Chapter 231 - 231. Down, kondisi yang memburuk

"Lalu aku bisa apa? Aku hanyalah pria biasa tanpa status atau kedudukan. Berhenti lah mengharapkan sesuatu yang mustahil Emilia". Tegas Zain, ia memang tidak ingin membuat Emilia berharap akan hal tersebut yang dapat mengakibatkan Emilia masuk dalam lingkaran masalah tanpa ujung.

"Kau berubah begitu cepat, baru saja kau mengatakan akan menjadi orang pertama yang mendukung kebebasanku!? Mana perkataanmu yang harus kupercaya Zain Malik? ".

"Terserah… ". Jawab Zain dingin, ia mengambil minuman yang ada di sampingnya. Ia meminumnya dengan sekali habis tanpa tersisa sedikitpun. Bukan karena Zain haus, akan tetapi ia ingin menelan semua yang ia rasakan kali ini dan menganggapnya angin lalu.

Sesi makan siang kali ini berakhir dengan Zain dan Emilia yang saling diam kembali. Mereka memang belum memiliki hubungan pasti, namun terlihat jelas ada rasa ketertarikan satu sama lain meski masih mementingkan ego.

Semua telah selesai dengan makan siang mereka kecuali Silvia yang agaknya siang ini sedikit mual, efek hamil muda memang belum bisa dihilangkan karena masih berada di trimester pertama.

"Zain, bisa kau antarkan Putri Emilia kembali ke tempat tinggal sementaranya? ". Pinta Ludius, ia masih duduk di samping Silvia membantu istrinya untuk memakan makanannya.

"Ya.. Aku yang akan mengantarnya, kau tak perlu khawatir Ludius". Jawab Zain, matanya sedikit melirik ke arah Silvia yang sedang bersusah payah dengan mualnya yang kambuh.

'Tanpa kau meminta pun aku pasti akan mengantarnya, karena kau tak tahu dia tinggal di rumahku'. Batin Zain

Hoek.. Hoek..

Silvia menutup mulutnya dengan tangan kanannya, perutnya yang terasa mual sebenarnya sudah terasa sejak kejadian tadi pagi. Namun Silvia tahan karena ia fikir itu hanya sementara akibat bawaan hamil, tapi melihat kali ini mualnya terasa luar biasa Silvia lebih baik mengeluarkannya.

"Ugh.. Ludius, aku akan ke kamar mandi terlebih dahulu. Kalian lanjutkan saja urusan kalian tanpaku". Kata Silvia, ia lantas beranjak pergi ke kamar mandi terdekat,

"Wangchu, aku akan menyusul Silvia. Kau bisa kembali ke kantor terlebih dahulu, panggil sopir untuk menjemput kami dan segera hubungi dokter".

"Panjang sekali permintaanmu Ludius". Wangchu beranjak dari duduknya. "Baiklah.. Aku akan kembali ke kantor dan menyuruh sopir datang menjemputmu. Kau temani saja Kakak ipar".

Emilia telah selesai dengan makanannya pun lekas beranjak dari kursinya "Terima kasih atas jamuan makan siang ini Tuan Lu, sekarang saya juga harus pamit. Salam saya untuk Nyonya Lu. Permisi.."

Kini giliran Emilia yang menarik tangan Zain meninggalkan meja, mengundang tanda tanya bagi Ludius yang melihatnya. "Sejak kapan mereka menjadi begitu dekat? " gumam Ludius,

Lantas Ludius sendiri menyusul Silvia ke kamar mandi, dengan langkah dipercepat ia menyusuri meja yang saling berjajar rapih hingga tiba di kamar mandi yang berada di sudut ruangan.

Tok.. Tok.. Tok..

"Sayang, bagaimana keadaanmu, apakah kau baik-baik saja? ". Tanya Ludius tanpa fikir panjang, ia terus mengetuk pintu kamar mandi yang terasa tenang.

"Jangan-jangan Silvia pingsan seperti waktu itu.. ". Ludius terus mengetuk pintu karena tidak ada sahutan dari Silvia. "Sayang.. Jawab aku, atau aku akan mendobrak pintunya sekarang juga". Kata Ludius meninggikan suaranya dari luar agar terdengar jelas.

'Ini adalah tempat umum, tidak baik jika aku membuat kegaduhan. Lebih baik aku menunggu sebentar lagi, jika Silvia masih tidak menyahut aku akan mendobraknya'. Batin Ludius, ia semakin cemas, meski begitu ia tidak bisa membuat keributan.

Sudah 3 menit lamanya Ludius berdiri menunggu di depan pintu kamar mandi namun belum ada sahutan. "Baiklah.. Lebih baik aku dobrak sekarang ". Ludius mengambil ancang-ancang untuk sekali gebrakan agar tidak membuat bising orang di sekitar, dengan posisi menyamping dan bertumpu pada kekuatan di kaki, ia mendobraknya.

Braak..!!

Seketika engsel terlepas dan pintu terbuka, melihat Silvia tergeletak di lantai kamar mandi sontak membuat Ludius kaget. Secepatnya ia mengangkat Silvia dan membawa Silvia keluar dari kamar mandi.

"Bertahan lah Sayang, seharusnya aku mengikutimu lebih cepat tadi". Umpat Ludius pada dirinya sendiri.

Segera Ludius keluar dari restaurant Garden, dan berharap sopir yang ia minta Wangchu antarkan telah tiba. Tapi begitu tiba di pintu depan restaurant Ludius justru melihat Wangchu yang tengah berdiri di depan pintu mobil sambil menunggu seseorang.

"Cepat bawa kakak ipar masuk". Kata Wangchu, ia membukakan pintu samping mobil,

"Mengapa kau masih di sini Wangchu? ". Tanya Ludius heran, ia masuk kedalam mobil dan menidurkan Silvia dengan kepala di atas pangkuannya.

Wangchu segera masuk tempat kemudi dan menyalakan mesin. "Tentu saja untuk menunggu kalian, apakah kau fikir aku sebodoh itu pergi dan meminta sopir datang! Pasti takkan sempat. Aku hanya merasa Kakak ipar wajahnya terlihat pucat, tapi kau sepertinya kurang peka Boss".

"Ya.. Kau benar, maka dari itu cepat kita kembali ke Mansion".

Tidak hanya sekali dua kali Ludius melihat kondisi Silvia yang tiba-tiba down, namun tetap saja perasaan khawatir menyelimuti Ludius. Baginya kehidupan Silvia dan buah hati mereka adalah segalanya, jika salah satu terenggut darinya maka ia akan selamanya menghujat diri nya sendiri karena tidak becus menjaga keluarga kecilnya.