Chapter 346 - 346. terbangun di sebuah gubug tua

#Keesokan harinya.

-Lokasi hutan Nanjiang,

Terik matahari yang begitu menyengat di pagi hari sudah mulai menyinari hutan Nanjiang yang begitu lebat. Udara pagi ini cukup dingin dengan pencahayaan matahari yang cukup minim dikarenakan masih banyaknya pohon rimbun yang menjulang tinggi.

Ludius yang semalaman kehilangan kesadaran karena beberapa kali terbentur mulai tersadar dan perlahan membuka mata. Begitu kelopak matanya benar-benar terbuka. Ludius tersentak kaget mengetahui dirinya sudah berada di sebuah gubug tua.

"Siapa yang membawaku kemari!."

Dengan menahan rasa sakit pada beberapa tulang dan sendinya, Ludius beranjak dari tidurnya dan mengedarkan pandangannya kesekeliling ruangan. Karena kondisi tubuh yang masih lemah, ia berjalan perlahan dengan mengandalkan tangan dan dinding sebagai sandarannya bergerak keluar dari gubug tersebut.

"Ternyata sudah pagi yah?." Gumamnya.

Ludius teringat dengan pertempuran semalam, ia melihat ke bagian tubuhnya sendiri dan meraba bagian telinganya, mencari alat komukasi yang terpasang disana. Namun keadaan Ludius saat ini hanya memakai celana panjang dengan perban putih yang melilit sebagian tubuhnya.

"Dimana pakaian dan perlengkapanku?. Apakah di ambil oleh pemilik gubug ini?." Fikirnya. Ludius yang belihat bangku memanjang di depan gubug memilih duduk sebentar untuk mengistirahatkan tubuhnya.

Tap tap tap

Suara langkah kaki mendekat dari arah dalam, Ludius yang mendengarnya bersiap untuk menyerang karena untuk berjaga-jaga siapa tahu yang datang itu seorang musuh.

"Siapa disana!." Sentak Ludius lantang, dengan mata memandang tajam kearah samping.

"Tuan tenanglah, Tadi malam Ayah saya melihat Tuan pingsan di bibir jurang dan membawanya kemari." Ujar seorang wanita.

Seorang wanita datang dari dalam dengan membawa nampan berisi satu gelas teh duduk disamping Ludius dan menaruh nampan tersebuh di bangku.

"Silahkan diminum tehnya Tuan." Ucap si wanita menyuguhkan teh pada Ludius.

Meski terlihat tenang, si wanita diam-diam wajahnya bersemu merah. Entah karena melihat bentuk tubuh Ludius yang sempurna atau karena melihat ketampanan Ludius yang paripurna.

Ludius yang menyadari wanita itu terkesima secepat mungkin langsung menepisnya. "Nona, dimana pakaian dan semua perlengkapan milikku? Aku harus kembali sekarang juga!." Ucap Ludius datar, tanpa ekspresi seolah hati nya sediingin es,

"Ada didalam, tapi kondisi tubuh Tuan sedang tidak baik. Bisakah Tuan tetap tinggal sementara waktu sampai kondisi Tuan membaik? Tuan tenang saja, saya akan merawat Tuan sebaik mungkin.." ucapnya dengan sungguh-sungguh, seakan tidak ingin kehilangan Ludius yang saat ini ada didepannya.

"Aku berterima kasih atas kebaikanmu dan ayahmu.  Hanya saja masih banyak urusan yang harus aku kerjakan dan pasti istriku sudah menunggu kepulanganku."

Ludius tetap menolak secara halus tawaran wanita itu, ia berdiri dari duduknya, dengan tertarih ia masuk kedalam untuk mencari pakaian dan semua barang miliknya.

"Berhenti, Tuan tidak perlu banyak bergerak." Cegat si wanita dengan memegang lengan kekar Ludius. "Biar saya  yang ambilkan pakaian dan semua barang milik Tuan."

Wanita itu memapah Ludius untuk duduk kembali, sedangkan ia masuk kedalam untuk mengambil barang milik Ludius.

"Terima kasih." Balas Ludius datar.

Bukan Ludius tidak tahu berterima kasih dengan bersikap dingin dan acuh pada penolongnya. Hanya saja ia  tidak ingin meninggalkan kesan apapun pada wanita itu dengan sikap baiknya.

Selang beberapa saat, si wanita keluar membawa pakaian Ludius serta semua barang miliknya. "Ini Tuan, pakaian dan semua barang Tuan yang ada di jas dan saku."

"Uhm.."

Si wanita menaruhnya di bangku, dengan percaya diri dia meminta sesuatu pada Ludius. "Tuan, biarkan saya memakaikan kemeja dan jass ini pada anda. Anda tidak akan menolaknya, kan?" tanya si wanita dengan malu-malu mau.

Sejenak Ludius mengerutkan keningnya jengkel dengan kepercayaan diri wanita yang menolongnya. 'Apa wanita ini tidak tahu malu, menawarkan diri untuk memakaikan pakaian kepadaku?!.'

"Uhm, baiklah.." jawab Ludius masih dengan mimik muka datar.

"Terima  kasih Tuan".

Si wanita mengambil kemeja dan memakaikannya pada Ludius. "Ohya sebelum itu perkenalkan, saya Chun xing. Selama bertahun-tahun saya dan ayah tinggal berdua di lereng pegunungan Nanjiang. Saya tidak tahu apa yang membuat Ayah memilih untuk mengasingkan diri di tempat berhutan seperti ini. Tapi tidak mungkin saya meninggalkan Ayah, dan akhirnya ikut tinggal disini dengan damai. Disaat Ayah mencari kayu bakar, beliau menemukan bersandar di pohon dalam keadaan pingsan dan membawa Tuan kemari. Saya yang selalu seorang diri melihat ada orang lain di pedalaman seperti ini rasanya sangat senang." Ucap si wanita yang bernama Chun Xing panjang lebar dengan tangan memakaikan Ludius kemeja.

Meski Ludius tidak tertarik dengan cerita hidup si Chun xing, tapi demi menghargainya, Ludius rela mendengarkan dengan seksama. "Sekali lagi terima kasih karena telah menolongku. Ini sudah cukup siang, aku harus kembali sekarang juga. Aku titip salam pada ayahmu, katakan padanya aku pasti akan kembali lagi kemari untuk membalas kebaikannya."

Ludius mengambil ponsel dan pistol miliknya, hanya saja alat komunikasinya hilang, mungkin jatuh sewaktu di jalan. "Semua barang sudah milikku sudah kembali. Ini saatnya aku harus pergi." Kata Ludius, ia mengusap kepala Chun xing layaknya adik.

"Mengapa secepat ini, padahal saya sudah memasak untuk anda, Tuan."

"Sajikan saja makanan itu untuk Ayahmu, aku harus kembali. Sampai jumpa."

Dengan menahan rasa sakit di seluruh tubuhnya, Ludius bersikap biasa saja untuk mengelabui Chun xing, tapi tidak tahu apa yang terjadi dengan wanita itu.  Dia seperti tidak ingin lepas dari Ludius. Belum satu langkah Ludius meninggalkan depan gubug, Chun xing memeluk Ludius dari belakang.

"Jangan pergi Tuan, jangan tinggalkan Chun xing seorang diri. Hiks..."

Ludius langsung memegang keningnya pening. 'Ah, inilah yang aku khawatirkan jika ada wanita yang tiba-tiba menolongku. Mereka merepotkan sekali, lengket seperti perangko. Sekarang apa yang harus aku lakukan ya Tuhan..' batin Ludius.

"Ah, haha.. jangan menangis." Perlahan Ludius melepas pelukan Chun xing. "Baiklah, aku akan tetap disini sampai Ayahmu kembali. Tapi setelah itu kau harus biarkan aku pergi. Karena aku sudah mempunyai keluarga kecil yang menungguku di rumah."

Chun xing langsung melepas dan mundur beberapa langkah dari Ludius. "Jadi Tuan sudah menikah?." Tanya Chun dengan keterkejutannya. Ia sepertinya tidak menerima Ludius sudah memiliki seorang istri.

"Benar, bukankah taidi aku sudah mengatakannya. Istriku sedang mengandung, dia pasti khawatir kalau aku tidak segera kembali hari ini. Kau sudah tahukan alasanku mengapa aku harus cepat-cepat kembali.." ujar Ludius menerangkan, mencoba membuat Chun xing mengerti posisinya saat ini.

"Ba.. baiklah, saya tidak akan menghentikan Tuan untuk kembali. Tuan tidak perlu khawatir, saya akan sampaikan salam Tuan untuk Ayah nanti."