Chapter 164 - 164. Sebuah Pilihan!

Silvia melepas pelukannya, dia dengan senyum mengembang membawa Shashuang keruang makan diikuti Ludius dan Azell. Silvia mempersiapkan kursi untuk Azell dan Shashuang duduk. Disaat Silvia akan pergi kedapur, tangannya ditarik Ludius dan membuatnya terjatuh kedalam pelukannya.

"Sayang, kamukan sedang mengandung. Akukan sudah bilang, kamu harus istirahat yang cukup. Biar Bibi Yun saja yang mempersiapkan semuanya. Kamu adalah Nyonya Lu, tentu saja Tuan Lu ini akan menjamu mu". Kata Ludius jahil. Dia mencium kening Silvia didepan Azell dan Shashuang.

"Suamiku, tidakkah kamu terlalu bermuka tebal, Disini masih ada wanitamu yang lain. Bagaimana kalau dia cemburu dan menyatakan perang terhadapku? Akukan belum siap melepasmu". Balas Silvia tidak kalah jahilnya.

"Eh.. Sejak kapan Istriku pandai merayu? Dasar istriku yang nakal".

"Sejak suamiku di lirik banyak wanita, tentu saja aku sebagai Nyonya Lu harus lebih memperhatikan suamiku. Kalau perlu, kita bersama selama 24jam nonstop". Kata Silvia memanyunkan bibirnya.

Shashuang yang melihat hanya bisa terdiam menahan emosi yang menggunung, Azell yang melihat kecemburuan di mata Ibunya langsung mengalihkan perhatian.

"Ekhem.. Pah, makanan sudah tersedia dimeja. Kapan Papa akan memulai makan, aku sudah lapar!".

Silvia melepas pelukannya, dia langsung menghindar dan duduk dikursi samping Ludius. "Azell ingin makan pakai apa? Bibi ambilkan yah". Bujuk Silvia.

"Tidak perlu, mamaku ada disini. Biarkan dia yang mengambilkannya".

Silvia sedikit kecewa, Ludius memandang Silvia dan tersenyum. "Jangan terlalu difikirkan sayang". Bisik Ludius.

Silvia mengambilkan nasi beserta lauknya untuk Ludius, dan untuknya sendiri. Disaat Silvia akan memakan makanannya, tiba-tiba dia merasa mual.

Hoek.. Hoek..

"Kalian lanjutkan saja makannya, aku akan kekamar mandi dahulu". Silvia bergegas menuju kamar mandi.

"Sayang, apa kamu baik-baik saja?". Panggil Ludius, dia mengikuti Silvia kekamar mandi untuk memastikan kondisinya baik-baik saja.

Tok.. Tok..

"Sayang, apa kamu merasa kurang sehat? Aku kan sudah bilang, sebaiknya kamu istirahat saja. Untuk urusan Shashuang, dia akan segera pergi dari sini".

Beberapa menit kemudian, pintu terbuka. Silvia terlihat pucat pasih dan pandangannya mulai kabur.

"Sayang, apakah kamu baik-baik saja?". Tanya Ludius, dia mendekap Silvia yang lemah.

"Aku merasa sedikit lemas dan pusing". Perkataan Silvia begitu lemah hingga akhirnya dia pinsan

"Sayang, kamu kenapa?". Kata Ludius khawatir,

Ludius mengangkat tubuh Silvia, meski Silvia tengah di incar tapi kondisinya tidak memungkinkan untuk di rawat dirumah. Terpaksa Ludius membawanya kerumah sakit.

Azell yang melihat Silvia pinsan mengikuti Ludius kerumah sakit. Sementara Shashuang di temani Bibi Yun mengantarnya untuk kembali kerumahnya.

Rumah Sakit

Setibanya dirumah sakit, Ludius membawa Silvia keruang IGD untuk penanganan pertama. Dokter dan beberapa perawat langsung masuk untuk memeriksa keadaan Silvia.. Sementara itu, Azell dan Ludius duduk menunggu didepan ruang IGD.

Demi keamanan Silvia, Ludius terpaksa menelfon Zain untuk mengerahkan anak buahnya.

["Zain, Silvia pinsan kembali, Aku bawa dia ke rumah sakit Z. Karena Silvia kemungkinan masih di incar, aku perintahkan kau membawa beberapa anak buahmu untuk menjaga disetiap sudut rumah sakit. Jangan biarkan mereka mendapatkan apa yang Mereka inginkan!".]

[ "Baik, aku akan segera datang!".]

Ludius kembali duduk dengan khawatir, dia masih mengingat bagaimana dia menembak Silvia hingga menyebabkan rahimnya mengalami masalah.

"Pa, Apakah Papa sedang gemetar?". Tanya Azell, dia menggenggam kedua tangan Ludius. "Papa terlihat sangat mencintai Bibi Silvia. Meskipun aku tidak suka dengan Bibi, tapi aku percaya Bibi akan baik-baik saja. Karena dia adalah orang baik yang Papa cintai".

"Azell, kamu anak yang baik. Papa senang kamu memperdulikan Silvia. Kamu pulanglah, sopir akan mengantarmu pulang". Ludius membelai kepala Azell dengan senyum manisnya.

"Pengawal!" panggil Ludius, Seserorang datang dan berdiri menunggu perintah. "Kalian antar Tuan Muda Azell kembali kerumahnya!".

"Baik Tuan!". Jawab pengawal.

"Baik Pa, Azell titip salam untuk Bibi Silvia. Semoga Bibi cepat sembuh. Sampai jumpa Pa".

Azell pergi diantar salah satu pengawal, kini tinggal Ludius seorang diri yang menunggu Silvia dengan cemas. 20 menit telah berlalu, Dokter yang memeriksa Silvia keluar.

"Dok, bagaimana kondisi istriku?". Tanya Ludius khawatir.

"Kondisi Nyonya Silvia untuk saat ini stabil. Namun karena rahim yang sempat terluka menyebabkan kondisi Nyonya mudah drop dan kondisi terburuknya adalah pendarahan yang hebat. Karena pada dasarnya Nyonya tidak di anjurkan untuk hamil. Tapi kami dari pihak Rumah Sakit akan berusaha semaksimal mungkin untuk menyelamatkan Nyonya Silvia beserta janin hingga 8 bulan kedepan". Papar Dokter sebelum meninggalkan ruangan.

"Terima kasih Dok".

Ludius masuk kedalam ruang rawat, didalam Silvia masih memejamkan matanya dengan senyum tersungging dibibirnya. Ludius duduk disamping Silvia, dia membelai rambut Silvia dan mencium keningnya.

"Sayang, Aku sangat mencintaimu. Seisi dunia juga tahu itu. Tapi.. Jika tiba masanya aku harus memilih antara kamu dan janin yang ada dalam rahimmu, bisakah aku sedikit egois dan memilih agar kamu tetap hidup?". Gumam Ludius. Dia menggenggam tangan Silvia erat, Ludius membayangkan kembali suka duka yang pernah mereka lewati dulu.

Perlahan Silvia membuka matanya, dia memandang Ludius sendu. "Ludius, Apakah kamu tahu bagi seorang wanita yang sudah bersuami, memiliki seorang anak adalah sebuah impian dan harapan?. Jika Tuhan memberiku harapan walau itu hanya sekali, meski harus bertukar nyawa, aku tetap akan mempertahankan janin ini hingga dia hadir kedunia".

"Sayang, Aku memang egois! Meski kamu berkata seperti itu, aku tidak akan membiarkannya. Sampai kapanpun aku tidak akan rela melepasmu. Kamu adalah milikku, sampai kapanpun hanya akan tetap berada disisiku" .

"Tuan Lu, kamu masih saja seperti saat pertama kali kita bertemu. Begitu angkuh, arogan dan egois. Aku harap baby kecil kita nanti tidak seangkuh dirimu dan mampu bersikap sedikit bijaksana agar Ayahnya tahu, bahwa masih ada anaknya yang berdiri disamping untuk mendukungnya".

Sttt…

Mendengar perkataan tabu Silvia, Ludius menutup mulut Silvia dengan jemarinya. "Berhenti membicarakan itu, jangan mengatakan seolah suatu saat kamu akan pergi selamanya. Tidak aku izinkan!".

'Ludius, walau kamu dan semua orang bungkam, Aku menyadari kondisiku tidaklah baik. Meski hanya membayangkannya, aku harus siap untuk pergi dan membuatmu merelakanku. Ini bukanlah sebuah keinginan, tapi pilihan! Aku sudah bertekad akan membesarkan janin yang ada dalam kandunganku hingga dia terlahir kedunia. Maafkan jika aku juga sedikit egois suamiku'.