Waktu telah merangkak jauh membawa sang surya menaiki singgahsana nya. Saat ini waktu sudah menunjukkan pukul 10.00 pagi. Pada akhirnya Silvia belum sarapan apapun sejak pagi dan justru di tempatkan pada keadaan ia harus melihat tumpukan manusia yang berlumuran darah.
Karena jarak antara tempat kejadian dengan Restaurant Garden cukup dekat. Wangchu yang membawa mobil membawa Silvia dan Ludius kesana. Sedangkan Emilia sendiri pergi menggunakan mobil lain bersama Zain.
Ludius yang memperhatikan Silvia terus terdiam merasa ada yang di sembunyikan istrinya, sekali lagi Ludius yang duduk di samping Silvia mendekapnya dan membelai rambut panjangnya.
"Sayang.. Apa yang sedang kamu fikirkan? Mengapa kau diam saja? ". Tanya Ludius membangunkan Silvia dari lamunannya,
"Berjanjilah.. Berjanjilah Ludius.. ". Suara Silvia terhenti, mulutnya tak kuasa untuk melanjutkan. Ia bahkan berkata tanpa memandang wajah Ludius,
Raut wajah takut dan penuh kekhawatiran Silvia membuat Ludius semakin merasa bersalah. "Maafkan aku Sayang, aku seharusnya tidak melakukannya. Entah mengapa aku gelap mata dan tanpa sadar melakukannya bahkan di depanmu". Kata Ludius dengan suara parau, ia melihat kearah Silvia. Dengan lembut Ludius memegang kedua tangan Silvia yang tampak dingin.
"Sayang, terima kasih telah mengingatkan kesalahanku. Kamu sedang mengandung buah hati kita, tidak seharusnya aku mengotori tanganku dengan membunuh seseorang". Ludius menyadari dengan pasti kegundahan istrinya, namun ia justru memperparah keadaan.
'Aku tidak tahu bagaimana harus menyikapi ini Sayang, aku tidak ingin buah hati kita melihat kegelapan pekatku sebagai Ayahnya. Tapi keadaan memaksaku untuk kejam'.
Ludius mengalihkan wajah Silvia yang masih sembunyi untuk menatap matanya. Ia mencium kening Silvia dengan penuh kesungguhan. "Sayang,..". Panggil Ludius yang melihat Silvia terdiam tanpa menyahut semua perkataannya.
"Aku hanya takut jika semua yang kita lakukan, sumpah serapah Elena dan wanita yang pernah singgah di sisimu akan berdampak pada buah hati kita nantinya. Itu sangat mengerikan..". Silvia menatap Ludius sendu, begitu berat terasa beban yang ia pikul. Tubuh Silvia bahkan merasa gemetar jika teringat semua yang pernah terjadi.
"Maka ingatkan aku Sayang, ingatkan aku untuk menahan hawa membunuhku. Ingatkan aku bahwa masih ada kamu dan buah hati kita. Karena bagiku kalian adalah yang terpenting di atas segalanya".
"Uhm…". Silvia bersandar di pundak Ludius sambil menunggu mobil sampai di Restaurant.
Sedangkan Wangchu yang memegang kemudi mobil melihat kehangatan hubungan Silvia dan Ludius hanya bisa mengintip melalui kaca yang terpantul jelas keadaan mereka. "Setidaknya masalah untuk hari ini bisa terselesaikan dengan baik". Gumam Wangchu.
Tiba di restaurant Garden yang biasa mereka datangi, Wangchu memarkirkan mobilnya di tempat parkir khusus VIP. Ia hendak keluar dari mobil namun Ludius cegah.
"Tunggu.. Wangchu, pesankan satu kamar sekarang juga". Perintah Ludius,
Wangchu yang sudah di depan pintu mobil mengintip dengan malas. "Siang-siang begini untuk apa kau memesan kamar? Jangan bilang kau ingin bermain dengan kakak ipar di siang bolong?! " celetuk Wangchu dengan senyum terkekeh, mata nakalnya memandang Ludius intens.
"Perhatikan sikapmu Wangchu, aku takkan tertarik pada mata nakalmu". Balas Ludius dengan mensungutkan bibirnya.
"Issh.. Kau terlalu kaku Ludius. Baiklah.. Aku akan pesankan kamar terbesar di sini untukmu. Selamat bermain dengan kakak ipar (Silvia. Panggilan usil Wangchu saat meledek Ludius), hehe.. ". Ledek Wangchu, ia mengeloyor pergi sebelum menerima amukan Tuannya itu.
Di luar dari keadaan Silvia dengan Ludius, Zain baru saja keluar dari mobil bersama Emilia dengan sikap yang masih saling acuh meski diam-diam saling memperhatikan.
"Wangchu, dimana Tuanmu? Bukankah dia yang mengajak kita unruk makan bersama? ". Tanya Zain, ia yang melangkah cepat menautkan tangannya pada lengan Emilia dan memaksakan langkahnya.
"Zain.. Lepaskan! Sakit tahu!! ". Keluh Emilia, ia mengikuti langkah Zain menghampiri Wangchu.
Wangchu yang melihat kedua pasangan baru itu semakin ingin menggoda mereka. Insting nakalnya aktif dalam sekejap. "Zain, wanitamu berteriak padamu. Tidakkah kau mendengarnya? ". Ledek Wangchu,
"Diam kau Wangchu, urus saja urusanmu sendiri!". Sentak Zain,
"Putri Emilia, pria mu terlalu kasar. Bagaimana kau bisa semudah itu jatuh cinta padanya? ".
"Entahlah, eh.. Tunggu, kapan aku bilang jatuh cinta pada pria di depanku ini? Jangan ngaco kau Wangchu".
Ludius yang mendengar kebisingan dari celetukan Wangchu dan yang lainnya di luar mobil merasa jengkel. "Apa mereka tidak tahu istriku tengah tertidur? Berisik sekali!! ".
Dengan setengah emosi yang masih Ludius tahan, ia membuka kaca mobil. "Kalian bisakah diam dan tidak membuat keributan!". Tegur Ludius, ia menatap tajam Wangchu yang ia perintahkan untuk memesan kamar.
Akhirnya Ludius membuka pintu mobil di tengah teriknya matahari yang begitu panas hingga membangunkan Silvia yang tertidur lelap.
"Ugh.. Silau sekali", Silvia melihat ke arah luar mobil. "Ludius, mengapa kita masih di dalam mobil? ". Tanya Silvia yang masih setengah sadar,
"Sayang, kamu tertidur begitu nyenyak. Bagaimana mungkin aku tega membangunkanmu". Kata Ludius, ia melihat ke arah Silvia dan mencium ujung kepalanya. "Ayo kita makan Sayang, tapi pagi kamu belum sempat sarapan".
"Tapi Ludius, aku ingin Bakso Beranak yang sedang hits di Indonesia. Membayangkan nya saja sudah membuatku ngiler.. Ah, pasti enak sekali". Kata Silvia merajuk pada Ludius, ia menggesek-gesekkan kepalanya di dada bidang Ludius. Mencoba merayu suaminya dengan manja.