Ludius keluar dengan membawa beberapa bingkisan. Didepan pintu ternyata ada Mu Lan yang menunggu Ludius keluar dari Apartement. Ludius berjalan keluar tanpa memandang kearah Mu Lan.
Mu Lan mengikuti langkah Ludius "Tuan Lu, maafkan saya. Saya sungguh tidak bermaksud untuk membuat Tuan Lu marah".
Ludius menghentikan langkahnya. "Dengar baik-baik aku tidak butuh alasan mengapa kamu melakukan hal rendahan seperti itu. Dulu aku mungkin akan meladenimu. Tapi sekarang aku sudah mempunyai calon istri. Sebelum kesabaranku habis, lebih baik kamu pergi dari hadapanku!".
Ludius mengeluarkan kartu kredit gold dan memberikannya pada Mu Lan "Anggap saja itu sebagai gaji selama kamu menjadi asistenku. Sekarang pergi!". Usir Ludius untuk kedua kalinya.
Ludius tidak perduli apa yang terjadi dengan Mu Lan, Dia berjalan cepat menuju rumah Ibu Yuliana.
.....
Di depan rumah Ibu Yuliana, Ludius memarkir mobilnya. Dia keluar membawa beberapa bingkisan dengan gaya khasnya yang dingin dan elegan membuat para tetangga yang melihat tidak mengalihkan pandangan mereka.
Kadatangan Ludius ternyata sudah di ketahui Ibu Yuliana, pintu rumah Ibu Yuliana sudah terbuka dan terlihat Silvia tengah menunggunya di ambang pintu.
"Pagi Silvia, maaf membuatmu menunggu". Katanya diteruskan mendorong Silvia masuk kedalam rumah.
Terlihat ibu Yuliana sedang menyiapkan sarapan "Pagi Bibi, ini ada sedikit bingkisan untuk Bibi dan Silvia. Mohon diterima". Ludius memberikan bingkisan pada Ibu Yuliana.
Didalam Ibu Yuliana menerima dengan senang hati. "Terima kasih nak. Mari sarapan bersama, Ibu sudah menyiapkan banyak menu untuk kita makan bersama".
Di meja makan, terdapat beberapa menu sederhana seperti tempe goreng, sayur asem, ikan lele, dan tumis kangkung. Terlihat sangat asing bagi Ludius. Sesaat dia terdiam dengan menu yang terdapat di meja makan.
"Ludius, mungkin makanan di meja ini terlihat sederhana. Tapi kamu akan tahu perbedaan rasa makanan rumah dengan makanan mahal yang terdapat di Restaurant". Kata Silvia dengan senyuman
Semenjak kejadian waktu itu, Silvia perlahan mulai bisa menggerakkan tangan kanannya. Dia mulai melakukan aktivitas menggunakan tangan kanan seperti makan dan lain-lain.
Ludius mencoba setiap menu makanan yang ada di meja. "Rasanya sangat sederhana Seperti masakan pada umunya, hanya rasa seperti ini membuat kita menjadi rindu akan rumah. Apakah ini rasanya masakan rumah?" gumamnya.
Saat semua sedang berada di ruang makan, Julian datang dengan setelan jas Double Beastred biru tua di padu dengan dasi silver, cocok sekali dengan perawakan Julian yang tinggi dan besar.
Dia melihat Ludius sudah ada didalam bersama Silvia dan Ibi Yuliana. "Pagi Bibi, Silvia. Apa aku datang terlambat untuk mencicipi masakan Bibi?" tanyanya dengan sapaan hangat
"Julian, mari kita sarapan bersama. Ibu sengaja masak lumayan banyak karena ibu fikir kalian akan datang pagi ini".
Julian mengambil tempat duduk di samping Ludius. Suasana hening dan canggung begitu saja. Sesekali mereka saling melirik dengan tatapan sinis dan tidak suka.
"Kalian sedang apa seperti itu?" Tanya Silvia saat melihat mereka saling pandang.
Mendengar pertanyaan itu Ludius dan Julian tersentak seperti telah tercyduk melakukan hal mesum didepannya. Seketika wajah mereka memerah dan langsung saling buang muka membuat Silvia terkekeh ????.
"Muka kalian kenapa begitu? Ehm.. Memangnya aku sedang bertanya apa tadi?. Aku kan cuma tanya kenapa kalian tidak makan. Tapi reaksi kalian sungguh imut sekali. Ah.. Coba kalau ada ponsel di tanganku. Ingin sekali aku abadikan ekspresi kalian yang imut itu" katanya dengan menahan tawa. Ibu yuliana yang melihat hanya geleng-geleng kepala dengan senyum untuk menahan tawa.
Pagi yang membuat ruang makan menjadi hangat dengan penuh canda tawa. 'Sepertinya aku akan merindukan hal-hal sederhana seperti ini..' Find authorized novels in Webnovel,faster updates, better experience,
Setelah semua selesai dengan sarapan mereka, Ludius mempersialkan diri untuk berbicara hal penting. "Bibi, ada hal penting yang ingin aku bicarakan. Ini mengenai hubunganku dengan Silvia". Kata Ludius membuka percakapan.
Seketika ruangan menjadi hening, "Apa ada yang ingin kamu sampaikan nak?" Tanya Ibu Yuliana balik
"Saya memikirkan ini sudah lama, yaitu semenjak pertunangan kami. Saya datang kali ini tidak hanya untuk menjemput Silvia, tapi juga untuk meminta restu dari Bibi untuk menikahi Silvia".
Julian dan Silvia sontak terkejut, mereka memasang ekspresi tidak menyangka akan secepat ini, tapi melihat dari ekspresi Ibu Yuliana yang tetap tenang, sepertinya dia sudah memperkirakan akan terjadi hal seperti ini.
Hati Silvia berdetak tidak menentu, perasaan gembira mencuat begitu saja dari hatinya (dia melamarku didepan Ibu?) Batinya.
"Apa yang akan menjadi jaminan kalau putriku akan baik-baik saja jika kuserahkan padamu?".
"Hidupku menjadi jaminannya Bi. Aku benar-benar menginginkan Silvia sebagai istri sah ku".
"Bibi mengerti niat baikmu, tapi Maaf nak Ludius. aku belum bisa merestui kalian, karena itu bertolak belakang dengan keyakinan kami". Kata Ibu Yuliana ramah.
"Maksud Bibi bagaimana, apa aku tidak pantas untuk putri Bibi?" tanyanya dengan ekspresi khawatir.
"Ludius, bukan seperti itu. Keluarga kami memiliki keyakinan bahwa sebaik-baiknya menikah ialah dengan seseorang yang memiliki keyakinan. Karena dengan sebuah keyakinan hubungan akan lebih bermakna. Menikah bukan hanya sekedar bisa hidup bersama, Tetapi juga membawa beban masa depan bersama. Jika salah satu dari kita tidak memiliki keyakinan, kita seperti berjalan membawa beban hidup di dua sisi tinggi yang berbeda, maka tidak ada keseimbangan dan salah satu dari kita akan terjatuh. Aku sangat senang dan gembira mendengar itu dari dirimu secara langsung. Tapi kenali dulu Tuhanmu Ludius, baru kamu bisa mengenaliku. Karena aku percaya, kamu pasti akan menemukannya. Jadi sebelum waktu itu tiba, aku akan menunggu sampai kamu benar-benar sudah siap dengan hati dan keyakinanmu".
Perkataan Silvia membuat Ludius bahkan Julian kagum. Ada sedikit rasa kecewa dihati, , Ludius karena penolakan dari lamarannya.
"Aku mengerti apa yang kamu maksud, jika memang seperti itu, Silvia.. Bantu aku menapaki satu tangga lagi menuju pintu hatimu, aku ingin agar kamu yang menjadi saksi kelayakanku untuk menjadi pendamping dari Silvia Zhu" ucapan Ludius penuh kemantapan membuat Silvia merasa lega.
(Ludius, perlahan-lahan aku ingin kamu menjadi seorang pria hangat dengan penuh cinta. Karena itu adalah keinginan terakhir mendiang ibumu. Maafkan aku karena meninggalkanmu waktu itu, kamu pasti telah melewati banyak cobaan hingga membuatmu menjadi seperti sekarang ini).
Pagi ini berakhir dengan saling berbicara dari hati ke hati. Koper beserta perlengkapan Silvia sudah dimasukkan kedalam bagasi begitu juga milik Julian.
"Bi.. Sudah waktunya aku membawa Silvia kembali ke China. Aku pasti akan menjaganya dengan baik. Mohon Bibi melepas Silvia dengan hati lapang". Perkataan Ludius cukup dewasa untuk membuat Ibu Yuliana tenang melepas Silvia dalam pelukan Ludius.