Randika memperhatikan dengan baik Roberto, seharusnya kedua tangan bocah itu patah karena kuatnya tekanan yang dia terima.
Kejadian ini benar-benar terlalu cepat, tahu-tahu semuanya dapat melihat bahwa anak kecil yang terjatuh itu selamat dan dipeluk erat oleh Roberto.
"Gila, Roberto benar-benar seorang pahlawan."
Para pengunjung yang lain segera menghampiri Roberto. Meskipun anak kecil itu selamat, rasa takut dan panik masih membekas di wajahnya.
Anak ini masih berumur 3 atau 4 tahun, masih terlihat imut. Di lantai, Roberto terlihat kesakitan.
"Kalian berdua baik-baik saja?" Tanya seseorang dengan wajah yang khawatir.
Semua teman-teman Roberto juga berusaha membantunya untuk berdiri. Pada saat ini, bianglala sudah berhenti berjalan dan semua orang mengerumuni Roberto.
Dengan bantuan temannya, Roberto sudah berdiri dengan wajah yang pucat. Semua orang dapat melihat bahwa tangan Roberto terkulai lemas.
"Aku tidak apa-apa." Roberto terlihat menahan sakitnya dan tersenyum. Hati para perempuan ini langsung mengepal dengan kuat. "Bagaimana mungkin kamu baik-baik saja? Ayo cepat kita ke rumah sakit!"
"Benar, ayo cepat ke rumah sakit." Bahkan beberapa orang terlihat ingin mengantarkan Roberto karena kagum dengan tindakan heroiknya.
"Aku bisa menyembuhkannya." Pada saat ini, Randika bersuara dan membuat semua orang menoleh.
Roberto sendiri menoleh dan melihat Randika berkata padanya. "Aku pernah membenarkan tulang yang dislokasi, tulangmu hanya copot dari sendinya jadi cukup dikembalikan seperti biasa."
"Ngomong apa kamu? Lebih baik kita ke rumah sakit untuk jaga-jaga." Pengunjung di sebelah Roberto tetap menyarankannya untuk tetap ke rumah sakit.
Hannah terlihat tidak terima dengan kata-katanya. "Kakakku ini benar-benar ahli dalam ilmu pengobatan. Kalau cuma mengembalikan tulang ke tempatnya, itu cuma perkara mudah bagi dirinya."
Roberto hanya tersenyum. "Kalau tidak keberatan, tolong sembuhkan aku."
Randika mengangguk, kemudian dia meraih tangan kanan Roberto dan berkata. "Ini mungkin sakit sedikit, jadi tahanlah sebentar."
Roberto tersenyum. "Tidak masalah."
Setelah itu, Randika menarik tangannya dengan keras. Kekuatan besar ini seolah-olah ingin mencabik lengan Robert, wajahnya langsung berubah menjadi putih. Rasa sakit yang luar biasa langsung merembes ke otaknya, giginya dia gertakkan dengan keras.
Tidak ada reaksi apa-apa?
Randika cukup terkejut. Menurutnya Roberto ini seharusnya memiliki kemampuan bela diri, orang-orang yang memiliki kemampuan bela diri biasanya secara tidak sadar akan bereaksi dengan menarik tangannya ataupun memasang kuda-kuda.
Sepertinya dugaannya salah?
"Apakah dia baik-baik saja?" Beberapa orang bertanya pada Randika, wajah mereka terlihat khawatir.
"Ah, aku barusan salah menariknya. Aku perlu melakukannya sekali lagi, apa kamu siap?" Kata Randika dengan nada sedikit malu.
Dengan wajah pucatnya, Roberto memaksakan dirinya untuk tersenyum dan mengangguk.
Pada saat yang sama, Randika kembali menarik dengan keras dan kasar.
Masih tidak ada reaksinya?
Setelah mencoba 2x, Randika mulai ragu-ragu dengan identitas Roberto. Orang-orang di sekitarnya mulai terlihat marah ketika melihat Randika.
"Hei, kamu beneran bisa menyembuhkannya atau tidak? Jika kamu terus begini, dia bisa mati!"
"Sudah, cepat bawa dia ke rumah sakit!"
Randika berkata dengan wajah malunya. "Sebentar, sekali lagi pasti berhasil."
Setelah berkata seperti itu, Randika menarik tangannya sekali lagi dan terdengar suara klik. Rasa sakit Roberto secara bertahap menghilang dan tangan kanannya mulai pulih kembali.
Randika juga menarik tangan kirinya dan membetulkannya.
"Seharusnya kamu sudah baik-baik saja." Randika berdiri dan tersenyum, Hannah sendiri juga terlihat bangga. "Mana mungkin hal seperti ini menyusahkan kakak iparku."
"Hahaha terima kasih, terima kasih. Kalau begitu, bagaimana kalau kita kembali jalan-jalan?" Kata Roberto sambil tersenyum. Meskipun begitu, wajahnya masih terlihat pucat karena 2 serangan Randika tersebut.
"Kak, terima kasih sudah menyembuhkanku. Aku sendiri juga malas kalau harus menginap di rumah sakit." Kata Roberto pada Randika.
"Hahaha sama-sama." Randika membalas senyumannya. "Ini pekerjaan yang mudah."
Apakah dia benar-benar baik-baik saja?
Hati Randika masih dalam keadaan ragu.
"Ayo kita main lagi, masih banyak mainan yang menunggu." Kata Roberto.
"Apa tanganmu baik-baik saja?" Tanya teman perempuannya dengan wajah khawatir.
"Tidak masalah, bukankah aku terlihat baik-baik saja?" Kata Roberto.
Kemudian sekumpulan mahasiswa ini kembali bermain lagi. Tidak lama kemudian, waktu untuk berpisah telah datang.
"Kita pergi dulu ya, nanti kalau sempat kita jalan-jalan bersama lagi." Kata Roberto sambil tersenyum.
"Hati-hati." Semuanya mulai pulang masing-masing.
Hannah juga berpamitan dengan teman-temannya, dia berniat untuk pulang bersama dengan Randika.
"Kak, Roberto memang orang yang menawan ya. Hatinya benar-benar hangat." Ketika tidak ada orang, Hannah langsung memuji Roberto.
"Iya, iya." Randika hanya menguap.
"Ketika kita haus, dia tidak ragu-ragu membelikan kita semua air." Hannah tersenyum.
Air?
Tatapan mata Randika langsung berubah menjadi tajam. "Han, cepat berikan botol airnya."
Hannah terlihat bingung, apakah kakak iparnya ini haus?
Kemudian dia mengeluarkan botol airnya dari dalam tas dan memberikannya pada Randika.
"Tadi Roberto membelikan kita sekresek air putih dan semuanya dapat satu per satu." Kata Hannah.
Randika menatap botol air tersebut. Jika dugaannya benar, seharusnya air di dalam ini ada sesuatunya.
"Kak, apakah ada yang salah dengan airnya?" Tanya Hannah.
Randika menggelengkan kepalanya. "Kita tidak akan tahu sebelum kita memeriksanya."
"Kak, apa kak Randika mencurigai Roberto?" Pada saat ini, Hannah bisa merasakannya. Akhirnya dia menyadari bahwa tingkah laku Randika memang aneh apabila mengenai Roberto.
Randika menggenggam erat botol airnya. "Han, ketika kita bertemu dengan Roberto pertama kali, aku dapat merasakan bahwa lelaki itu berbahaya."
"Merasakan?" Hannah lalu menjadi marah. "Kak, tidak baik berprasangka buruk sama orang lain."
"Jadi kamu tidak berprasangka buruk saat kita naik komidi putar?" Randika langsung mengalihkan topik.
Wajah Hannah berubah menjadi merah, dia lalu mendengus dingin. "Aku tidak mau berbicara denganmu lagi."
Tidak lama kemudian, mereka telah sampai di perusahaan Cendrawasih. Sesampainya di sana, Hannah segera berlari ke kantor Inggrid dan Randika kembali ke laboratoriumnya.
"Oh pak Randika sudah kembali? Ada yang ketinggalan?" Sindiran Adrian bisa langsung terdengar.
"Sepertinya pak Randika kepanasan jadinya dia mengungsi ke sini." Tambah orang di sampingnya.
"Tidak mungkin, pasti dia habis ditolak sama cewek." Kata Axel sambil tertawa.
Randika mengabaikannya dan menaruh botol air yang dipegangnya di meja. "Cepat, periksa kandungan air di botol ini."
Adrian mengambil botol tersebut dan bertanya. "Apakah pak Randika mau jualan air putih versi baru?"
"Sudah cepat kerjakan, kalau hasilnya keluar cepat beritahu aku." Randika kembali duduk di kursinya.
"Baiklah." Adrian dengan cepat memeriksanya.
Tidak lama kemudian, Adrian membawa hasil penelitiannya pada Randika.
"Pak, air di dalam botol ini normal."
"Maksudmu normal?" Tanya Randika.
Wajah Adrian terlihat bingung. "Ini cuma air putih biasa pak, tidak ada yang aneh sama sekali."
Air putih biasa?