Chapter 387 - 387. Sentuhan Malam

Dari awal memang sulit menyembunyikan semuanya dari istrinya, Ludius sudah tahu ini pasti akan terjadi. Ia berbalik arah dan melebarkan senyum di depan istrinya. "Malam Sayang.." sapa Ludius, ia duduk di atas ranjang di samping Silvia.

Setelah memergokis suaminya yang baru kembali pada tengah larut malam, Silvia berbalik arah dan kini ia sudah berbaring melihat ke arah suami nakalnya. "Ayo katakan, mengapa kamu baru kembali, suamiku? Mengapa kemeja hitammu bersimbah darah. Apakah kamu terluka?". Tanya Silvia menanyakannya kembali untuk kedua kalinya.

Ia beranjak dari tidurnya dan duduk menghadap tepat didepan suaminya dengan mensungutkan bibirnya, matanya melirik kearah lain, seolah mengabaikan suaminya yang kelayaban malam.

"Jangan marah dong Sayang, aku bisa jelaskan semuanya. Tapi sebelum itu, boleh aku memelukmu sebentar?". Ujar Ludius dengan tatapan mata sayu, ia terlihat tidak baik-baik saja.

Silvia yang melihat keadaan Ludius membuat perasaannya menjadi cemas. Dalam fikiran Silvia, Mungkin kondisi Ludius memang belum pulih dan memaksakan diri dengan pertempuran membuatnya kehilangan banyak tenaga.

Ludius langsung memeluk Silvia, membenamkan kepalanya di sela leher jenjang Silvia. Menyandarkan kepalanya yan terasa berat dirasa, melepaskan rasa lelah yang tertahan di pundaknya. Silvia yang mendapat pelukan tiba-tiba suaminya membuatnya bingung..

'Ada apa dengan suamiku, tidak biasanya dia seperti ini? Apakah telah terjadi sesuatu padanya?'. Batin Silvia.

Merasa di butuhkan oleh suaminya ketika dalam keadaan terpuruk membuat Silvia merasa bahagia. Setidaknya ada yang bisa dilakukan olehnya untuk bisa menenangkan hati dan kegundahan suaminya. Ia mendekap balik Ludius dengan pennuh kehangatan.

"Jika ingin memelukku, peluk saja suamiku. Bersandarlah jika itu memang bisa membuatmu merasa lebih nyaman. Tapi aku masih belum bisa menerima kamu pergi begitu saja tanpa memberitahuku, terlebih lagi kembali ke rumah dalam keadaan bersimbah darah. Itu membuatku takut, suamiku.." kata Silvia. Ia masih menunggu kata-kata Ludius, tapi tidak ada satu katapun keluar dari suami usil dan nakalnya.

'Aku hanya takut kehilanganmu, Sayang.. sulit sekali mulut ini untuk berbicara. Dua hari lagi aku akan pergi ke Kerajaan Hardland demi membuktikan perkataan Pangeran brengsek itu. Demi mencari kebenaran tentang dirimu, dan mencari jawaban dari ancaman dari surat Dark Phantom tentang kau adalah tunangan leluhurnya. Sampai kapanpun, aku takkan rela kau menjadi milik orang lain, tidak Zain, Julian, Lithian, Hanson atau Pangeran Richard sekalipun. Hanya aku, yang berhak menjadi suamimu sampai maut memisahkan kita.'

"..."

Ludius hanya bisa mengatakan semuanya dalam hatinya, ia tidak sanggup untuk mengatakan meninggalkan istrinya meski itu sementara waktu. Dan sebelum itu, Ludius sudah memikirkan untuk berlibur bersama Silvia dan Azell besok. Meski Ludius belum memikirkan bagaimana harus menyingkirkan Shashuang jika wanita licik itu tahu ia akan mengajak Silvia dan Azell berlibur bersama.

Setelah Ludius lama memeluk istrinya, ia melapas pelukannya. Kedua tangannya menyentuh wajah istrinya, memandang kedua mata bening dan teduh istrinya. "Maafkan aku, Sayang.. aku tahu aku salah. bisa kamu maafkan aku, Sayang?". Bujuk Ludius sambil mencubit kedua pipi tembem Silvia. Mungkin itu karena bawaan hamil, makanya Silvia terlihat lebih gemukan.

"Hnng.. lagu lama! Sudah kebal tuh, sama bujukan receh mu!". Ujar Silvia mengejek dengan perkataannya yang pedas.

Dalam hati Ludius tersenyum kecut. 'Ya ampun, istriku kenapa masih saja bermulut pedas? Sayang dia bermulut pedas hanya padaku? Ini tidak adil..'

Ludius mendekatkan wajahnya ke telinga Silvia, ia tersenyum jahil dengan berbisik sesutau yang membuat istrinya merinding. "Baiklah, aku harus bagaimana agar kamu memaafkan aku, Sayang? Haruskah dengan sebuah ciuman dan sedikit sentuhan malam?".

Wajah Silvia seketika memerah menahan malu, detak jantungnya berdetak tak karuan meski ini bukan pertama kalinya ia mendengar kata-kata nakal dari suami usilnya. 'Arggh.. kondisikan hatiku, Tuhan. Bagaimana bisa aku segugup ini hanya mendengar kata-kata usil Ludius. Inikan bukan yang pertama kalinya?'. Batin Silvia, ia langsung mengalihkan pandangannya kearah yang sebaliknya.

Ludius yang menyadari sepenuhnya perasaan dan tingkah Silvia, hanya bisa tersenyum dan mencium begitu saja istrinya tanpa menunggu jawaban Silvia.

Ciuman lembut yang Ludius berikan dengan perlahan Silvia menikmatinya, hanya saja wangi tubuh Ludius yang khas tertutupi oleh bau darah yang cukup menyengat.

Ingin sekali Silvia menanyakan apa yang sudah Ludius lakukan hingga kemejanya berlumuran darah, tapi itu terlalu sulit.

Sedikit lumatan lembut Ludius dan sentuhan tangan Ludius yang saat ini berada di pinggang seksi Silvia membuat Silvia sedikit berjingkat.

"Pfft.." desah Silvia.

Ludius yang merasa nafas Silvia mulai tersengal melepas tautan ciumannya dan senyum nakal tersungging di bibirnya. "Apakah ini sudah cukup untuk menebus satu kesalahanku, Sayang? Atau perlu aku berikan sentuhan malam sebagai penutupnya?" kata Ludius dengan usilnya.

Wajah Silvia saat itu benar-benar terlihat jutek, ia memandang Ludius dengan kasar, "Stop! Ini sudah larut malam. Jangan ngomong yang aneh-aneh deh. Menangnya siapa juga yang mau di beri sentuhan malam. Lagian memang kamu sendiri tahu apa itu sentuhan malam!". Tantang Silvia, sampai ia memberanikan diri untuk mendekatkan wajahnya pada Ludius.

"Oh.. kamu mempertanyakan apa itu sentuhan malam, Sayang? Bukankah kamu lebih tahu akan hal ini? Apakah aku harus memberitahu langsung dengan praktiknya?". Tanya balik Ludius dengan senyum jahilnya, menjawab tantangan istrinya.

"Suamiku! Apakah kamu bermuka tebal? Bagaimana bisa kamu mengatakan itu secara terang-terangan?". Ujar Silvia mengelak. Wajahnya semakin memerah, membuat Ludius semakin ingin meledek istri tsunderenya.

Ludius menarik pinggang Silvia hingga Silvia merubah posisinya menjadi duduk di atas pangkuan Ludius yang sedang bersandar di dinding kasur. "Tentu saja bisa, karena aku adalah suamimu." Jawab Ludius singkat dengan mata melirik ke arah tubuh seksi istrinya meski tengah mengandung 3 bulan,

"Apa yang kamu lihat!". Tegur Silvia, ia langsung menyilangkan kedua tangannya menutupi dadanya.

"Sayang, untuk apa kamu menutupinya dariku? Bukankah aku sudah melihat semuanya, tidak ada satupun yang suamimu ini lewatkan. Jadi untuk apa merasa malu?" kata Ludius masih dengan kejahilannya.

Perkataan Ludius yang semakin ngelunjak membuat Silvia semakin tidak bisa mengendalikan dadanya yang bergemruuh tak menentu. Ia melirik Ludius tajam dan menunjukkan kalau dia sedang MARAH!.

Tapi sepertinya itu tidak berhasil. "Baik, baiklah Sayang, aku takkan menggodamu lagi. Jangan pasang wajah mengerikanmu padaku baby.. aku tidak tahan melihatnya, bisa-bisa aku memakanmu saat ini juga."

"Makan! Memangnya aku apaan." Silvia memaksa pindah dari sisi Ludius dan kembali berbaring dengan posisi membelakangi Ludius. "Aku mau tidur, jangan ganggu deh. selamat malam!" kata Silvia ketus, ia menarik selimutnya menutupi semua tubuh dan wajahnya.