Chapter 230 - 230. Candaan Wangchu Memecah Keheningan bag 3

"Hahaha… " Tawa pecah memenuhi satu ruangan terbuka yang terdapat di restaurant Garden, bagi Wangchu tidak ada yang lebih menyenangkan selain meledek Tuannya yang menjadi bucin (budak cinta) istrinya itu.

"Pfft… Hahaha.. ". Zain yang sedari tadi menjaga image didepan Emilia pun ikut tertawa lepas. Tidak luput pula Emilia yang ikut terkekeh karena candaan garing Wangchu.

Seketika restaurant Garden riuh oleh tawa mereka dan melupakan sejenak masalah yang baru saja terjadi. Terutama Silvia, ia yang sejak dalam perjalanan murung ikut tertawa geli mendengar candaan Wangchu tersebut,

"Pfft.. Hehe, Ugh.. Aku tidak kuat menahan tawaku suamiku, maafkan aku.. ". Ujar Silvia yang masih dalam pelukan Ludius.

'Akhirnya kamu tertawa Sayang, aku benar-benar khawatir saat melihat wajah muram mu tadi', batin Ludius, ia menurunkan Silvia di kursi kosong yang ada di depan Emilia.

Setelah semua keadaan kembali normal, Ludius menatap tajam Wangchu yang ada di depannya saat ini. "Apakah kalian puas menertawakanku?! Jadi jelaskan padaku Wangchu, memang bagian mana yang kau fikir itu lucu?! ",

Mendapat todongan pertanyaan dan tatapan tajam Ludius, Wangchu hanya terkekeh dengan wajah tanpa bersalahnya. "Ayolah Boss.. Tadi aku hanya kelewat bercanda, sungguh aku tidak sengaja Boss.. ". Kata Wangchu memohon ampunan Ludius, ia dengan tampang tanpa bersalah menangkupkan kedua telapak tangannya sambil memohon pada Ludius, sontak mengundang gelak tawa..

"Hahaha.. Wangchu, lain kali kau jangan provokasi suamiku, atau kau tidak akan bisa bertahan hidup sampai besok". Celetuk Silvia, ia yang sedang tertawa menyita senyum simpul Ludius yang terus memperhatikannya dalam diam,

Di tengah riuhnya canda tawa, beberapa pelayan datang membawakan pesanan yang sebelumnya sempat Wangchu pesan. Mereka satu persatu memindah makanan yang dibawa menggunakan meja dorong.

Tanpa terlewat dari penglihatan tajam seorang istri, salah satu pelayan yang memindah makanan ke meja pelanggan mencuri pandang wajah Ludius.

'Ya Ampun... Memang dia kira aku sebagai istrinya tidak melihat, benar-benar deh.. Silvia dalam sehari sudah berapa ratus wanita yang mencuri pandang wajah suamimu?! '. Gerutu Silvia dalam hati,

Kejengkelan Silvia yang entah datang dari mana membuatnya merubah sikap begitu cepat. "Suamiku, kau mau makan apa siang ini? " tanya Silvia manja,

Ludius yang sedang duduk tenang memainkan ponsel mendengar sapaan merdu SUAMIKU dari mulut manis istrinya seketika menghentikan aktivitasnya. Ia meletakkan kembali ponsel yang ada di tangannya ke meja, "Ada apa Sayang, tumben mulutmu manis sekali saat memanggilku. Coba ulangi.. ". Kata Ludius dengan mata berbinar,

Harap dimaklumkan, bagi Ludius mendengar sapaan mesra nan lembut bagai kapas itu adalah hal yang sangat langka. Apalagi sejak Silvia hamil justru lebih banyak marah dan mood berubah-ubah.

'Hmm, Istriku memang paling tidak bisa menyembunyikan perasaannya. Cemburu pun masih bisa tidak peduli dan hanya memanas manasi pelayan tersebut. Sayang.. Kamu jahat sekali'.

Perkataan Silvia terdengar bahkan sangat jelas di telinga pelayan yang diam-diam mencuri pandang, ia hanya bisa terdiam tanpa menyahut sindiran istri dari pria yang ia lirik. "Tuan dan Nona.. Silahkan di nikmati". Kata Pelayan tersebut dan yang lainnya sebelum meninggalkan meja pelanggan.

"Lain kali jangan pasang wajah tampan saat keluar rumah, wajahmu terlalu menggoda banyak wanita suamiku!! ". Kata Silvia dengan setengah berbisik,

"Sayang, tidakkah kau begitu jahat meminta suamimu melepas ketampanannya ketika keluar dari rumah? Kalau kau cemburu katakan saja Sayang.. Aku tak akan marah kok ".

"Issh.. Siapa juga yang cemburu, aku cuma bilang simpan wajah tampan mu saat diperlukan saja. Aku takut karena banyak yang melihat ketampananmu itu akan membuat wajah tampanmu memudar".

"Hahaha.. Kakak ipar, kau sangat pandai membuat bossku tunduk. Kau memang yang terbaik". Tawa Wangchu pecah kembali mendengar perkataan Silvia.

Lain Silvia Ludius, lain pula dengan Zain Emilia. Mereka yang lebih banyak diam mendengarkan celotehan Wangchu saling berbisik sembari memakan makanan yang telah disajikan.

"Zain, aku tanya sekali lagi. Mengapa kau menciumku paksa disaat genting seperti tadi? Bukankah kau tidak menyukaiku?". Bisik Emilia, ia sekilas menatap Zain yang masih memainkan makannya seakan enggan untuk memakannya.

"Itu hanya ketidak sengajaanku, aku takkan melakukannya lagi". Balas Zain singkat dan ACUH!

"Bohong, meski aku hanya beberapa hari mengenalmu tapi perkataanmu itu tidak sepenuhnya benar. Apa saat itu kau jadikan aku pelampiasan, atau kau memang sudah menaruh perasaan padaku? ". Tanya Emilia kembali.

Baginya meski hanya sebuah ciuman ia tetap harus memastikannya, karena cinta dan hubungan dalam kehidupan Emilia adalah sebuah hal baru yang mana ia tak pernah merasakannya.

"Mengapa kau terus mengungkit hal sepele seperti ini? Apakah ciuman sesaat begitu penting bagimu?". Zain menjawab dengan pertanyaan, ia meletakkan sendoknya lalu melihat Emilia dengan tatapan lain.

"Kau mempertanyakan itu padaku sungguh ingin membuatku tertawa. Hidup dalam Keluarga Kerajaan itu begitu kejam, sekali kau jatuh cinta pada waktu dan orang yang salah. Maka tidak menuntut kemungkinan orang akan mengejekmu dan mempertanyakan statusmu sebagai anggota keluarga Kerajaan",

'Dan itu alasan mengapa aku memilih diam tidak menyahut perasaanmu Emilia. Aku takut kau takkan sanggup menerima hal itu suatu hari nanti. Meski aku sadar sikapmu beberapa hari ini mengubah sedikit perasaanku yang bergejolak'. Perkataan itu hanya sebatas jawaban hati, tanpa sanggup untuk mengatakannya