Chapter 408 - 408. Pagi ini dengan sarapan buatan suami tercinta bag2

Ludius  bersama Silvia pergi ke ruang makan sambil menunggu Ibu Yuliana keluar dari kamarnya. Mungkin Ibu Yuliana sedang istirahat, pasalnya setelah perjalanan jauh Ibu Yuliana memang belum pernah istirahat. Jadi wajar beliau telat untuk sarapan bersama pagi ini.

Ludius dan Silvia sudah duduk bersebelahan di ruang makan, karena belum mendapat ciuman selamat pagi, Ludius ingin sedikit menjahili istrinya. Ia sengaja mengangkat Silvia dan mendudukkannya di atas pangkuannya dengan posisi saling berhadapan.

"Suamiku, apa yang sedang kamu lakukan?!" Tegur Silvia, matanya jelalatan melihat ke segala arah takut Ibu Yuliana atau orang lain masuk ke ruang makan dan memergoki mereka. Meski sudah menikah sekalipun, bermesraan di depan orang tetaplah memalukan.

"Sedang apa lagi kalau bukan memangku istriku. Oh.. atau lebih tepatnya bermesraan dengan istri tercinta." Jawab Ludius tanpa rasa takut atau malu.

"Apa kamu tidak memiliki rasa malu meski sedikit? Gimana kalau ada orang yang melihatnya. Malu tahu.." omel Silvia.

"Sayang, mengapa kamu sangat cerewet seperti ini. aku hanya sedang menikmati pagiku bersama istro tercinta, kalau ada yang melihat ya biarkan saja, itu wajar kok, soalnya mereka punya mata dan telinga."

"Dasar muka tebal!".

Tangan Ludius memegang kedua pipi temben Silvia, memaksa Silvia untuk menatap kedua matanya. Sejenak pandangan mereka saling bertemu dan tenggelam dalam pikiran masing- masing. Dada Silvia bergemuruh, jantungnya seakan sedang menari mengikuti ritme cepat. Ada apa denganku saat ini???

'Melihat tatapan dingin nan kelam Ludius, meski ini bukan yang pertama kali. Mengapa aku selalu merasa ada hal yang belum Ludius katakan padaku. Aku selalu menunggu Ludius menjelaskannya, tapi jika di lihat dari sorot matanya, ia sedang menyimpan dalam – dalam hal itu dariku. Sebenarnya rahasia apa yang masih kamu sembunyikan Ludius? Tatapan matamu takkan pernah membohongiku.'

Ludius sudah bersiap mencium bibir ranum istrinya yang sudah sangat ia nantikan di pagi hari ini, namun lagi – lagi keadaan tidak memihak pada mereka, di saat bersamaan..

"Nak Ludius, Silvia.. apa kalian sedang menunggu Ibu untuk sarapan bersama?", seru Ibu Yuliana dari arah pintu masuk ruang makan,

Bibir Ludius yang hampir menempel di bibir Silvia sontak ia urungkan. Dalam hati ia mengumpat diri sendiri. 'Arrrgh.. mengapa harus di saat seperti ini!! ok. Sudahlah!'. Batin Ludius menggerutu.

Ia terpaksa mengangkat Silvia dan mendudukkannya di kursi samping dan berdiri menyambut kedatangan Ibu Yuliana. "Ibu.. mari kita sarapan bersama," Ujar Ludius mengajak Ibu Yuliana sarapan bersama.

Ibu Yuliana yang memergoki menantunya sedang menjahili putrinya hanya bisa terkekeh menahan tawa, betapa bahagia hati Ibu Yuliana melihat kedekatan pasangan putra putrinya. Inikah yang di namakan kebahagian sederhana namun indah di rasa?.

"Ibu dengar Nak Ludius pagi ini membuat bakso kuah? Apakah benar, Nak?". Tanya Ibu Yuliana, padahal ia tahu betul apa yang di lakukan Ludius malam itu.

Anggap saja ini cara pendekatan antara mertua dengan menantu, sedikit bertanya bertujuan memuji. Bukankah Ibu Yuliana adalah contoh Ibu mertua yang baik?.

Dari arah dapur Bibi Yuliana dan pelayan lainnya datang membawa nampan berisi makanan dan masakan yang Ludius buat.  "Permisi Nyonya besar, Tuan dan Nyonya Muda. Maaf saya telat menyiapkan sarapannya", kata Bibi Yun dengan menundukkan badannya meminta maaf di ikuti pelayan lain di belakangnya.

"Bibi Yun jangan seperti itu, kita ini keluarga." Ujar Silvia ramah.

"Benar Bi, aku yang seharusnya berterima kasih karena Bibi mau menggantikanku merawat dan menjaga Silvia dengan baik." Sahut Ibu Yuliana.

"Nyonya dan Nyonya besar,, jangan sungkan. Ini adalah tugas saya sebagai kepala pelayan di Mansion Tuan. Sudah sewajarnya saya mengurus segalanya yang ada di dalam mansion" Bibi Yun menoleh ke arah pelayan di belakangnya untuk segera menaruh makanan yang mereka bawa.

Makanan untuk sarapan pagi di sajikan, Ludius dan lainnya mulai menikmati sarapan bersama yang jarang di rasakan karena kesibukan Ludius yang selalu pergi pagi – pagi sekali untuk mengurus banyak dokumen.

"Nak Ludius, bakso buatanmu ini enak sekali.. wah Ibu baru tahu kalau Nak Ludius ini pandai dalam segala hal," Puji Ibu Yuliana yang sedang menyantap bakso buatan Ludius.

"He eh.. Bakso yang kamu buat enak, suamiku. Tekstunya lembut dan kenyal, rasa daging sapinya juga krasa banget. Uhm.. Apalagi kuahnya, ah.. ini benar – benar bakso paling enak yang pernah aku makan. Suamiku ini memang pandai dalam segala hal". Sahut Silvia ikut memuji setinggi – tingginya.

"Terima kasih atas penilaiannya Ibu. Putramu ini masih belajar, jadi mungkin rasanya akan sedikit mengecewakan Ibu. Tapi syukurlah kalau Ibu mertua menikmatinya.

Di puji oleh dua wanita yang paling di sayang, perasaan senang, bahagia dan bangga dari Ludius melambung tinggi. Dalam hatinya seperti ada taman bunga yang tiba – tiba mekar, ini adalah kebahagian sederhana yang menenangkan hati.

'Perasaan bahagia sederhana yang jarang aku rasakan, atau bahkan mungkin belum pernah aku rasakan. Mengapa aku jadi sulit untuk melepaskan Silvia? Sore nanti adalah jadwal keberangkatanku ke Hardland, terasa begitu cepat. Jika bisa, aku ingin memutar kembali waktu yang sudah terlewat dan aku habiskan untuk membuat Silvia bahagia.' Batin Ludius memandang hangat kedua wanita di depannya.

Di tengah menikmati sarapan yang ada di depan mereka, ada saja keusillan yang di buat Ludius. Tidak bisa menggunakan tangan atau mulut untuk menggodan dan meledek istrinya, maka Ludius menggunakan kakinya untuk mengusili istrinya,

Kaki Ludius sengaja merayap di ujung kaki Silvia hingga sampai di bagian betis, ia sengaja mencubit betis Silvia dengan ujung jemari kakinya. Seketika Silvia tersentak dengan membelalakkan matanya menahan diri untuk tidak mengumpat Ludius.

Silvia langsung membalas cubitan Ludius dan menyerang balik dengan menginjak kaki Ludius. Ia mendekatkan dirinya di telinga Ludius. "Suamiku, apa menjahili istrimu begitu MENYENANGKAN?". Bisik Silvia tegas,

"Ini hanya cubitan cinta, Sayang? Apa perlu aku cubit di bagian lainnya?". Bisik Ludius dengan tatapan matanya yang jahil, di tambah nada bicaranya penuh godaann.

"Kalian! Berhenti main – mainnya. Ini masih di meja makan," Tegur Ibu Yuliana.

Ibu Yuliana terlihat anggun saat menikmati makanannya. Seperti layaknya wanita dari kaum bangsawan, berbanding terbalik dengan Silvia yang memakan makanannya begitu cepat bagai orang kelaparan.

"Sayang, Ibumu terlihat begitu anggun saat melakukan pekerjaan apapun. Tapi mengapa kau seperti itu?". Tanya Ludius ambigu sambil terkekeh melihat cara makan Silvia.

"Apakah kamu sedang mengejekku, Suamiku? Hnng.." jawab Silvia ketus. Ia melanjutkan makannya tanpa memperdulikan Ludius yang ada di sampingnya.

Sudah jadi tabiat Ludius kalau usil dengan Silvia, bagi Ludius menjahili Silvia adalah behagiaan tersendiri baginya. Semacam ada rasa tersendiri di dalamnya yang tak bisa di jabarkan.