#Taman belakang Yuyuan Garden.
Pergi dari sisi Ludius yang berada di tengah kerumunan para awak media massa dengan pemberitaan skandal di tengah pernikahan dengannya memang bukanlah sifat dari Silvia. Tapi ia sudah terlanjur sakit hati melihat dan mendengar semua yang di gosipkan banyak orang di depannya.
Pada dasarnya Silvia adalah manusia biasa, meski orang lain menganggapnya bijak sekalipun, hatinya tetap bisa merasakan rasa sakit dan cemburu mendengar semuanya.
Duduk di bangku taman, seorang diri di antara ramainya lalu lalang orang yang sedang menikmati pemandangan Yuyuan Garden. Diam termenung sambil memikirkan, sebenarnya apa yang salah dari dirinya? Mengapa dia malah pergi di saat suaminya membutuhkan sebuah dukungan?
Wajahnya tertunduk dengan kedua tangan menyangga dan menutupinya, mengalihkan semua pandangan dan pemikiran dirinya tentang keadaan yang terjadi. "Apakah aku salah? bagaimana bisa aku meninggalkan Ludius disana bersama Shashuang? Mengapa aku begitu pengecut? Apakah aku terlalu takut menerima kenyataan?". Gumam Silvia dengan linangan air mata yang keluar daru pelupuk matanya.
Entah datang dari mana, seseorang duduk di samping Silvia dan memberikan sapu tangan padanya. "Mengapa kamu duduk seorang diri di sini, Silvia? Apa yang terjadi padamu?". Tanyanya, sembari menyodorkan sapu tangannya yang belum Silvia ambil.
Silvia mengangkat wajahnya memandang ke arah samping. Sedikit terkejut mendapati Daniel Qin sudah duduk di sampingnya tanpa ia sadari. "Ada urusan apa Tuan Daniel berada disini? Apakah karena sedang berlibur dan ingin menikmati pemandangan di tengah kota Shanghai?". Tanya Silvia tandas. Ia menghapus air mata di kedua sudut matanya dan memandang Daniel datar.
"Kamu bisa memakai ini Silvia, tidak baik seorang wanita menangis seorang diri di taman. Itu akan terlihat aneh.." Ujar Daniel.
"Itu urusanku, terserah mau menangis atau tertawa di sini. Lagi pula kamu belum menjawab pertanyaanku, Tuan Daniel? Mengapa kamu bisa sampai disini? Kamu tidak akan mengatakan ini hanya kebetulan bukan?". Tanya Silvia kembali dengan sedikit penekanan dan sorot mata yang kritis.
'Kau ingin mengambil kesempatan dalam kesempitan untuk mendekatiku? Jangan harap! Meski aku tidak tahu siapa kamu sebenarnya, tapi setelah mendengar kau mengajukan syarat bodoh pada suamiku hingga membuat suamiku gusar. Takkan ku maafkan.'
"Tidak, aku takkan mengatakan ini hanyalah kebetulan belaka. Aku ada disini untukmu, Silvia.. apakah alasan ini belum cukup?".
"Terserah kau mau mengatakan apa, nyatanya kita tidak sedekat itu. Untuk waktu itu, aku bukan orang yang suka berhutang, terima kasih kamu sudah menyelamatkanku waktu itu. Sekarang, apa yang Tuan Daniel minta sebagai balasam atas kebaikan Tuan?". Silvia mengajukan pertanyaan yang mungkin akan membuat Daniel memanfaatkannya, tapi mau bagaimana lagi.. nyatanya Silvia pernah hutang 1 nyawa pada Daniel Qin.
"Aku bukanlah orang yang senang memanfaatkan hal sepele seperti itu. Aku menyelamatkanmu tulus. Apakah Nyonya Lu tidak bisa melihat ketulusanku?".
Silvia beranjak dari duduknya dengan senyum tipis ia melihat Daniel yang masih duduk memandangnya. "Oh.. Iya tentu saja Tuan Daniel adalah orang baik, senang menolong tanpa pamrih, hanya meminta syarat untuk menyelamatkan nyawa seseorang. Bukankah begitu?".
Daniel akhirnya berdiri dari duduknya, ia menaruh sapu tangan di meja dan mengangguk-anggukkan kepalanya, mengerti apa yang sedang di katakan Silvia. Sungguh perkataan manis, lembut tapi tajam. "Aku sering mendengar Nyonya Lu adalah seorang wanita hangat, tapi aku baru tahu bahwa Nyonya Lu adalah wanita bermulut tajam. Meski begitu, mengapa Nyonya Lu lebih memilih menghindar dari masalah yang memaksa di depan mata dari pada memilih untuk menghadapinya? Apakah Nyonya Lu sudah kehilangan keberanian untuk bermulut tajam di depan banyak orang?".
Perkataan Daniel saat ini sudah cukup mengubah sudut pandang Silvia dari pertama kali bertemu. Ternyata memang menjadi manusia tidaklah cukup menilai orang dari sekali bertemu dan bertatap muka. Silvia mengingat kembali pertemuan pertama mereka yang tidak sengaja di sebuah Mall. Pandangan pertama Silvia berpikir bahwa pria seperti Daniel yang tidak menunjukkan ekspresi adalah orang yang bisa di jadikan sebagai teman, tapi sekarang sepertinya Silvia tidak akan mempercayainya.
"Tuan Daniel, terserah kau mau menilaiku seperti apa. Ada banyak alasan untukku memilih pergi dari pada mrnghadapinya di depan publik. Aku di anggap pengecut, baiklah.. aku memang pengecut karena memilih pergi dari pada menghadapi kenyataan. Tapi itu bukan berarti aku tidak menerima kenyataan yang ada. Lebih baik kita akhiri saja pembicaraan ini, aku tahu pasti Tuan Daniel masih memiliki banyak pekerjaan yang harus di kerjakan. Kalau begitu, saya Silvia mohon pamit.." Silvia menundukkan kepalanya memberi hormat sebelum pergi dari hadapan Daniel.
"Jangan lupa Nyonya Lu, kondisi rahimmu tidak dalam keadaan baik-baik saja. Aku harap Nyonya Lu mempertimbangkan tawaran baik dariku." Seru Daniel, ia masih diam berdiri melihat punggung Silvia yang pergi semakin menjauh.
Perkataan Daniel sangat menyayat hati Silvia, ia tanpa sadar menitikan kembali air matanya. "Aku tahu kondisi rahimku tidak dalam keadaan baik-baik saja dan kapan saja aku bisa tiada. Maka dari itu aku tidak pernah bisa berbuat apapun pada Shashuang. Aku tidak bisa tegas untuk mengusir Shashuang dari hidup Ludius karena masih ada Azell dan dua buah hati yang harus lahir kedunia. Aku tidak ingin ketiga anak kita hidup tanpa seorang Ibu.." gumam Silvia sambil mengusap kedua sudut matanya.
Sepertinya Daniel tidak mengejar Silvia, itu lebih baik dari pada ia terus-menerus di hantui Daniel yang mampu menyembuhkan luka yang ada di rahimnya dengan imbalan Silvia harus hidup dengan Daniel.
Saat ini sudah siang di lihat dari matahari yang cukup terik. Silvia melangkah tanpa arah, tatapannya terlihat hampa, dia sudah tidak memikirkan orang-orang di sekitar yang memperhatikannya. "Baiklah, jika pada akhirnya Shashuang di takdirkan untuk Ludius, itu lebih baik. Lagi pula mereka dulu pernah merasakan jatuh cinta, hanya perlu sedikit pupuk untuk mengembangkannya. Mungkin itu yang terbaik untuk saat ini.." Silvia terus bergumam tanpa memperhatikan keadaan sekitar, hingga ia tidak sadar ada kerikil yang cukup besar di depannya.
"Silvia, awas..!". teriak Daniel dari belakang,
Silvia yang hampir terjatuh dengan sigap Daniel Qin menangkap tubuhnya. Posisi Silvia yang saat ini ada di dekapan Daniel membuat mata mereka saling memandang. Tidak bisa di bohongi, Daniel sesaat terpana dengan kedua bola mata Silvia, ia seakan jatuh cinta lagi untuk ke dua kalinya di tengah gejolak hatinya yang berkecamuk.
'Silvia, mengapa aku bisa terpikat olehmu, wahai Permaisuri masa depanku..' batin Daniel Qin.
Silvia sadar ada yang tidak beres dengan tatapan lembut Daniel membuatnya mendorong Daniel dan melepaskan dekapan Daniel dari sisinya. Ia berjalan mundur beberapa langkah. "Terima kasih sudah menolongku, tapi.. aku harap Tuan Daniel tidak dengan sengaja menguntitku seperti ini, terima kasih.."