Silvia mendekati Ludius perlahan dengan pandangannya lurus kedepan, Ludius yang melihat kesungguhan tatapan Silvia terdiam. "Ludius…!". Hanya satu kata yang keluar dari mulutnya, Silvia tidak sadar tangannya menyentuh wajah Ludius.
Ludius tertegun melihat apa yang dilakukan Silvia, Dia membalas sentuhan Silvia dengan memeluknya, 'Begitu hangat… Kehangatan yang tidak pernah kurasakan'.
"Ludius, cukup..! mengapa kamu selalu menanggungnya sendiri? Tidakkah itu menyakitkan?" Bisik Silvia, Air matanya tiba-tiba saja menetes.
Ludius hanya terdiam, mulutnya seakan terkunci untuk berbicara. 'Silvia, kamu tidak tahu betapa kejam dunia ini. Jika aku ingin bertahan, maka aku harus berdiri tegak di depan semua orang. Selama ini aku sudah membuang hati dan perasaanku, yang ku anggap sebagai kelemahan ku. Tapi kamu mampu melihat sisi lemah ku'.
Ludius melepas pelukannya, Dia mengusap air mata Silvia "Jangan menangis, aku tidak pernah mengizinkanmu untuk itu. Kamu tahu.. Kamu adalah wanita pertama yang mampu menebak isi hatiku".
"Walau begitu kamu masih tidak mau membaginya denganku?" Perkataan Silvia penuh makna.
"Belum waktunya, Jika tiba saatnya aku pasti akan membaginya denganmu". Ludius menarik tangan Silvia menuju hamparan bunga yang memenuhi taman.
Mereka duduk di bangku di tengah hamparan bunga. Angin berhembus menyibakkan rambut Silvia, "Ludius, Bukankah bunga ini menenangkan hati mu? Disini kita bisa lebih jujur pada hati kita sendiri" ucap Silvia yang masih menikmati kesejukan angin yang berhembus.
"Entahlah.. aku hanya merasa sedikit nyaman berada di sini". jawab Ludius yang masih memandang hamparan bunga.
Waktu berjalan begitu cepat, Senja hampir menampakkan sinarnya. "Aku harus kembali, ini sudah hampir senja". Silvia beranjak dari tempatnya.
"Tunggulah sebentar lagi, kamu mau pergi kemana gadis kecil?" Tanya Ludius, Dia mulai kembali ke dirinya yang dingin dan egois.
"Berdo'a..!" Jawab Silvia singkat
"Berdo'a untuk apa? Apa kamu percaya akan adanya Tuhan?". Tanya Ludius kembali,
"Tentu saja aku percaya, mungkin sekarang bagimu ini tabu. Tapi Suatu saat kamu juga akan menemukannya dalam hatimu". Silvia berjalan masuk kedalam rumah.
"Tuhan…! Entahlah.. Apa aku masih bisa menemukannya, sedangkan aku sudah membuang Hati ku" gumam Ludius.
***
Malam beranjak dari peraduan nya, Bibi Yun sedang sibuk mempersiapkan makan malam sedangkan Silvia sedang mengerjakan tugas kuliahnya yang menumpuk. Silvia keluar kamar untuk membantu Bi Yun menyiapkan makan malam.
"Bibi Yun, apa Tuan Lu masih di ruang kerjanya?" Tanya Silvia. Dia mengambil pisau dan beberapa Buah-buahan di kulkas
"Nona Silvia ingin makan buah?" Tanya Bi Yun yang melihat Silvia mengambil beberapa buah segar
"Ini untuk Tuan Lu Bi, Dia sudah lama di ruang kerjanya". Silvia membawa Buah-buahan itu ke ruang kerja Ludius.
Diruang kerjanya terlihat mejanya penuh dengan tumpukan dokumen, Silvia meletakkan piring yang berisi buah di meja. Ludius yang mengetahui kedatangan Silvia langsung memandangnya.
"Gadis kecil, apa ini untukku?" Tanya nya dengan tatapan menggoda.
"Kalau tidak mau bilang saja, tidak usah basa basi…!" Tegas Silvia dengan sikap dinginnya.
"Heh… sejak kapan kamu berani padaku? Sebentar lagi kamu akan jadi calon Nyonya Ludius. Apa seperti ini caramu untuk menyenangkan ku?". Lagi-lagi Ludius berkata dengan tatapan menggoda nya membuat perasaan Silvia jadi tidak menentu.
"E.. aku.. akukan cuma melakukan tugasku. Lagian Bibi bilang kamu belum keluar dari ruangan ini sejak sore tadi. Wajar kan kalau aku datang untuk melihat.." Silvia masih menyangkal pemikiran Ludius,
Ludius tersenyum kecut melihat Silvia menyembunyikan perasaannya yang bahkan terlihat jelas. 'Sampai kapan kamu membohongi perasaanmu sendiri gadis kecil. Apa begitu tidak layak kah aku bagimu?'.
"Kamu boleh pergi…" Ludius melanjutkan pekerjaannya.
'Apah.. aku disuruh pergi…! Dasar orang tidak tahu terima kasih!!!'. Silvia keluar dengan perasaan kesal karena perkataan singkat dari Ludius. Silvia kembali ke kamarnya, Dia membuka ponselnya. Terlihat pesan dari Ling Ling
???? Sil, undanganmu sudah sampai di tanganku. Haduh… nggak nyangka, sahabatku akan tunangan sama si Tuan dingin Ludius. Aku masih teringat Li Thian, dia pasti juga sudah menerima undangan darimu, sekarang gimana perasaannya yah… Buat Para jomblo yang menginginkan Tuan Lu pasti mewek deh, kalau mereka dengar Tuan Lu yang hanya bermain dengan wanita tiba-tiba tunangan.
???? Ling Ling, masih seperti biasanya, Kebiasaan gosipmu nggak berkurang. Soal Li Thian dia kan sudah punya pacar, dia pasti baik-baik saja. Kamu sendiri bagaimana dengan senior Bryan, aku dengar kalian sudah pacaran. Kenapa kamu nggak kasih tahu aku, kan aku bisa kasih selamat gitu…
Malam ini berlalu begitu saja dengan pesan-pesan dari Ling Ling..
***
Pagi ini Silvia bersiap-siap untuk pergi kuliah, Di ruang makan Ludius sudah menunggunya keluar dari kamar. "Tuan Lu.. kamu masih disini?" Silvia datang dan menghampiri meja makan.
"Aku menunggu mu. Cepatlah, ini sudah siang.. ".
*Uhuk.. Uhuk..* Silvia tersedak mendengar perkataan Ludius.
"Tuan, aku bisa naik Taksi atau busway, jadi Tuan tidak perlu menungguku". Silvia mengambil nasi dan beberapa lauk serta sayur.
"Tidak ada tawar-menawar. Aku tunggu kamu didepan 10 menit lagi". Ludius pagi ini memaki setelan jas model Tuxedo warna Biru tua dengan dasi yang selaras berjalan keluar, dia menunggu Silvia didalam mobil.
Silvia cepat-cepat menghabiskan sarapan nya, dan menyusul Ludius yang sudah berada di mobil. Ia tahu pria seperti Ludius tidak pernah main-main dengan perkataannya. Silvia melangkah cepat keluar dari ruang makan dengan mulut yang masih terisi makanan.
"Lama sekali, kamu telah banyak menyita waktuku". Ludius menyalakan mobilnya dan membawanya pergi.
Dijalan Silvia terdiam dengan perasaan kesal nya. "Kenapa kamu diam, Apa kamu marah?" sesekali Ludius melihat wajah Silvia yang cemberut.
"Aku hanyalah calon tunangan pura-pura Tuan. Jadi Tidak ada hak untukku marah". jawab Silvia dingin.
"Apa kamu perlu menekankan pada kata pura-pura? Dan jangan lagi panggil aku Tuan. Panggil aku Ludius..!"
'Kamu memanggil Li Thian dengan namanya dan kamu selalu tersenyum saat berbicara dengannya. Sedangkan kamu memanggilku Tuan? bahkan saat berbicara denganku saja kamu tidak pernah tersenyum. Aarrrgh… menyebalkan'.
"Aku menekankan kata pura-pura karena memang itu kenyataannya. Puas…!".
Tidak terasa mobil telah sampai didepan gerbang utama kampus. Berhentinya mobil Ludius didepan gerbang telah menyita banyak perhatian mahasiswi yang melihat nya.
'Jadi pusat perhatian emang nggak enak. Siap-siap di bully satu kampus nih. Sabar.. sabar…'. batin Silvia
Ludius keluar dari mobilnya, dia membukakan pintu untuk Silvia. Salah satu mahasiswi heboh melihat kedatangan Ludius. "Kya….. ada pangeran tampan di depan gerbang, eh.. dia bukain pintu untuk siapa yah..?"
Melihat Ludius membukakan pintu untuk Silvia, semua mahasiswi heboh bukan main. Mereka mulai berbisik bergosip dan membully didepan matanya.
Ludius yang menyadari mereka membicarakan Silvia dengan sengaja menggandeng Silvia agar bisa keluar dari kerumunan mahasiswi yang sedang bergosip. "Tuan.. lepaskan aku, aku tidak ingin mereka semakin membicarakan ku" Bisik Silvia.
"Diam kau gadis bodoh…! Jangan pedulikan mereka, lebih baik kita cepat pergi dari sini".
Ludius membawa Silvia masuk kedalam kampus, ia tidak mengatakan sepatah katapun. Tangannya yang memegang erat Silvia membuat perasaan Silvia goyah.