Chapter 165 - 165. Hati tetaplah Hati

Drrt.. Drrt..

Ponsel milik Ludius bergetar, terlihat panggilan masuk dari Azell

["Pa.. Kakek Rossman sepertinya mulai mencurigai kalau Dokumennya telah di salin oleh seseorang. Ketika aku kembali.. Kata pelayan Mama yang baru saja pulang dari Mall sudah di bawa pergi oleh seseorang. Pah, aku sangat mencemaskan Mama, aku harap Papa juga mau memperhatikan Mama sama seperti Papa memperhatikan Bibi Silvia".] Kata Azell penuh kekhawatiran.

["Maafkan Papa Azell, karena Papa belum bisa bersikap adil padamu dan Ibumu. Tapi Azell tidak perlu khawatir, Papa akan mencari keberadaan Mamamu dan membawanya kembali padamu".]

[ "Papah janji akan membawa Mama pulang kembali?".]

["Tentu saja, ini adalah janji di antara laki-laki. Papa pasti akan menepatinya".]

["Kalau begitu, aku tunggu Papa di rumah. Jaga diri Papa baik-baik".]

Ludius memutuskan telefonnya, dan melihat Silvia yang masih memperhatikannya. Ludius mencium kening Silvia, dia ingin mengatakan kalau dia harus menyelamatkan Shashuang tapi mulutnya sama sekali tidak dapat ia gerakkan.

"Suamiku, apa terjadi sesuatu dengan Nona Shu?" (panggilan Shashuang)

"Seperti yang kamu dengar Sayang, Shashuang tiba-tiba dibawa pergi oleh seseorang. Aku tidak tahu itu orang dari Rossman atau lainnya, dan aku... ". Mulut Ludius seperti terkunci dan sulit untuk mengatakan hal yang mungkin mengingatkan Silvia bahwa ada orang lain di sisi Ludius selain dirinya.

"Mengapa kamu menghentikan perkataanmu? Katakan saja apa yang ingin kamu katakan. Ludius.. Segala sesuatu di dunia ini selalu saling berkaitan. Semua kesalahan di masa lalu tidak akan pernah bisa kamu hapus meski kamu ingin. Hukum karma selalu berlaku di hadapan Tuhan, maka dari itu ada sebuah istilah dosa dan pahala. Sekarang belum terlambat untukmu memperbaiki kesalahanmu. Pergi selamatkan Shashuang, jangan biarkan Azell merasa kamu menelantarkannya dan Ibunya. Aku akan baik-baik saja disini menunggumu kembali". Kata Silvia bijak.

"Sayang.. Maafkan aku karena sampai saat ini belum memberimu kebahagiaan. Tidak seharusnya kamu ikut menanggung kesalahan yang pernah ku perbuat".

"Jangan katakan itu lagi, aku memutuskan untuk menjadi istrimu karena aku ingin berada disisimu dalam suka maupun duka. Pergilah".

"Sayang tetaplah disini sampai aku kembali". Ludius membelai rambut Silvia, dia sekali lagi mencium kening Silvia dan meninggalkan Silvia sendiri di ruang rawat.

Ludius telah pergi, seketika ruang dan perasaan Silvia terasa hampa. Meski Silvia mengatakan bahwa dia baik-baik saja, tapi HATI tetaplah HATI yang sampai kapanpun tidak bisa di bohongi.

"Aku kira dengan mengatakan semua baik-baik saja akan membuat perasaanku menjadi lebik baik, tapi ternyata aku masih saja merasa terluka. Apakah ini pantas?". Gumam Silvia.

"Tidak ada yang salah dan tidak pantas bagi seorang wanita untuk merasakan cemburu dan terluka!". Dari pintu Zain masuk begitu saja,

"Sejak kapan kamu menguping perkataan orang lain? Dasar tidak tahu malu". Silvia memalingkan wajahnya dari Zain.

Zain melangkah ke samping ranjang dan duduk melihat tingkah Silvia yang sedang merajuk.

"Salahkan dirimu sendiri yang melamun tanpa memperdulikan keadaan disekiitarmu. Aku tidak tahu apa yang difikirkan oleh kalian para wanita, sudah tahu pria yang kalian nikahi akan selalu membuat kalian patah hati,tapi mengapa kalian masih mau hidup dengan pria seperti mereka?".

Zain yang tetap duduk disamping ranjang membuat Silvia merasa bahwa Zain benar-benar sedang menguji kesabarannya. Dia memalingkan wajahnya dan benar saja Zain sedang duduk memperhatikannya.

"Berhentilah mengolok-olokku, Zain.. Kamu mengatakan hal seperti itu padahal kamu sendiri seorang pria. Lalu aku tanya padamu, mengapa kamu terus membuntutiku dan menolak untuk memiliki pasangan hidup. Tidakkah kamu lebih menyedihkan dari pada aku?".

"Pfft… Haha.. Silvia, sejak kapan kamu mulai pandai bermain kata-kata?. Bukankah sudah jelas, aku disini untuk melindungimu. Suamimu sendiri yang menerimaku untuk menjadi pelindungmu. Lagi pula kamulah yang mengatakan jodoh itu takdir, siapa tahu bahwa kamu sebenarnya berjodoh denganku di kemudian hari.."

"Hubungan kita telah berakhir sejak saat kamu memilih wanita lain, jangan kamu gunakan kata TAKDIR untuk menutupi kesalahanmu".

"Silvia, aku hanya melakukan kesalahan sekali dan aku sudah menyesalinya. Tapi mengapa kamu belum mau menerimaku? Disisi lain Ludius selalu membuatmu merasakan patah hati berulang kali, namun kamu tetap saja memilih dia. Apa ini adil?".

Mendengar perkataan Zain yang benar secara logika membuat Silvia diam kehilangan kepercayaan dirinya. Dia merasa semua argumen di patahkan seketika hanya dengan beberapa kalimat dari Zain.

"Apa yang kamu katakan memang benar, aku memang bodoh lebih memilih Ludius dari pada kamu yang hanya menyakiti perasaanku sekali, akupun tidak bisa membantah semua yang kamu katakan karena itu memang adanya. Tapi.. Hati tetaplah hati, pada saat itu kamu melepas hatiku begitu saja tanpa mempertimbangkan perasaanku kembali. Sekarang di hatiku hanya ada Ludius, meski aku selalu merasa terluka dengan masa lalunya, namun Ludius tidak pernah meninggalkan dan melepas hatiku begitu saja".

Zain tercengang dengan penjelasan Silvia, dia menghela nafas menyadari bahwa sampai kapanpun dia takkan bisa menggantikan Ludius di hati Silvia.

"Baiklah.. Jawabanmu sudah cukup untukku dengar. Sampai kapanpun aku tidak akan bisa memperbaiki hubungan kita. Tapi aku tetap akan terus menanti hari dimana kamu melihatku sebagai seorang Zain yang pernah kamu cintai".

"Hubungan kita tidaklah seretak itu, aku dari dulu sudah mmenganggapmu sebagai Kakakku sendiri. Tidak pernah terfikirkan olehku untuk mengakhiri hubungan dengan cara yang salah".

"Yah.. Harus aku akui, Silviaku memang sudah dewasa dan menjadi lebih bijak".