Tetapi meskipun sudah terbiasa, tindakan paksa seperti ini tetaplah tidak baik. Deviana langsung mengomeli Randika sembari memukulnya pelan.
Randika tertawa, dia tidak menyangka bahwa Deviana akan tertipu begitu mudah.
Deviana sudah tidak peduli lagi, dia berniat untuk masuk ke kantornya. Tetapi dia melihat Randika menjilati bibirnya sendiri, seakan-akan sedang menikmati sensasi yang dia rasakan tadi. Wajah Deviana segera menjadi merah. Menghentakan kakinya, dia berjalan masuk ke dalam gedung kantornya.
Hasil akhir ini sudah diperkirakan oleh Randika, tetapi dia merasa ada sesuatu yang salah. Mengingat sifat Deviana, bukankah seharusnya dia sudah ditampar atau dicaci maki?
Ketika Randika hendak pergi, dia menemukan sosok kaki cantik tidak jauh darinya.
Ketika dia masih mengagumi kaki tersebut, tiba-tiba ada suara. "Kak Randika."
Randika mengangkat kepalanya dan ternyata pemilik kaki itu adalah Safira!
"Saf, benar-benar kebetulan!"
Randika lalu menghampiri adiknya itu. "Kenapa kamu ada di sini?"
"Aku ada urusan sama kantor polisi ini, tetapi aku tidak menyangka bisa bertemu dengan kak Randika di sini."
Safira benar-benar senang, dia tidak menyangka akan bertemu dengan kakak tersayangnya.
Melihat senyuman manis itu, Randika tidak bisa menahan dirinya untuk tidak membelai pipinya.
"Omong-omong kak, kapan hari aku pulang ke gunung dan kakek ketiga memberikanku ini untukmu." Safira mengeluarkan sebuah kotak. Randika membukanya dan ternyata itu adalah sebuah pil obat berwarna putih.
"Awalnya kakek ingin memberikanmu sebelum mereka berangkat tetapi tidak sempat lalu dia meminta tolong padaku."
Randika menatap obat itu, benar-benar tidak ada spesialnya. Tetapi dia tahu bahwa obat racikan kakeknya itu tidak bisa dinilai dari sampulnya saja.
"Kata kakek ketiga obat ini adalah obat terbarunya khusus untukmu." Kata Safira.
Randika lalu mengambil satu dan meminumnya. Ketika obat itu masuk ke dalam tubuhnya, sebuah energi halus mulai menyebar ke dalam tubuh Randika. Di sepanjang jalan, energi itu melewati saraf, otot dan pembuluh darahnya lalu beristirahat di setiap organ dalamnya.
"Obat apa ini?" Randika mulai khawatir kenapa kakeknya itu tiba-tiba memberikannya obat baru padanya. Obatnya sebelumnya masih belum habis dan dia sama sekali tidak mendapatkan kabar mengenai obat ini. Pasti ada gambaran besar yang tidak bisa dilihatnya.
"Aku sendiri juga tidak tahu." Safira terlihat bingung. "Aku sendiri juga kaget ketika kakek ingin aku pulang waktu itu. Setelah meracik obat itu, mereka langsung pergi ke reruntuhan dan mempercayakan aku obat ini untuk memberikannya pada kak Randika."
"Mungkin ini ada kaitannya dengan kakek keempat. Kata kakek, dia sempat meramalkan masa depan kak Randika dan hasilnya mengatakan bahwa akan ada bahaya besar yang mengintai. Sepertinya obat ini adalah senjata buat kak Randika untuk menghadapi bahaya itu."
Ketika mendengar kata-kata Safira, hati Randika mengepal. Ramalan kakek keempat membuatnya sedikit ketakutan, memangnya bahaya yang seperti apa yang akan menimpa dirinya?
Kemampuan ramalan kakek keempatnya patut diacungi jempol, dia belum pernah mendengar bahwa ada ramalan kakeknya yang pernah meleset. Dan sekarang setelah mendengar ramalan kakeknya itu, Randika harus siap terhadap bahaya apa pun.
Namun pertanyaan terbesarnya adalah bahaya apa itu? Masalah ini sampai membawa kakek ketiganya yang terkenal dingin itu membuatkan dirinya obat baru untuk menghadapi bahaya tersebut.
Kerutan di dahi Randika makin besar, dia sama sekali tidak bisa mengeluarkan masalah ini dari benaknya. Seharusnya tidak ada ancaman besar yang bisa mengancam dirinya. Shadow sudah mati, Bulan Kegelapan sudah kabur ke Amerika dan tidak mempunyai kekuatan untuk melawannya.
Randika sama sekali tidak kepikiran pihak mana yang bisa mengancamnya.
Yang paling membuatnya khawatir adalah para kakeknya itu tidak bisa menolongnya, mereka sedang bekerja.
"Kak Randika tidak perlu khawatir. Kakek keempat juga menyampaikan bahwa masalah ini tidak sebesar yang kakak kira." Safira memahami apa yang ada di benaknya Randika.
Hati Randika langsung terasa lega, kalau kakeknya berkata seperti itu berarti artinya benar.
"Omong-omong urusan apa yang membuatmu sampai ke sini?" Randika langsung membuang kekhawatirannya itu dan mengalihkan topik pembicaraan.
"Arwah Garuda baru saja menangkap teroris jadi kami sedang membicarakan prosedur penyerahan tersangka." Kata Safira sambil tersenyum, tetapi wajahnya tiba-tiba terlihat sedih. "Kak, akhir-akhir ini aku sangat sibuk dan aku sangat merindukanmu."
"Saf, jangan sedih begitu. Kalau kamu rindu tinggal telepon aku, aku akan datang ke tempatmu." Kata Randika sambil tertawa.
"Benarkah?" Wajah Safira langsung bersinar.
"Tentu saja, ngapain aku bohong?" Randika lalu membelai pipi Safira. "Ketika waktunya kita menikah nanti, kita akan bersama selamanya."
Wajah Safira benar-benar merah, tatapan matanya penuh dengan ekspetasi. Dia dan Randika sudah berjanji menikah sejak kecil dan para kakeknya itu sudah merestui hubungan mereka.
"Kalau begitu apa boleh buat, aku akan menjadi istri kak Randika nanti." Kata Safira sambil menundukan kepalanya.
Randika lalu mengangkat kepala Safira dan berbisik di telinganya. "Saf, sebelum kita menikah sepertinya kamu harus memakan buah pepaya lebih banyak."
Wajah Safira terlihat bingung. "Kak, apa hubungannya dengan makan buah pepaya dan menikah?"
"Karena…." Randika kembali berbisik di telinga Safira. "Aku ingin tubuhmu itu lebih montok lagi."
Kali ini wajah Safira benar-benar lebih merah, dia langsung menoleh ke arah dadanya. Sepertinya aset miliknya itu terlalu kecil.
"Hahaha aku bercanda." Randika lalu membelai rambut Safira. "Aku tidak peduli dengan gumpalan lemak di dada, yang aku inginkan hanyalah kamu."
Apakah kata-kata Randika itu benar? Tentu saja tidak! Mimpi seorang lelaki adalah dada!
Kriteria pertama seorang pria ketika dirinya memilih pasangan adalah dada yang besar!
Kriteria kedua adalah dada yang besar!
Kriteria ketiga adalah dada yang besar!
Ini menunjukan bahwa dada besar adalah impian para lelaki. Tetapi tentu saja, jika wajahmu jelek dan tidak punya uang maka jangan harap bisa mendapatkan perempuan cantik berdada besar.
Namun, dada Safira itu tidak kecil tetapi juga tidak terlalu besar. Bisa dikatakan bahwa dadanya itu normal. Medium is premium!
Ketika rambutnya dibelai, wajah Safira menunjukan dirinya seolah-olah sedang melayang. Selama di Arwah Garuda dia selalu bersikap dingin dan tegas, tetapi di hadapan Randika dia seperti menjadi seorang gadis yang tidak tahan apabila diperlakukan lembut.
"Kalau begitu kembalilah bekerja, maaf aku sudah mengganggu waktumu. Nanti kalau kamu tidak sibuk, bagaimana kalau kita pergi berkencan?"
Safira mengangguk. "Kalau begitu aku pergi dulu ya kak. Kak Randika sendiri harus hati-hati."
"Hahaha, sejak kapan ada orang yang berani melawan kakakmu ini?" Randika lalu mencubit pipi Safira.
Ketika Safira kembali masuk ke dalam gedung, Randika berjalan menuju rumah.
Hari ini penuh dengan kejutan, pertama dia dipaksa ke rumah Christina oleh ibunya dan dia juga membantu Deviana menangkap penjahat. Waktu memang tidak kenal ampun, ketika dia melihat jam, waktu sudah menunjukan pukul 4 sore.
Ketika Randika berjalan menuju rumah, dia tiba-tiba menyadari ada sesosok perempuan yang dia kenal hendak masuk ke kantor polisi.
Randika benar-benar terkejut, bukankah itu perempuan muda yang menyuruhnya waspada di kasino? Dia juga sempat berkelahi dengan pengawal perempuannya itu.
Pengawalnya Elizabeth yang bernama Nancy itu sama dinginnya dengan majikannya, keduanya bisa membuat merinding siapapun yang menoleh ke arahnya.
Elizabeth sendiri terkejut ketika melihat sosok Randika, dia lalu berkata dengan nada dingin. "Kamu belum mati?"