Chapter 339 - 339. Berkunjung ke Kediaman Ibu Yuliana

"Sejak Putri Nadia tertidur lelap di pesawat, bahkan saat ku gendongpun kau tidak merasa terganggu. Benar-benar seperti Putri tidur." Perkataannya ternyata cukup ampuh membuat Nadia bersungut marah.

Nadia langsung menjaga jarak, menjauh dengan membuang muka melihat kearah jendela mobil. Menatap langit senja dengan gemerlapnya kerlapkerlip malam Ibu Kota Jakarta.

Di sela pembicaraan mereka, pak sopir masuk kedalam dan menoleh ke belakang. "Tuan Muda, semua barang bawaan sudah saya masukan bagasi, kita berangkat sekarang?." Tanya pak sopir dengan bahasa Inggrisnya yang cukup berantakan.

"Ya! Berangkat sekarang Pak!." Pak sopir kembali ke posisi semula dan menyalakan mobil, membawa mobil melesat melewati kota besar Jakarta.

Tatapannya terlihat kosong, seakan sedang menerawang jauh kesana.. "Sudah setengah tahun meninggalkan rumah, dan ternyata aku benar-benar pulang sekarang." Gumam Nadia, Dan itu terdengar oleh Wangchu yang sedari tadi memperhatikannya.

"Kau terlalu mempersulit hidupmu. Jika rindu, maka pulanglah. Tidak mungkin ada orang yang tidak menginginkan keluarganya kembali bukan?" celetuk Wangchu.

"Kau takkan mengerti,, tidak semua orang bisa hidup bebas sesuai dengan keinginan mereka. Hidup dalam Keluarga yang terikat dengan leluhur adalah sebuah hal dimana nasib hidupmu sudah di tentukan bahkan sebelum kau lahir."

"Jika aku yang lahir dalam kondisi Keluarga seperti itu, hal pertama yang akan kulakukan adalah merubah adat serta kebiasaan aneh mereka menjodoh-jodohkan seorang anak tanpa adanya saling kenal. Itu menurutku terlalu kuno."

"Trah darah biru memang harus di lestarikan. Maka dari itu pernikahan pun sudah di tentukan mau bagaimana atau dengan siapa. Kau yang selalu hidup bebas takkan mengerti hal ini."

"Jadi maksudmu, meskipun aku mencintaimu dan memiliki segalanya, tetap tidak bisa memilikimu karena statusku bukaknlah darah Bangsawan?." Ujar Wangchu dengan sedikit penekanan.

"Entahlah. Berhentilah membahas hal ini. Kau membuatku mengingat hal yang tidak mengenakkan tahu!."

"Hahaha.. jika itu menyesakkan, maka jangan lakukan. Adat memang harus di lestarikan, tapi tidak semua pandangan orang tua sama dengan pandangan dan penilaian kita."

Wangchu menarik tangan Nadia, hingga mau tak mau Nadia harus mendekat kearah Wangchu. "Dengarkan aku Putri Hadiningrat!." Tegas Wangchu, namun Nadia masih membuang muda dan diam.

"..."

Mulut Nadia yang tetap diam, membuat Wangchu sedikit memaksa dengan menekan dagu Nadia, dan mengarahkan pandangan tepat didepan matanya.

"Ini sumpah dan janji seorang Wangchu pada Putri Nadia Felicia Hadiningrat. Aku telah memilihmu untuk menjadi pendamping hidupku. Tidak peduli kau seorang Putri atau pengemis sekalipun, aku akan tetap mendapatkanmu menjadi calon istriku!."

Perkataan Wangchu yang terlihat sungguh-sungguh membuat Nadia tersentak kaget hingga membelalakkan matanya. Tangan Nadia langsung memegang balik tangan Wangchu yang menekan dagunya.

"Cabut sumpah dan janjimu Wangchu!." Sentak Nadia dengan lantang, sampai sopir yang mengemudikan mobil mereka ikut kaget mendengarnya.

"Tidak akan! Pantang bagi seorang pria mencabut sumpah dan janjinya. Apa salahnya dengan menikahi wanita darah bangsawan? Bagiku kau sama seperti wanita lain yang membutuhkan kasih sayang dan perhatian. Bukan aturan-aturan yang mengikatmu hingga membuat perasaanmu kaku seperti ini."

"..."

Nadia langsung diam mengalihkan wajahnya, semua yang dikatakan Wangchu membuatnya merasa bimbang. "Cukup Wangchu, jangan katakan apapun lagi!."

"Aku akan diam,.tapi satu hal yang harus kau ingat! Setiap orang memiliki hak untuk menentukan jalan hidupnya sendiri, termasuk kamu.. Nadia."

Setelah perbincangan itu mereka saling diam, tanpa mengatakan apapun kembali, tenggelam dengan pikiran masing-masing yang terbawa oleh angin malam Kota Jakarta, sampai pada akhirnya mobil mereka terhenti di pelataran Kediaman baru Bibi Yun yang Ludius hadiahkan sebelum mereka kembali ke Indonesia.

Sebuah perumahan Elit dikawasan kelapa gading dengan desain modern klasik sentuhan khas Jawa.

Kediaman baru Ibu Yuliana ini cukup mewah, mungkiin juga bisa dikatakan paling mewah di antara perumahan elit yang ada di komplek kawasan kepala gading.

Begitu mobil terhenti, pak sopir turun memmbukakan pintu untuk Nadia. "Putri Nadia, silahkan turun. Tuan Tommy dan yang lain sudah menunggu anda di dalam." Ucap pak sopir sambil menundukkan diri di depan pewaris keraton Hadiningrat itu.

Nadia turun dari dalam mobil tanpa berbicara atau menoleh kearah Wangchu, dan meninggalkannya sendiri di belakang dengan pak sopir.

Merasa di acuhkan oleh Nadia takkan mengubah pendirian Wangchu pada sumpah dan janjinya untuk memiliki Nadia seutuhnya. Ia dengan santainya keluar dari dalam mobil dan melihat sekilas kearah pak sopir.

"Saya harap anda tidak melaporkan apapun yang di dengar barusan didalam mobil antara sayaa dengan Nadia." Ancam Wangchu dengan perkataan halus, meski mata Wangchu menatap tajam hingga pak sopir sedikit gemetar melihatnya.

"Baik Tuan muda, saya tidak akan mengatakn apapun pada Tuan Tommy atau yang lain mengenai hal yang saya dengar di dalam mobil dan melupakannya sebagai angin lalu." Balas pas sopir dengan tubuh dan mimik wajah yang memucat.

"Baiklah, jangan terlalu tegang begitu!. Bawa masuk semua barang-barang yang ada di bagasi. Kalau begitu, aku pergi dulu Pak." Ucap Wangchu melangkah pergi dengan sebelumnya menepuk pelan pundak pak sopir.

Di depan pintu utama, rupanya Ibu Yuliana beserta yang lain sudah menyambut baik kedatangan kami, meski hanya Wangchu yang menjadi perwakilan Ludius dan Silvia. Sedangkan Nadia justru terlihat sudah tidak asing dengan orang-orang yang ada disana dan langsung masuk saja seperti rumah sendiri.

"Selamat malam Bibi, Paman.." sapa Wangchu yang sudah ada di depan pintu masuk. Ia yang biasanya bersikap urakan dan sesuka hati, di depan mereka para orang tua Wangchu mampu menampilkan sisi dewasa dan tenangnya.

"Selamat malam Nak, perkenalkan. Saya Tommy, ayah dari Julian yang saat ini masih di China untuk menjalankan tugasnya." Ucap pak Tommy, ia mengulurkan tangan menjabat tangan Wangchu.

"Hallo, selamat malam Paman Tommy. Perkenalkan, saya Wangchu Manajer sekaligus tangan kanan dari Tuan Lu. Senang berjumpa dengan anda."

Ibu Yuliana sendiri yang sudah mengenal Wangchu lama langsung merengkuh dan membawa Wangchu masuk. "Nak Wangchu, silahkan masuk.. kebetulan Bibi sudah memasakkan banyak makanan untuk menyambut kedatangan kalian. Nak Nadia juga sudah ada di dalam kok" Ibu Yuliana terlihat antusias menyambut kedatangan mereka.

Sebelumnya Wangchu di antar Ibu Yuliana menuju ruang tamu yang cukup luas dengann banyak ornamen dan lukisan abstrak karya anak bangsa. Di samping itu, di bagian dinding ruang tamu terdapat foto keluarga paska pernikahan berukuran besar terpampang indah disana.

'Sepertinya Ludius sudah melakukan hal besar terlebih dahulu sebelum ia pergi meninggal kan Indonesia setengah tahun yang lalu. Kediaman Ibu Yuliana ini benar-benar sarat akan kekeluargaan. Kau sangat beruntung Ludius.?'