Chapter 418 - 418. Agresifmu Putri Emilia

Karena Putri Emilia tidak menerima perlakuan dari Zain yang memperlakukannya seperti orang lain. Dengan sengaja Emilia mendorong dirinya sendiri ke dalam pelukan Zain dan mencuri ciuman Zain dengan segenap hati.

Zain membelalakkan matanya mendapat serangan mendadak dari Putri Emilia, ia tidak menyangka bahwa Emilia adalah wanita yang cukup agresif hingga punya pemikiran untuk mengawali menciumnya.

Karena sudah terlanjur, Zain mengambil alih posisi mereka. Ia menarik pinggang Emilia hingga kini Zain yang mendominasi dalam ciuman mereka. Dengan liarnya Zain menyesap dan melumat bibir manis Emilia, terasa seperti permen rasa pepertmint, begitu manis dan segar. Tidak  hanya itu, ia juga melanjutkan dengan menjelajah lebih dalam dan mengulum lidah Emilia dan menari indah di sana.

Napas Emilia mulai tersengal, ciuman mereka rupanya cukup lama dan mengurap habis oksigen yang Emilia hirup. Perlahan Zain melepas tautan ciuman mereka hingga tercetak benang saliva di antara keduanya.

Wajah Putri Emilia langsung memerah, ia mengaliihkan pandangannya malu. Ingin sekali berkata namun bibir ini tak sampai. 'Arrgh.. apa yang sudah ku lakukan?! Bagaimana bisa aku mengambil inisiatif mencium Zain terlebih dahulu hanya karena dia menganggapku seperti orang lain. Aku sungguh malu, sekarang apa yang harus aku lakukan coba..' batin Putri Emilia berteriak se kencang – kencangnya.

"Ada apa Putri Emilia, mengapa kau mengalihkan pandanganmu? Apa kau sedang merasa malu dengan ciuman yang baru saja kita lakukan?",  tanya Zain tanpa rasa malu pada seorang Emilia yang identitasnya saat ini adalah seorang Putri.

Emilia mengusap kasar bibirnya dan membalas balik tatapan serta pertanyaan yang Zain lontarkan. "Siapa yang malu! Jika aku malu, tidak mungkin aku memiliki inisiatif untuk menciummu Zain. Dengan begini kau tidak perlu lagi berpura – pura tidak mengenalku, bukan?!".

"Tentu, wanita yang selalu ku kenal adalah Emilia yang selalu berbuat nakal dan onar demi mencari perhatian dari Zain Malik.." Ujar Zain dengan senyum manisnya.

Emilia melepas pelukan Zain yang masih melekat di pingganya. Ia datang sebenarnya ingin memberi tahu bahwa ini sudah waktunya ia kembali ke Kerajaan Hardland. Tapi sepertinya sangat sulit bagi Emilia untuk mengatakannya, bahkan hanya membuka mulutnya saja Emilia tidak bisa.

"Mengapa diam! Apakah mendapat ciuman dariku membuatmu menjadi bodoh, Putri Emilia Keirl Hamilton?", tanya Zain dengan kedipan nakalnya.

Bayangkan, Zain yang selalu bersikap kaku berani bertingkah nakal di depan Putri Emilia. Ia bahkan tidak segan untuk mencuri balik ciuman Putri dari Kerajaan Hardland.

"Dasar tidak tahu malu! Ingat. Aku adalah orang yang telah mencuri ciuman mu barusan!". Kekeuh Emilia.

Zain memperhatikan wajah cantik Putri Emilia dengan seksama. Ia memegang dagu Emilia yang runcing dengan melihat ke bagian bibir merah ranum wanitanya. "Katakan, sejak kapan Putri Emilia Keirl Hamilton menjadi wanita yang agresif terhadap pria? Apakah kamu sudah tidak sabar untuk melakukannya, Putri?!". Goda Zain. Ia ingin melihat seberapa jauh Emilia berani bertindak dengan ke agresifannya.

Emilia tersenyum licik, ia menarik dasi panjang Zain dan mendekatkan wajah Zain padanya. "Hei Tuan Zain.. bukankah kamu lebih tau seberapa tidak sabarannya Putri Emilia ini menahan kesabarannya?!". Balas Emilia sarkas. Ia memandang Zain dengan kedua bola matanya yang cantik, warna mata yang coklat berpadu dengan lirikan tajamnya, membuat Emilia berhassil menarik hati Zain meski hanya sekejap.

."Baik, kita hentikan hal ini Emilia. Aku mengaku kalah." Kata Zain sambil mengangkat tangannya, "Sekarang katakan, apa yang membawamu kemari, apakahada urusan penting?!". Tanya Zain pura – pura tidak tahu, atau dia memang tidak ingin tahu kalau Emilia akan pergi.

"Hiks.. cepat katakan, apakah aku cantik mengenakan pakaian seperti ini? jujur ini ribet dan merepotkan!" Tanya Emilia dengan wajah yang sudah basah,  ia tidak bisa membentung perasaannya ketika mengingat kalau dia harus pergi meninggalkan Zain.

Dengan kedua  tangannya, Zain menghapus kedua sudut mata Emilia dengan kedua jemarinya. Ia tersenyum bijak pada wanitanya itu. "Kamu sangat cantik memakai pakaian ini, Putri Emilia. Apakah sekrang sudah waktunya untukmu kembali?". Tanya Zain perlahan.

"Uhm, aku harus kembali sore nanti dengan Kakak Richard dan Tuan Lu,..." belum selesai Emilia berbicara, Zain bergitu mendengar nama Ludius di sebut langsung memotong perkataannya.

"Ludius juga ikut?! Lalu bagaimana dengan Silvia?!". Tanya Zain sedikit kasar, dan seketika itu meruntuhkan segala hal yang di rasakan Emilia pada Zain.

"Zain, mengapa kamu sangat marah begitu mendengar kalau Ludius pergi tanpa membawa Silvia. Apakah kamu ingin mengatakan kalau Silvia yang sedang hamil perlu di kasihani karena tidak ada suami di sampingnya?!". Kata Emilia dengan wujud pernyataannya membuat Zain diam tak mengelak.

"..."

Zain tidak membalas perkataan Emilia, dia memilih untuk diam dan memikirkan akan apa yang di lakukan Keluarga setelah kepergian Ludius yang cukup tidak rasional ini. karena setahu Zain, Ludius memiliki rahasia yang tidak bisa di katakan pada siapapun termasuk Silvia.

Jelas ini pasti akan memperlambat kepulangan nya kembali ke China. Sebenarnya mudah saja bagi Zain memanfaatkan waktu ini untuk mendekati Silvia, tapi melihat raut wajah Emilia yang tengah bersedih di depannya, mengapa itu membuat hatinya sakit?

'Ada apa dengan hatiku, perassaanku tidak menenmtu melihat wajah Emilia yang  tengah bersedih. Wajah sendunya bahkan seakan mencabik – cabik diriku yang melihat dengan pasti bagaimana air mata itu mengalir. Emilia, sebenarnya perasaanku padamu ini apa?'. Batin Zain bertanya.

"Sudahlah, kita tidak perllu membahas itu. Aku sudah mengatakan kalau aku akan pergi sore ini juga. Jaga dirimu baik – baik Zain. Mengenalmu meski hanya sebentar sungguh membuatku bahagia. Ini adlah kenangan terbaik selama perjalanan ke Negara China.

Zain sekilas mencium kening Putri Emilia, ia kembali memeluk Emilia dengan sepenu hati. "Akhirnya kau pergi juga gadis nakal, aku harap bisa menemanimu ke Kerajaan Hardland. Tapi masih banyak hal yang harus aku urus, terutama seperti yang kamu katakan. Aku harus menjaga Silvia selama kepergian Ludius..." perkataan Zain kembali Emilia potong.

".... Kenapa, kenapa harus kau yang menjaga Silvia. Bukankah dia adalah Nyonya dari Ketua Organisasi Naga Imperial. Mengapa harus kamu yang menjaganya?!" Emilia sepertinya cemburu, ia tidak terima dan memukul – mukul dada bidang Zain melampiaskan segala amarahnya.

"Kamu boleh marah dan melampiaskan kekesalanmu padaku, Emilia. Tapi aku tetap tidak bisa meninggalkan Silvia. Meski aku bukan siapa – siapa baginya, tapi dia adalah salah satu wanita penting yang sudah aku anggap sebagai adikku sendiri.."

Emilia masih tidak puas dengan apa yang ia dengar. Ia kembali memotong pembicaraan Zain. "Bohong! Kamu tidak menganggap Silvia sebagai adikmu. Aku tahu kamu masih menyimpan perasaan padanya jauh di dalam lubuk hatimu. Apa kau pikir aku bodoh. Aku tahu kamu masih mencintainya, Zain!"