Chapter 42 - 42. Perasaan Terhubung bag 2

Didepan IGD mereka menunggu dengan perasaan khawatir. Anehnya Ludius juga tidak beranjak dari tempatnya dan ikut menunggu. Di saat penantian mereka, Ludius mendapat Telefon dari Mu Lan untuk segera kembali ke Apartement.

Ludius beranjak dari tempat duduk nya "Tuan Julian, sepertinya saya harus kembali. Asisten saya menelfon ada suatu hal penting. Tolong sampaikan salam saya untuk adik anda semoga lekas sembuh. Setelah urusan saya selesai, saya akan kemari untuk menjenguk adik anda".

"Terima kasih Tuan Lu telah mengantar saya kemari.. Saya pasti akan menyampaikan salam Tuan pada adik saya". Ludius beranjak pergi, Langkahnya terasa berat saat dirinya melangkah pergi. Dia berjalan lambat dengan fikiran masih terbang jauh memikirkan Silvia.

"Dokter Bagaimana keadaan adik saya Silvia?!". Terdengar di telinga Ludius suara orang berbicara

Sesaat dia mendengar ada seseorang yang mengatakan nama Silvia, 'Apa aku sedang berhalusinasi?. Mengapa aku seperti mendengar seseorang menyebutkan nama Silvia?'. Ludius melanjutkan langkahnya

"Nona Silvia belum sadarkan diri sejak Nona terjatuh dari kursi roda". Ludius mendengar kembali walau samar-samar.

Tidak.. Jelas-jelas ini bukan halusinasi, Aku jelas mendengar nama Silvia. Aku harus kembali untuk memastikan.

Secepatnya Ludius membalikkan badan dan kembali mencari sumber suara. Setiap ruangan yang dia lewati dia lihat apakah ada Silvia disana. Sampai pada tempat terakhir Ruang IGD pintunya terbuka. Ludius dengan perasaan berdebar melangkah menuju Ruangan itu.

Di ambang pintu, Ludius berdiri terpaku melihat siapa yang tengah terbaring di sana. Dia tidak bisa menjabarkan perasaannya antara senang, sedih dan terluka. Ludius berjalan masuk tanpa berkata dan mata terus menatapnya wajah pucat itu.

"Silvia..!!" Hanya satu kata yang keluar dari mulut Ludius.

Julian yang mendengar ada seseorang yang menyebut nama Silvia menoleh ke arahnya. "Tuan Lu.. Bagaimana anda bisa mengenal adik saya?!"

Ludius seperti tidak mendengar pertanyaan dari Julian dan terus melangkah mendekatinya Silvia. Ingin sekali Ludius memeluk dan mencium kening calon istrinya itu, tapi dia urungkan karena masih ada orang lain yang melihatnya.

Sayang.. penderitaanmu semua itu adalah salahku, dan aku pantas mendapat hukumannya. Tapi satu hal yang tidak bisa aku terima. Aku tidak ingin kehilanganmu...

Julian yang melihat Ludius mendekati Silvia tanpa penjelasan membuatnya tidak terlalu suka "Tuan Lu, jelaskan sebenarnya apa yang terjadi. Mengapa kamu bisa mengenal Silvia?". Pertanyaannya terlihat jelas menunjukkan ketidak sukaannya pada Ludius.

"Aku akan menjelaskannya, tapi bisakah kamu meninggalkan kami berdua sebentar..!" Pinta Ludius dengan nada bicara yang dingin.

Julian menuruti permintaan Ludius dengan perasaan setengah tidak suka. Dia berjalan keluar tanpa berbicara lagi.

Didalam ruangan kini hanya ada Mereka. Ludius yang sedari tadi berdiri, Dia langsung mencium kening Silvia dan memegang tangannya yang terasa hangat. Saat dia memandang wajah pucatnya untuk pertama kalinya seorang Ludius meneteskan air mata. Dia mencium tangan Silvia dan melihat Cincin pertunangan mereka masih melingkar dijari manisnya.

"Sayang.. Terima kasih kamu masih memakai cincin pertunangan kita. Aku sadar, aku telah salah karena membohongimu, Walau pada akhirnya. Aku sendiri yang terluka karena kepergianmu. Sekarang aku sudah menemukan mu kembali, aku tidak akan membiarkanmu pergi lagi dari sisiku. Jadi bangunlah sayang".

Serangkaian kata Ludius yang terdengar lirih membuat jemari Silvia bergerak. "Tuan Lu.." gumamnya.

"Sayang, akhirnya kamu menyebut namaku walau dalam tidurmu". Senyum di wajah Ludius mengembang. Walau Silvia masih dalam keadaan pinsan. Tapi satu kata itu membuatnya tenang.

Dari luar Julian tiba-tiba masuk dan melihat apa yang sedang dilakukan Ludius. "Tuan Lu.. Saya sudah memberikan banyak waktu untuk anda menemuinya adik saya. Silahkan anda keluar..". usir Julian secara halus.

"Tuan Julian, aku sudah berjanji untuk menjelaskannya padamu. Jadi dengarkan penjelasan ku terlebih dahulu. *menoleh kearah Silvia* Silvia tunggulah sebentar.." Ludius melepas tangannya yang memegang Silvia dan berjalan keluar.

Didepan ruang IGD, Mereka duduk dengan suasana tegang. Ludius mempersiapkan hatinya dengan apa yang akan terjadi nantinya setelah menceritakan yang sebenarnya "Tuan Julian, sebelumnya aku meminta maaf karena tidak memberitahumu dan Ibunya Silvia. Aku telah melamar nya dan kami sudah bertunangan. Kamu bisa melihat Cincin yang di pakai Silvia, Didalamnya terdapat inisial kami...". Panjang lebar Ludius menceritakan semuanya dari awal hingga akhir, termasuk alasan mengapa Silvia bisa lumpuh. Tapi satu hal yang belum bisa Ludius ceritakan, Dia belum menceritakan alasan awal mereka bisa bertunangan.

"Sekarang keputusan ada di tangan Tuan Julian, Tapi satu hal yang pasti aku tidak akan melepaskan Silvia kembali". kata Ludius dengan tegas , Perkataan Ludius yang begitu tegas membuat Julian semakin tidak suka padanya

"Tuan Lu, Aku tahu kamu mencintainya. Tapi Silvia sudah cukup menderita dengan semua ini. Jadi aku memohon pada Tuan Lu, Lepaskan Silvia. Biarkan dia meneruskan hidupnya yang baru".

"Ling Ling.. apa kamu disana? Siapapun tolong beritahu aku. Mengapa aku tidak bisa menggerakkan tubuhku?!" Saat perdebatan mereka, Dari dalam Silvia yang masih pinsan memanggil nama seseorang.

Julian langsung memanggil dokter untuk mengecek keadaan Silvia. Dokter beserta Julian masuk untuk melihat keadaannya. Sedangkan Ludius masih berdiri terpaku tanpa melangkah sedikitpun.

"Kakak Julian, Bagaimana bisa Kak Julian ada disini? Kak mengapa kaki dan tanganku sulit digerakkan?!" ucap Silvia syok seperti baru mengalami hal yang tidak semestinya.

"Silvia tenanglah. Kamu sedang ada di rumah sakit. Dokter akan segera memeriksamu". Julian membelai kepala Silvia dan menenangkan nya.

Dokter spesialis Saraf mengecek keadaan Silvia. "Bagaimana keadaannya Dok?".

Dokter membawa Julian kedepan Ruangan, "Tuan Julian, karena Nona Silvia sebelum ini telah mengalami kelumpuhan pada sistem syaraf membuatnya menjadi rentan. Ditambah benturan keras di kepalanya, Saya mendiagnosis Nona terkena RETROGRADE amnesia. Saya sudah melakukan cek dan karena Nona sudah siuman sudah di pastikan Nona Silvia mengalami RETROGRADE amnesia yaitu kehilangan ingatan barunya selama kurun waktu satu tahun terakhir".

Ludius yang mendengar pembicaran mereka tidak tahu pasti apa yang mereka bicarakan. Tapi Ludius mendengar kata-kata Retrograde Amnesia. Ludius tidak menyangka jika itu benar-benar terjadi. Jelas-jelas tadi Silvia memanggil namanya "Dok.. Maaf saya menyela. Apa benar Pasien mengalami Retrograde Amnesia?. Tapi saat saya menemuinya barusan dia menyebut nama saya. Apa dokter tidak salah mendiagnosis?" Tanya Ludius memastikan.

"Jika memang demikian, itu berarti ingatan yang berada di alam bawah sadarnya belum hilang, masih ada kemungkinan Nona Pasien mengingat kejadian 1tahun terakhir". Dokter pergi berlalu untuk mengurus perpindahan Silvia ke ruang rawat.

Seketika tubuh Ludius lemas mendengar perkataan dari dokter. Sepertinya Tuhan memang benar-benar sedang menghukum dan menguji cintanya pada Silvia, (Aku adalah Ludius Lu, orang yang selalu mendapatkan apa yang aku mau. Jika memang Silvia melupakanku maka aku akan membuatnya mengingat kembali).

"Tuan Lu.. anda telah mendengar sendiri bahwa adikku telah mengalami Amnesia. Jadi tidak ada alasan lagi untuk Tuan Lu berada disini. Jadi tolong tinggalkan Silvia". ucap Julian penuh penekanan.

"Tuan Julian, atau calon Kakak ipar. Aku tahu Silvia telah melupakanku, tapi kita masih terikat sebuah pertunangan yang Sah..! Jadi tidak ada hak untuk Kakak ipar melarangku menemui calon istriku. Silahkan lakukan berbagai cara menjauhkan ku dari Silvia. Tapi..Takdir Silvia adalah untuk hidup bersamaku". Setelah perkataan terakhirnya Ludius pergi tanpa melihat Silvia terlebih dahulu.

Bersabarlah sayang.. aku pasti akan membuatmu mengingat tentang siapa kamu dan aku sebenarnya. Aku akan mengingatkan tentang hubungan kita.