Tidak lama kemudian, taksi mereka telah sampai di universitas Cendrawasih.
"Hubungi aku nanti." Kata Randika sambil mencium kepala Christina.
Hati Christina terasa hangat, sambil mengangguk, dia harus pergi dari pundak nyaman satu ini untuk bekerja. Ketika dia hendak menutup pintu, tangannya ditangkap oleh Randika. "Kamu lupa sesuatu."
Christina terlihat bingung ketika Randika tiba-tiba ikut turun dan merangkul dirinya, tiba-tiba bibirnya itu sudah tercium oleh Randika!
Entah berapa kali dia menerima ciuman ini dalam satu hari ini tetapi yang jelas setiap ciuman yang dia rasakan memberikan sensasi nikmat. Beberapa murid yang melewati mereka terkejut, bahkan si supir taksi itu ikut melototi mereka berdua.
"Wow berani sekali berciuman di tempat umum!" Kata pemuda yang belum pernah pacaran.
"Kamu sih belum tahu rasanya punya pacar, mangkanya jangan tidur terus di asrama bergaul sana! Kamu juga bahkan tidak berani mengejar orang yang kamu suka." Teman dekatnya itu langsung menghujaninya dengan kata-kata pedas.
Hati pemuda itu terasa sakit, apa kata temannya itu memang benar. Dengan hati yang bulat, dia telah memutuskan untuk berubah. "Baiklah, hari ini aku akan menyatakan perasaanku."
"Oi santai dulu!" Pemuda itu sudah meninggalkan temannya. "Dia bahkan tidak tahu namamu!"
Kedua bocah itu akhirnya berlari menuju sekolah, sedangkan orang-orang yang baru datang masih dapat melihat Randika dan Christina asyik berciuman. Mereka sendiri juga tidak bisa untuk tidak merasa iri.
"Bajingan, pamer pacar kok di tempat umum!"
"Iri bilang bro, kan mereka juga tidak mengganggu siapa-siapa. Sudah cepat jalan nanti kita terlambat."
"Sayang sekali perempuan secantik itu ada yang punya."
Jika Randika dapat mendengar keirian para lelaki ini, mungkin dia sudah merasa berada di atas awan. Tidak ada perasaan yang lebih menyenangkan daripada ini!
Di beberapa orang yang lewat, beberapa perempuan juga ikut mengomentari adegan panas ini.
"Mesra sekali!"
Randika aslinya menyadari tatapan semua orang, dia menjadi sedikit tidak nyaman. Tetapi, dia tidak ingin melepas bibir Christina yang mengunci bibirnya ini.
Namun, suara para murid semakin keras.
"Hei, hei, bukankah orang itu tidak asing?"
"Iya, ya, setelah kamu ngomong begitu aku jadi kepikiran di mana aku melihat wajah perempuan itu." Kata salah satu murid.
Setelah dirinya melihat dengan baik, tiba-tiba ada yang berseru. "Ya ampun, bukankah itu dosen cantik dari jurusan Psikologi?"
Sesudahnya mendengar kata 'dosen cantik' para lelaki langsung tersadar dan ikut terkejut. "Wah itu benar ibu Christina! Apa itu pacar barunya? Aku dengar dia jomblo selama ini, sialan seandainya saja aku lulus lebih cepat aku bisa menembaknya!"
Semua murid langsung membicarakan hal ini, beberapa bahkan berniat mengambil foto. Pada saat ini, supir taksi Randika sudah sedikit jengkel dan mengklakson.
Tin! Tin!
"Halo pak, kalau mau turun di sini bisa bayar dulu? Aku masih perlu kejar setoran nih soalnya." Supir taksi itu terlihat jengkel. "Aku juga sudah capek melihat kalian mesra-mesraan, setidaknya bayar dulu biar aku bisa bekerja lagi."
Randika langsung melepas Christina, mereka berdua sedikit malu ketika ditegur seperti ini. Randika lalu membayar taksi tersebut. Christina menyadari bahwa banyak orang melihati dirinya dan Randika, sepertinya ciuman mereka telah menjadi topik paling panas untuk dibicarakan.
"Sudah jangan khawatir." Randika tersenyum. "Aku juga ingin mereka tahu bahwa kamu adalah milikku, aku tidak ingin ada orang yang berani berpikiran macam-macam tentangmu."
Wajah Christina menjadi merah, sepertinya pertunjukan mereka ini sudah tidak bisa lepas dari obrolan muridnya.
"Gila, gila, bukankah ibu Christina itu sangat dingin sama laki-laki? Pacarnya itu dengan gampang membuatnya tersipu malu dong, benar-benar legenda!"
"Sial, seandainya saja aku punya kemampuan seperti pria itu…"
Randika lalu mengantar Christina ke dalam sambil mencueki mata orang-orang. Setelah mengantarnya ke dalam, Randika berniat untuk pergi dari sini.
Tetapi dia lupa bahwa dia sudah membayar taksinya dan sekarang dia harus menunggu taksi yang lain.
Di saat dia menunggu, HP milik Randika tiba-tiba bunyi.
"Halo kakek kedua? Ada apa?"
"Bagaimana kabarmu anakku?" Suara kakek kedua terdengar senang.
"Berkat bantuan kakek, hidupku jadi damai." Randika tertawa. Dia mengingat kejadian di Jakarta yang melibatkan keluarga Alfred dan Laibahas. Kalau bukan karena kakeknya, dia mungkin sudah mati di tempat.
"Kamu jangan pernah mengandalkan bantuan orang lain, kakek lihat kamu juga kurang latihan jadinya kamu bisa kewalahan seperti itu." Kakek kedua menghela napasnya. "Sebentar, sebentar, bukan itu yang ingin kakek omongkan."
"Hmm? Memangnya apa yang ingin kakek sampaikan?"
"Jadi gini, seharusnya bulan lalu kakek ketiga sudah menceritakan padamu mengenai kami pergi selama sebulan itu kan? Kami menemukan reruntuhan lainnya jadi kami ingin segera pergi untuk menyelidiki tempat itu."
Randika aslinya sudah lupa dengan masalah ini, perginya kakeknya itu bertepatan dengan dirinya ke Jepang jadi dia tidak terlalu memperhatikannya. Mendengar kabar dari kakek keduanya ini, Randika baru teringat dengan penyelidikan para kakeknya itu di sebuah reruntuhan. Pasti ada sesuatu yang berharga di reruntuhan itu, kalau tidak mana mungkin penatua-penatua itu mau meninggalkan rumah?
"Oke kek aku mengerti. Kakek juga jangan khawatir sama aku, di sini baik-baik saja kok." Kata Randika sambil tersenyum. "Justru kakek yang harus hati-hati, kalian sudah tidak muda."
"Hahaha kamu bisa saja nak. Kita memang tua, tetapi siapa yang bisa menolak barang berharga? Hahaha!"
Suasana hati kakek kedua sedang senang, penyelidikannya di reruntuhan pertama sudah memberikan dirinya banyak barang berharga jadi dia tidak sabar untuk pergi ke tempat berikutnya. Lalu kakek ini bertukar kabar sebentar dengan Randika lalu menutup teleponnya.
Randika yang menunggu taksi itu tidak sadar bahwa dia sudah berjalan menjauhi universitas Cendrawasih. Ketika dia menutup teleponnya, tiba-tiba terdengar suara teriakan yang sangat keras.
"Minggir!" Teriakan itu benar-benar keras, namun teriakan itu disusul oleh suara klakson mobil yang tidak pernah berhenti.
"Gila, mobil polisi itu cepat sekali!" Orang-orang yang berada di sisi jalan langsung menyingkir satu per satu.
Mobil polisi itu sepertinya kehilangan kendali dan tidak bisa mengurangi kecepatannya. Untuk menghindari tabrakan beruntun dengan mobil, sepertinya polisi itu memutuskan untuk naik ke sisi jalan.
"AWAS!"
Mobil polisi itu hendak menabrak kerumunan orang yang terlambat untuk menyingkir.
Dalam sekejap, mobil polisi itu belok dengan tajam dan menabrak tiang lampu jalan.
Orang-orang yang awalnya hendak tertabrak itu langsung merasa kakinya lemas ketika menyadari mereka masih hidup.
Orang-orang juga langsung mendatangi mobil polisi tersebut, berusaha menyelamatkan dan melihat apa yang sebenarnya sedang terjadi.
Namun, tanpa diduga lampu jalan itu perlahan mulai mengeluarkan suara berdenyit. Tiang lampu itu hendak roboh!
Dalam sekejap, lampu tersebut roboh ke arah jalan dan menutup jalan dengan sempurna.
Suara keras itu membuat siapapun yang ada di sekitarnya menjadi ketakutan.