknya itu.
"Pak Aldo memang hebat kalau masalah beginian ya." Yang lainnya ikut tertawa. "Bukannya bapak sedang berhubungan dengan sekretarismu yang sexy itu?"
Aldo langsung tersenyum pahit. "Ah tidak kok."
"Aduh pak Aldo ini pura-pura bodoh. Anda harus dihukum mentraktir kita minum malam ini." Yang lainnya ikut tertawa dan kembali minum. Di level seperti ini, cerita perselingkuhan adalah hal yang wajar.
Di negara mana pun, kejadian-kejadian seperti ini memang dianggap lumrah. Khususnya para sekretaris dari para bos ini biasanya menjadi bahan pelampiasan nafsu mereka. Tetapi tentu saja, uang ataupun barang mahal yang bermerek menjadi kompensasi atas kerja keras mereka. Yang lebih kejam lagi adalah biasanya mereka membuat mabuk perempuan yang mereka incar dan memperkosanya ketika dia tidak sadarkan diri. Dengan bermodalkan HP, mereka akan merekam kejadian itu dan membuatnya menjadi bahan pemerasan sehingga perempuan itu akan terus melayani mereka secara sukarela.
"Kalian ini memang bajingan semua. Oi pelayan, tambahkan satu botol lagi." Aldo melambaikan tangannya dan meminta sebotol Jack Daniel.
Temannya yang bernama Billy terus menatap Viona tanpa henti. Matanya sama sekali tidak bergerak.
"Pak Billy sepertinya naksir sama perempuan itu ya? Matanya sampai tidak bergerak hahaha." Aldo tertawa. "Sudah cekoki perempuan itu alkohol, nanti kalau mabuk tinggal dibungkus pulang."
"Dia memang cantik." Sosok Viona sama sekali tidak bisa lepas dari tatapan mata Billy. Pria kaya ini hanya bisa mengutuk Randika dalam hatinya.
"Tetapi sepertinya perempuan itu sudah punya cowok, kurasa tidur dengannya sudah mustahil." Kata salah satu dari temannya.
"Aduh kalian ini kurang paham dengan masalah-masalah seperti ini." Aldo menegak minumannya lalu melanjutkan. "Anak-anak muda jaman sekarang itu bisa dibeli dengan uang, tinggal sebut nominal mereka rela membuka kaki mereka lebar-lebar." Aldo tertawa dan menoleh ke arah Billy. "Bagaimana pak? Mau tidak sama perempuan itu? Kalau tidak perempuan itu buatku lho."
"Siapa bilang aku tidak mau?" Billy tertawa. "Sepertinya aku juga butuh simpanan yang baru."
Aldo lalu tersenyum. "Kalau begitu, kontrak bisnis yang kita bicarakan kemarin tolong segera ditanda tangan ya pak."
"Hahaha bisa saja pak Aldo ini, sudah kuduga ada udang di balik batu." Para bapak ini tertawa keras sedangkan para pengawal mereka berdiri tegak di samping meja.
Billy menggelengkan kepalanya sambil tersenyum pahit. "Baiklah, baiklah, tetapi aku ingin perempuan itu tidur denganku malam ini."
"Cepat suruh perempuan itu datang kemari. Ingat, jangan pakai kekerasan." Kata Aldo pada pengawalnya.
"Baik."
Pengawal itu menyanggupi dan berjalan menghampiri Viona.
Pada saat ini, Viona dan Randika masih bermesra-mesraan. Viona bersandar di pundak Randika sambil meminum minumannya.
"Enak juga ya yang kamu pesan." Wajah Viona mulai merah karena alkohol.
Randika ingin melanjutkan momen mesra mereka, tetapi tiba-tiba dia mengerutkan dahinya.
Dari jauh, ada seorang berbadan besar yang berjalan menghampiri mejanya.
"Selamat malam, bosku mengundang Anda untuk minum bersama." Kata pengawal itu pada Viona.
Viona terkejut ketika mendengarnya, dia tidak tahu harus berbuat apa.
"Randika, ini…."
"Tenang saja, aku ada di sini." Randika tersenyum dan menggenggam tangan Viona. Dia lalu menoleh ke arah pengawal itu dan mengatakan. "Kita tidak butuh minuman gratis, katakan bosmu kalau kami menolaknya."
Orang yang paling dibenci oleh Randika adalah orang-orang seperti ini. Hanya karena mereka memiliki uang yang lebih, mereka mengira bisa membeli apa pun yang ada di dunia ini termasuk perempuan. Namun, mereka tidak akan menyentuh ataupun menyinggung orang yang lebih kuat daripada mereka. Jadinya mereka mengincar orang-orang kecil, kejadian seperti ini sangat sering terjadi di belahan dunia mana pun.
Sedangkan untuk Randika, meskipun memiliki kekayaan dan kekuatan yang melimpah saat dirinya membangun pasukannya, dia sama sekali tidak mengganggu orang yang lebih lemah ataupun takut pada orang yang lebih kuat dari padanya. Dan hal ini juga berlaku pada pasukannya, mereka tidak pernah menyerang orang-orang yang tidak bersalah.
Namun sekarang, Randika mau tidak mau menjadi marah setelah diremehkan seperti ini.
Pengawal itu menatap tajam para Randika. Dengan ekspresi dinginnya, pengawal itu mengatakan. "Kau tidak layak menjawab untuk nona ini. Bosku memberi undangan ini untuk nona ini bukan untuk kalian berdua. Kusarankan kau untuk pergi."
"Kau tahu apa yang paling kubenci di dunia ini?" Kata Randika dengan nada serius. "Aku benci orang yang berani menyuruhku meskipun sebenarnya dia itu lemah. Orang-orang bodoh seperti itu biasanya sudah menjadi mayat keesokan harinya."
Pengawal itu menjadi marah. "Kau benar-benar orang miskin yang lancang, sampah sepertimu tidak layak untuk hidup. Pergilah dari sini sebelum kusikat habis."
Di lain sisi, para pebisnis kaya itu menatap pengawal Aldo dan Randika sambil tertawa.
"Wah sepertinya pacarnya itu punya nyali untuk melawan." Kata Billy sambil tertawa.
Aldo juga tersenyum. "Tidak masalah, pengawal itu adalah pengawal pribadiku. Jika dia tidak becus melakukan pekerjaan semudah ini, akan kutendang keluar dia besok."
Namun setelah kata-katanya itu selesai, suara teriakan tragis terdengar dari arah meja Randika. Ketika mereka menoleh, mereka melihat pengawal pribadi milik Aldo itu berlutut satu kaki sambil mengerang kesakitan.
"Apa yang sedang terjadi?" Para pebisnis kaya ini terlihat bingung.
Randika menatap dingin pengawal milik Aldo tersebut. Dia memelintir dengan erat tangan si pengawal itu hingga dia sampai berlutut. Dengan mudah, Randika mematahkan lengannya itu dan membuatnya kesakitan.
Viona yang berdiri di belakang Randika itu terlihat ketakutan. Randika lalu menenangkan Viona sebentar lalu menatap Aldo dan teman-temannya.
Pada saat ini, para pebisnis ini menyadari tatapan mata Randika. Mereka semua merasa darahnya mendidih.
"Anak muda itu benar-benar kurang ajar." Billy menjadi marah.
"Pak Billy tidak usah khawatir, serahkan masalah ini padaku. Biarkan aku yang mendidik generasi muda itu." Kata Aldo sambil tertawa. Kedua pengawalnya yang lain segera menghampiri Randika. Karena rasa solidaritas, para pebisnis yang lain juga mengirim pengawal mereka untuk membantu.
Dalam sekejap, 8 orang pengawal sudah berjalan menghampiri Randika.
Orang-orang di dalam bar ini sudah mulai ketakutan, kecuali yang sedang menari di lantai dansa. Tatapan mata semua orang sekarang sedang tertuju pada Randika.
"Orang itu bodoh apa tolol? Bisa-bisanya dia menyinggung orang berkuasa seperti itu."
"Tapi jarang-jarang lho kita lihat orang dihajar seperti ini, mungkin nanti kita bisa rekam kejadian ini dan menjadi terkenal!"
"Aku rasa videomu nanti malah dijadikan bukti kasus pembunuhan."
Para pengunjung ini sudah memberikan rasa belasungkawa dalam hati mereka untuk Randika. Seorang diri menghadapi 8 orang berbadan besar seperti itu, yang ada hanyalah kematian!
Randika menendang pengawal yang masih mengerang kesakitan itu. Namun karena suasana hati Randika sedang buruk, pengawal itu sudah tidak sadarkan diri hanya dengan satu tendangan itu.
"Vi, duduk dan jangan bergerak." Kata Randika sambil tersenyum.
"Baiklah." Viona mengangguk. Melihat Randika yang hendak maju ke medan perang, Viona tiba-tiba menariknya. "Hati-hati."
Randika tersenyum dan berkata padanya. "Jangan khawatir."
Randika berjalan maju dan menghampiri 8 pengawal itu. Ketika mereka berhadap-hadapan, para pengawal ini tidak banyak omong dan langsung melayangkan pukulannya. Delapan tinju yang terlihat besar dan berat itu mengarah pada Randika.
Dalam benak para pengawal ini, mereka tahu bahwa lawannya kali ini adalah bukan orang sembarangan karena sebelum ini dia berhasil mengalahkan temannya. Dikenal sebagai pengawal terbaik Aldo, mereka belum pernah melihat pengawal satu itu babak belur seperti itu.
Jadi hanya ada satu kesimpulan, lawan mereka kali ini bukanlah orang lemah.
Tebakan mereka bisa dikatakan tidak sepenuhnya salah, kekuatan Randika bukanlah kuat melainkan sudah berada di level mengerikan.
Randika sama sekali tidak menghindari 2 pukulan pertama yang melayang ke arahnya, malahan kedua tinjunya mengarah ke tinju lawannya itu. Kemudian ekspresi 2 pengawal itu berubah menjadi kesakitan, seolah-olah tangannya telah membentur baja.
KRAK!
Tulang jari kedua pengawal itu langsung remuk tanpa sisa, mereka hanya bisa mengerang kesakitan di lantai.
Tinju lawannya itu benar-benar mengerikan!
Para pengunjung bar sudah terkejut bukan main. Bagaimana bisa pemuda itu kuat seperti itu? Lawannya bukanlah orang sembarangan melainkan pengawal pribadi seorang bos!
Namun, kejutan ini masih belum selesai.
Dua pengawal lainnya hendak menyerang Randika dari samping, tetapi Randika dengan mudah mematahkan tulang rusuk mereka dengan sebuah tendangan. Kedua pengawal itu hanya bisa terpental dan membentur tembok.
Menatap empat lawannya yang tersisa, Randika sudah seperti serigala yang menerjang ke arah gerombolan domba. Mereka berempat hanya bisa merasakan hembusan angin kencang yang melewati mereka sebelum rasa sakit menyelimuti mereka dan mengambil alih kesadaran mereka.
Hampi secara bersamaan, keempat orang itu pingsan tak sadarkan diri. Dalam sekejap, Randika berhasil mengalahkan 8 pengawal berbadan besar itu.
Para pengunjung di bar sudah kehabisan kata-kata untuk berkomentar, hanya suara musik saja yang masih dapat terus terdengar.
Apa mereka tidak salah lihat?
Satu melawan delapan, apa dikira ini film action Hollywood yang karakter utamanya selalu menang itu?
"Luar biasa!" Teriak salah satu orang.
"Sudah diam saja, jangan menoleh ke sana. Nanti kita malah terseret." Temannya mengingatkan agar tidak terlibat masalah rumit seperti ini.
Namun, tatapan mata mereka tidak bisa lepas dari Randika. Terlebih, sekarang Randika berjalan menghampiri para pebisnis kaya itu.
Orang-orang ini mulai ketakutan ketika melihat Randika, keringat dingin di dahi mereka sudah mengucur deras.
Mereka tidak menyangka akan bertemu orang semengerikan ini, Aldo dengan cepat angkat bicara. "Berani-beraninya kau berbuat jahat seperti itu pada pengawal kami dan masih menunjukan batang hidungmu itu?"
Namun, Randika sama sekali tidak menjawab. Dia terlihat mengangkat tangannya tinggi-tinggi dan melayangkan sebuah pukulan tepat di wajah Aldo dan membuatnya terpental hingga terjatuh di lantai dengan keras.
Awalnya teman-temannya ini juga ingin melampiaskan kemarahannya pada Randika, tetapi melihat Aldo yang dipukul tanpa ampun, nyali mereka menjadi ciut.
Sepertinya orang yang mereka usik ini bukan orang sembarangan.