"Ran, kamu memang luar biasa!" Kata Viona dengan semangatnya, dia menggenggam erat tangan Randika dari belakang.
Hannah juga melakukan hal yang sama, dari waktu ke waktu, kakak iparnya ini membuat dirinya makin jatuh cinta meskipun perilakunya kadang-kadang mesum.
Li Weilong yang awalnya arogan itu berubah menjadi pucat pasi. Orang-orang yang dibawanya hari ini berasal dari mantan satuan khusus tentara Cina dan beberapa bahkan dikenal sebagai prajurit terbaik. Bahkan sebelum bergabung dengan dirinya, mereka semua bekerja menjadi pembunuh bayaran. Jadi bisa dikatakan bahwa kemampuan bertarung mereka sudah melebihi prajurit biasa.
Tetapi di bawah tinju Randika, mereka semua bukanlah apa-apa. Tidak ada satu pun orang yang dibawanya itu bisa melayangkan pukulannya Randika! Hal ini jelas membuat Li Weilong menjadi pucat pasi.
Dalam pertama kali dalam hidupnya, Li Weilong merasakan rasa bahaya seperti ini. Wajahnya yang semula tenang dan penuh percaya diri itu berubah menjadi muram.
"Maafkan aku, sepertinya aku tidak pandai mengatur tenagaku ketika menghajar anak buahmu ini." Kata Randika tanpa jejak-jejak meminta maaf.
"Kau kira kau bisa lari karena telah mengalahkan mereka?" Kata Li Weilong dengan nada dingin.
Meskipun Randika berhasil mengalahkan orang-orang yang dibawanya, apakah dia bisa bertahan dari seluruh anak buahnya? Terlebih dia masih belum menggunakan senjata-senjatanya. Di era canggih seperti ini, bukan bela diri lah yang terkuat melainkan peluru!
Sebuah peluru bisa dengan mudah membunuh ahli bela diri mana pun, sedangkan senapan mesin bisa membunuh puluhan pendekar dan sebuah bom bisa menggetarkan dunia!
"Siapa bilang aku akan lari?" Kata Randika sambil tersenyum. "Aku menginap di sini, buat apa aku lari?"
Mendengar hal ini, hati Li Weilong langsung mengepal. Sepertinya lawannya kali ini benar-benar tidak mengenal rasa takut. Pertama kali di dalam hidupnya, Li Weilong tidak bisa membaca jalan pikir lawannya.
Lelah untuk berdebat dengan Randika, Li Weilong berteriak dengan keras. "Cepat kalian keluar!"
Keluar?
Orang-orang heran dengan apa yang dikatakan oleh Li Weilong, dia berbicara pada siapa? Namun detik berikutnya semua wajah mereka langsung berubah. Ternyata Li Weilong masih punya anak buah!
Terlebih lagi, anak buahnya ini lebih mengerikan daripada sebelumnya karena membawa senapan serbu!
"Dia bahkan membawa senjata dengan begitu gampangnya?"
"Dengan senjata sebanyak itu, ini sudah bisa dinamakan perang!"
"Cepat berlindung! Jangan sampai kita kena peluru nyasar."
Meskipun semua orang heboh dan lari berhamburan, mereka masih berusaha menyaksikan akhir dari kisah ini. Benar, akhir! Karena lebih dari 15 orang telah mengepung Randika dan membidikan senjata mereka padanya.
Ini sudah sama seperti eksekusi mati para tahanan!
Semua orang ketakutan tetapi Randika masih tetap tenang dan tidak bergerak sama sekali.
Dengan banyaknya orang yang mulai mencari tempat berlindung, lobi hotel ini mulai menjadi sesak meskipun tempat ini cukup besar.
Li Weilong menatap Randika yang berdiri diam tersebut, wajahnya sudah dipenuhi oleh kebencian. Tidak peduli seberapa hebat kemampuan bela dirimu, bagaimana mungkin kamu bisa menghindari peluru segitu banyak ini!
"Cuma segini? Sedikit sekali."
Tanpa diduga, setelah menatap sekelilingnya, Randika berkata seperti itu sambil menghela napas.
Semua orang yang mendengar kata-kata Randika itu terkejut bukan main. Sedikit? Ada 15 senjata tahu! Peluru-peluru mereka sudah cukup menghujani dan mengenai seluruh tubuhnya.
Tetapi Li Weilong justru tertawa ketika mendengar ini, sepertinya lawannya itu sudah ngelindur. Ketika dia menatap wajah Randika sekali lagi, wajah Li Weilong benar-benar muram. Ini pertama kalinya dia melihat orang yang tidak ketakutan dibidik oleh banyak senjata.
"Aku tidak akan membunuhmu hari ini, tetapi lengan dan kakimu adalah milikku!" Kata Li Weilong dengan nada dingin.
Randika membalasnya dengan nada yang santai. "Tubuh ini adalah tubuhku, jangan harap aku akan memberikannya."
Orang-orang yang memperhatikan ini dari awal sudah terheran-heran dengan jalan pikir Randika, kenapa dia masih tetap tenang di bawah banyak moncong senjata?
Tetapi tiba-tiba, Randika yang terkepung itu menjentikkan jarinya.
Suaranya benar-benar keras dan menggema ke seluruh lobi menuju luar hotel.
Semua masih bingung dengan tindakan Randika ini, namun tiba-tiba, dari luar hotel masuk segerombolan orang.
Kecepatan orang yang datang ini benar-benar cepat, mereka dalam sekejap sudah mengepung Li Weilong dan anak buahnya.
Terlebih lagi, mereka membawa senapan serbu yang jauh lebih besar daripada mereka.
Orang-orang ini memakai baju serba hitam yang membawa sensasi mencengkam, moncong-moncong senjata mereka tertuju pada orang-orang yang mengancam Randika. Tiap detiknya membuat suasana lobi hotel ini makin suram.
Keadaan yang berbalik ini membuat orang-orang kebingungan dengan apa yang telah terjadi, siapakah mereka?
Kenapa mereka tiba-tiba mengepung Li Weilong?
Terlebih lagi, dari mana senjata mereka itu berasal?
Di saat mereka terheran-heran, para anak buah Li Weilong yang mengepung Randika sudah mulai resah. Mereka dapat merasakan moncong senjata musuh yang begitu dingin dan ganas, seolah-olah siap menumpahkan darah.
Salah satu dari anak buah Li Weilong mencoba menganalisa daya tempur lawan mereka yang baru ini. Semakin dia memperhatikan semakin deras keringat dinginnya. Aura tempur semacam itu hanya bisa dimiliki setelah menempa diri dalam ratusan medan tempur, benar-benar abnormal!
Pada saat ini, punggungnya sudah basah oleh keringat.
Wajah Randika masih tetap tenang, sedangkan Hannah dan Viona juga sama bingungnya dengan orang-orang. Mulut mereka berdua sampai menganga karena saking terkejutnya.
Kenapa tiba-tiba Randika mendapatkan bala bantuan?
Memangnya kapan Randika meminta bala bantuan?
Jelas kedua perempuan ini penasaran tetapi mereka menatap kagum pada Randika.
Li Weilong yang awalnya berwajah bengis sudah menjadi berwajah suram lagi.
Musuh memiliki bala bantuan?
Kenapa dia tidak menyadarinya tadi?
"Lucuti mereka." Kata Randika dengan pelas. Ketika mendengar perintah ini, pasukan Ares segera melucuti anak buah Li Weilong dan mengamankan senjata mereka.
Para anak buah Li Weilong tidak berani melawan, mereka telah kalah senjata dan kalah jumlah.
Randika menatap Li Weilong, di bawah tatapan orang-orang, dia berjalan menghampiri pria paruh baya ini.
Semua orang sudah menahan napas mereka ketika melihat Randika berjalan menghampiri penguasa Makau tersebut. Mata mereka semua terbelalak ketika menyaksikan apa yang dilakukan oleh Randika.
Ketika Randika sudah berdiri di hadapannya, tiba-tiba dia melayangkan sebuah tamparan keras tepat di wajah!
Semua orang jelas terkejut, mereka tidak percaya dengan apa yang mereka lihat.
Penguasa kota Makau dari balik layar, orang paling berpengaruh di kota ini telah ditampar oleh orang tidak jelas asal-usulnya?
Ketika orang-orang belum sadar dari keterkejutan mereka, Randika sudah melayangkan sebuah tamparan kembali.
PLAK!
Dengan kemampuan Randika, Li Weilong sama sekali tidak punya kesempatan untuk menghindar. Wajahnya benar-benar merah!
"Sialan!" Li Weilong menggertakan giginya. Berani-beraninya ada orang yang menampar dirinya!
"Kau akan ku…." Sebelum dia sempat berbicara, Randika kembali menampar Li Weilong. Tentu saja tamparan berturut-turut ini mulai membuat Li Weilong pusing.
"Aku itu orang yang cinta damai, kau sendiri yang cari gara-gara sama aku. Berani sekali kau mengacaukan liburanku yang berharga ini." Kata Randika. Kemudian dia memberikan sebuah tamparan hangat pada Li Weilong.
Semua orang sudah bingung dan tidak tahu harus berkata apa. Mereka menyaksikan sendiri Li Weilong ditampar hingga berdarah-darah.
Randika lalu melanjutkan. "Mau membunuhku? Percaya atau tidak, kau sudah mati begitu muncul di hadapanku." Randika memberikan sebuah tamparan yang keras lagi. Kali ini Li Weilong tidak tahan lagi, dia sudah tergeletak di lantai.
Darah terus mengalir dari sudut mulutnya.
Sosok berwibawa milik Li Weilong benar-benar telah hilang, sekarang kondisinya benar-benar menyedihkan. Tetapi meskipun begitu, aura kebencian dan kemarahan masih ada di tatapan matanya. "Aku adalah penguasa dari…"
Sebelum dia dapat menyelesaikan kalimatnya, Randika memberinya sebuah tendangan.
"Penguasa? Terus memangnya kenapa kau menguasai Makau? Aku bahkan pernah menghancurkan sebuah ibu kota, buat apa aku takut dengan kota kecil seperti milikmu ini?" Randika kembali memberikannya sebuah tendangan. Semua orang sudah mulai kasihan dengan Li Weilong.
Mereka sendiri juga bertanya-tanya, apakah benar di hadapan mereka ini adalah Li Weilong?
Sosok menakutkan yang memerintah Makau dari belakang ini sekarang meringkuk kesakitan di lantai seperti udang? Benar-benar lelucon.
Di bawah tatapan orang-orang, Randika masih terus menendang Li Weilong.
Tidak lama kemudian, sepertinya Li Weilong sudah di ambang batas kesadarannya. Randika lalu berhenti menendang dan merapikan pakaiannya. Dia lalu berkata padanya. "Jangan kira aku telah memakai seluruh kekuatanku, ini cuma baru 5% saja."
Li Weilong yang mendengar ini sudah merinding ketakutan.
Randika lalu berdiri dan menepuk-nepuk pantatnya, suasana lobi hotel ini kembali menjadi sunyi. Semua tatapan orang tertuju pada Randika. Para staf hotel yang sudah angkat tangan itu menatap takut pada Randika.
Begitu pula dengan anak buah Li Weilong yang diikat di lantai, mereka sudah ketakutan sejak awal.
Di dalam pikiran mereka, bos mereka saja tidak berdaya apalagi mereka.
Di Makau, apabila menyinggung Li Weilong berarti sama saja dengan mencari mati!
Tidak dapat dipungkiri, semua orang bertanya-tanya tentang identitas Randika yang berani melawan Li Weilong dan mendatangkan anak buahnya serta senjata yang begitu kuat. Meskipun mereka memiliki beberapa tebakan, mereka tetap tidak bisa menebak latar belakang Randika.
Namun pada saat ini, dari luar hotel, tiba-tiba terdengar suara sirene. Suara sirene ini keras dan terdengar banyak.
Polisi akhirnya tiba!