Chapter 6 - Sisi Lain Dirimu yang membuatku hangat

Silvia tertawa kecil mendengar seorang Ludius mengucapkan kata maaf. Tapi jauh dalam hatinya terbesit rasa senang melihat sisi lain dari seorang Ludius.

"Dokter berkata nanti sore kamu sudah boleh pulang. Jangan khawatir aku sudah meminta suster untuk merawatmu selama dirumah". Kata Ludius datar sembari mengupas buah

"Oh.. Syukurlah..!" memandang ke arah jendela dengan tatapan kosong.

'Bunda, sudah lama Silvia tidak mendengar kabar bunda. Bagaimana keadaan bunda sekarang yah?'. Tidak terasa air mata Silvia tumpah begitu mengingat ibunya yang jauh disana. Ludius yang melihat Silvia menangis bingung dengan apa yang sedang dirasakan Silvia.

Ludius menyentuh wajah Silvia dan mengarahkan ke wajahnya, Ludius memandang Silvia yang sendu. Terlihat jelas gurat kesedihan di wajahnya.

"Mengapa kamu menangis, apakah aku begitu kejam di matamu?"

"Tidak.. bukan seperti itu, Hanya saja aku teringat ibu. Sudah lama aku tidak mendengar kabar darinya". Silvia menjawab dengan wajah polosnya. Tanpa Ludius sadari tangannya menghapus air mata Silvia dengan lembut.

"Tenanglah aku sudah mengabari ibumu, dan dia disana baik-baik saja. Siapa yang mengirim sebuket bunga?". Tanya Ludius penuh selidik, Dia mendekatkan dirinya ke wajah Silvia. Pandangan mereka saling beradu, Silvia merasa waktu seakan berhenti berjalan.

'Ada apa sebenarnya dengan perasaanku, jantungku berdetak begitu kencang. Suasana macam apa ini?'. Silvia tidak bisa mengalihkan pandangannya dari Ludius. Sedangkan Ludius menatap dengan tatapan penuh kecemburuan melihat sebuket bunga yang dia tidak tahu siapa pemberinya.

"Cepat katakan..! Siapa yang memberi satu buket bunga ini, apakah dia kekasihmu?". Lagi-lagi sifat Ludius berubah menjadi dingin, tanpa mendengar dulu penjelasan dari Silvia,  tangannya mencekik leher Silvia dengan keras,

"Ahh.. sakit Lepas.. lepaskan aku" Suara yang keluar terdengar lirih, namun Ludius seperti tidak peduli. Silvia mengerang kesakitan, tangannya mencoba melepas cekikikan dari Ludius.

'Lagi-lagi aku berada di situasi seperti ini, apakah kali ini aku benar-benar akan tiada?'. Batin Silvia pasrah.

Pandangan Silvia mulai kabur, dia sudah kehabisan nafas karena terlalu lama tercekik. Tiba-tiba saja dari arah pintu datang seorang pria yang tidak dikenal menarik Ludius dan memberinya pukulan di pipi.

Buaack!!

Satu pukulan terlintas di wajah Ludius

"Sadarlah.. apa anda ingin membunuhnya?".

Ludius tersadar bahwa dia hampir membunuh Silvia, dan melepas tangannya. "Oh.. ternyata Tuan muda Hanson, ada apa Tuan Muda Hanson repot - repot kemari, apakah gadis kecil ini kekasihmu?"

"Aku hanya kebetulan lewat dan melihat Tuan Muda Lu sedang berbuat kasar, kalau dia menjadi kekasihku apa Tuan Muda Lu akan melepaskannya?. Saya hanya tidak menyangka Tuan Muda Lu bisa melakukan perbuatan rendahan seperti ini".

Silvia yang hampir pingsan mendengar pernyataan pria yang tidak diketahuinya sontak membuatnya kaget. 'Kya…! Apa sih yang orang ini bicarakan? Apa dia mau menambah masalah ku. Habislah hari-hari ku yang damai. Kenapa aku harus terjebak dengan orang-orang ini? Bahkan drama korea saja tidak sekejam ini!'. Teriak Silvia dalam hati.

Orang yang bernama Hanson ini mendekati Silvia dan memblok agar Ludius tidak mendekat. "Tenanglah Nona, aku hanya ingin membantumu untuk melihat perasaan si serigala ini" Bisik Hanson, dia mengedipkan satu matanya dengan senyum mautnya.

Huuuft…

Ludius memandang Silvia dengan tatapan mengancam, melihat itu Silvia langsung mendorong Jauh-jauh Hanson.

"Maaf Tuan Muda Hanson, tapi sepertinya Tuan salah sangka. Tuan Muda Lu tidak sedang mencoba membunuh saya, mungkin Tuan Hanson salah kira". Kata Silvia memberikan sebuah penjelasan bohong dan memaksakan  senyumannya.

"Tuan Muda Hanson sudah dengar sendiri kan, Dia adalah wanita saya, tidak mungkin saya membuatnya terluka. Iya kan Sayang.." memandang Silvia dengan senyum palsunya.

'Ah.. aku benar-benar muak melihat senyum palsunya itu!'. Gerutu Silvia dalam hati dan menangguk mengiyakan.

"Sepertinya saya memang yang salah sangka. Tapi Nona cantik..." Mengarah ke Silvia. "Jika dia berani macam-macam padamu. Datanglah pada saya, saya akan menerima Nona cantik dengan senang hati".

Lagi-lagi matanya itu berkedip, Seperti seorang Playboy murahan. Akhirnya Hanson meninggalkan ruangan.  Perasaan Ludius terbakar oleh cemburu membuatnya memaksa Silvia untuk keluar dari rumah sakit,

"Cepat..! Kamu pulanglah saat ini denganku, Kalau kamu disini terlalu lama. Aku tidak tahu pria mana lagi yang akan kamu goda".

Ludius menggendong paksa Silvia keluar dari Rumah sakit. Orang-orang disekitar merasa iri melihat Silvia di gendong oleh pria tampan dengan status tinggi seperti Ludius. Orang-orang mulai bergosip mengenai kedekatan mereka. Aura di sekitar tiba-tiba berubah menjadi dingin, Silvia merasa seperti semua wanita yang mengagumi pria tampan ini menatap sinis dan mengumpat nya.

'Benar - benar  sial jika aku dekat dengannya. Sekarang semua mata menatapku dengan tatapan menakutkan'.

Di kediaman Ludius, dia membawa Silvia ke kamarnya. Dan terlihat di kepalanya seperti sudah menyiapkan segudang pertanyaan dan ejekan untuk menyambut Silvia pulang.

"Nona Silvia Zhu, apakah kamu sudah puas menggoda pria lain? Pertama Sebuah buket bunga dan sekarang Hanson Lei. Aku tidak menyangka gadis kecil sepertimu lebih licik dari pada rubah. Apakah kamu begitu haus akan kasih sayang?" Terdapat penekanan pada perkataan Ludius yang membuat Silvia merasa takut.

'Benar saja dugaan ku. Pria ini benar-benar sudah mempersiapkan sambutan yang membuatku mungkin tidak bisa tidur'. Silvia ingin mengatakan dan mengumpat pria yang ada didepannya. Tapi apalah daya, dia hanya bagaikan semut yang melawan singa. Silvia hanya bisa berkata dalam hati.

"Apa yang sedang kamu katakan Tuan, aku benar-benar tidak mengerti maksudmu. Berhentilah mengatakan hal yang tidak masuk akal. Dan aku bukanlah wanita penggoda yang haus akan kasih sayang..!"

"Benarkah..! Lalu apa arti dari sebuah buket bunga mawar dan kedatangan Hanson Lei di rumah sakit tadi, apakah kamu ingin mengatakan itu hanya sebuah kebetulan?"

"Tuan, apa kamu sudah selesai berbicara? aku bingung bagaimana Tuan bisa berpikiran sempit seperti itu, mengatakan hal tanpa bukti dan tidak mau mendengarkan penjelasan ku terlebih dahulu. Sekarang terserah Tuan mau percaya atau tidak aku tidak peduli". Keluar dari kamar meninggalkan Ludius sendiri.

Silvia berlari keluar menuju taman di samping rumah, Dia duduk sendiri memandangi taman yang membentang begitu asri dan indah. Hari sudah senja membuat langit mengeluarkan warna keemasan, Keindahan yang jarang dilihat selama Silvia berada di rumah Ludius. Silvia menghirup nafas dalam-dalam, mengamati tempat yang begitu sunyi dan tenang.

"Taman ini begitu menenangkan. Huft.. kalau mengingat hal tadi, hampir saja aku berfikir kalau dia benar-benar sedang memperhatikanku. Perasaan hangat yang tiba-tiba datang, dia rusak begitu saja. Ku cabut ucapanku yang mengatakan dia punya hati..!" Silvia berbicara sendiri dengan nada kesal. Dari kejauhan Ludius memperhatikan Silvia dan mendekatinya.

"Untuk apa Tuan kesini, belum puas menuduh dan menyiksa ku disana, makanya Tuan mencariku?"

"Jangan di luar terlalu lama, ini sudah sore. Lebih baik kamu segera masuk".  Ludius melepas jasnya dan menyelimuti tubuh Silvia.

'Heh.. dia tidak marah-marah?,  Sikapmu yang seperti ini selalu membuat orang salah mengartikannya. Ludius, mana dirimu yang sebenarnya?'. Hati Silvia merasa bimbang dengan sifat Ludius yang mudah berubah.

"Terima kasih, Ini kedua kalinya Tuan melakukan hal yang sama kepadaku". Katanya lirih.

"Di saat kamu sendiri, Berapa kali pun aku akan melakukannya untukmu". Ludius duduk disamping Silvia. Suasana berubah menjadi canggung. Lama keduanya terdiam, tak terasa Silvia tertidur di atas bahu Ludius.

'Dari sekian banyak wanita yang berada disampingku, Hanya kamu yang mampu membuatku merasa nyaman. Sudah lama aku tidak merasa setenang ini. Biarlah seperti ini untuk beberapa saat'. Senja menemani mereka di tengah hamparan bunga di taman. Mengawali perjalanan panjang yang membentang.