Chapter 481 - 481. Kecemasan seorang suami bag2

Betapa hati-hatinya Ludius saat menyeka wajah istrinya yang penuh dengan peluh keringat, ia dengan sabar membisikkan kata – kata pada istrinya agar kembali tenang.

"Tenanglah Sayang, aku ada di sini, di dekatmu. Tidurlah kembali dengan tenang" kata Ludius. ia menggenggam erat tangan Silvia untuk menenangkan hati istrinya.

Setengah jam kemudian Ludius masih saja duduk di sisi Silvia, ia tidak beranjakk sedikitpun dari tempatnya. Lambat laun Silvia mulai tenang dan tidak lagi mengigau. Kondisi nafas dan suhu tubuh juga sudah stabil.

Tidak berselang lama, samar – samar Ludius mendengar sapaan hangat dari bibir ranum istinya. "Suamiku.. apa yang terjadi padaku?". Tanya Silvia lirih, ia menoleh dan melihat wajah cemas Ludius. Dari sana terpancar sebuah kecemasan dan kasih sayang yang tidak pernah Ludius tunjukkan pada orang lain. Melihat betapa cemasnya Ludius, Silvia tersenyum simpul.

"Sayang, kamu tadi tiba – tiba pingsan saat aku membawamu keluar dari ruang makan untuk kembali ke kamar. Beruntung Dokter Martin dengan tanggap segera datang untuk memeriksa kondisimu." Ujar Ludius, Karena Silvia sudah siuman, ia melesatkan sebuah kecupan hangat di kening Silvia.

"Kondisiku.." perkataan Silvia tertahan, hal seperti ini sering kali terulang – ulang kembali, bibirnya sangat berat untuk mengatakan beberapa hal pada Ludius, membuatnya kadang lebih memilih diam. "Kondisiku, apakah semakin memburuk kedepannya?". Tanya Silvia lirih. Jujur, sangat berat menanyakan hal ini pada Ludius. Namun keadaannya memang tidak bisa Ludius sembunyikan darinya.

"Jangan berbicara seperti itu Sayang. Kamu pasti akan baik – baik saja. Aku hanya belum bisa memaksimalkan pencarian untuk menemukan cara menyembuhkanmu, tapi bukan berarti tidak ada cara. Maafkan aku.. yang tidak berdaya dengan semua ini" ujarnya jujur.

"Kondisiku seperti ini memang sudah menjadi nasibku, aku tidak akan menyalahkan siapapun. Tuhan pasti sedang merencanakan hal yang lebih indah untuk kita kedepannya, suamiku".

Di ambang pintu Azell berdiri seorang diri. Ingin sekali dia masuk tapi di sisi lain juga merasa segan dengan Silvia dan Ludius yang sedang bersama. "Lebih baik aku pergi terlebih dahulu dan membiarkan Bunda dengan Papa untuk sementara waktu" gumam Azell.

"Tunggu Azell, kamu mau pergi kemana, Nak?". Tanya Silvia lirih begitu melihat Azell membalikkan badan  hendak pergi.

"Bunda.." seru Azell, ia tidak segan lagi untuk mendekat saat mendengar Silvia memanggilnya.

"Azell, mengapa kamu begitu cepat ingin pergi, Sayang. Apakah Azell tidak ingin menemani Bunda di sini?". tanya Silvia. ia melambaikan tangan pada Azell, memintanya mendekat.

Azell berlari menghampiri Silvia dengan polosnya. Meski dia anak paling cerdas sekalipun tidak akan mengubah kenyataan bahwa dia tetaplah anak – anak yang butuh kassih sayang.

"Bunda.. bagaimana keadaan Bunda, apakah sudah baikan?" tanya Azell. Ia berdiri di samping Ludius yang masih duduk menemani Silvia..

"Sudah Azell. Berkat Azell yang mau menemani Bunda di sini. Keadaan Bunda jai lebih baikan. Makanya Azell sini ajh yah, temani Bunda". Pinta Silvia, ia berusaha berlaku sewajarnya sebagaimana orang tua.

Kedekatan antara Azell dan Silvia rupanya semakin membaik, membuat Ludius tidak terlalu mengkhwatirkan hal ini di masa depan. 'Syukurlah Azell sudah mulai terbiasa dengan Silvia. Aku hanya khawatir hubungan mereka akan renggang di masa depan karena Azell masih tinggal bersama Shashuang. Entah apa yang Shashuang ajarkan pada Azell di kesehariannya. Tapi mungkin itu hanya perasangka ku saja.' Batin Ludius.

"Pa.. mengapa Papa diam saja? Memang apa yang sedang Papa pikirkan hingga Azell panggil – panggil tidak dengar?". Tanya Azell seraya menepuk – nepukk tangan Ludius.

"Ah.. bukan apa – apa. Papa hanya senang Azell mau menemani Bunda. Oh ya, minggu depan Bunda dan Papa mau pulang ke Indonesia. Azell mau ikut?" tanya Ludius.

"Ehm... ke Indonesia?". Tanya Azell balik secara antusias. Ia melebarkan senyumnya, matanya berbinar seperti mendapatkan sebongkah kebahagiaan.

"Iya. Papa akan membawa Bundamu kembali ke Indonesia untuk acara empat bulanan. Kalau Azell mau, Papa akan mengajakk Azell kembali ke Indonesia".

"Benar Azell. Bunda akan sangat senang jika Azell mau ikut Bunda pulang ke Indonesia. Nanti Bunda ajak Azell jalan – jalan ke banyakk tempat seru, bagaimana?". Sahut Silvia mengiyakan perkataan Ludius.

"Tapi Pah, bagaimana dengan sekolah Azell? Azell sudah janji sama Mama untuk tidak bolos sekolah. Kalau Mama tahu, Azell bakal kena omel nanti. Apalagi Mama sangat cerewet kalau marah". Kata Azell dengan mensungutkan bibirnya.

Arghhhh.. benar – benar menggemaskan anak satu ini kalau lagi cemberut.

"Ssst.. Azell tidak boleh bicara seperti itu tentang Mama Azell. Walau begitu dia tetap Mama Azell loh." Sergah Silvia seraya menggelengkan kepalanya pelan.

Saat Silvia ingin mengubah posisinya menjadi duduk. Ludius membantu Silvia untuk duduk bersandar, lalu Silvia memegang kedua tangan mungil Azell. "Berjanjilah pada Bunda, apapun yang terjadi, entah Bunda atau Mama Azell yang melakukan kesalahan. Jangan pernah Azell membenci salah satu darinya di kemudian hari. Karena suatu saat Azell pasti akan menyesali perbuatan Azell". Tegur Silvia sembari memberi nasehat.

Azell memang masih kecil, tapi pikiran nalarnya sudah cukup dewasa untuk anak seumurannya. Ia tertegun mendapat nasihat yang begitu dalam dari Silvia dan membuat perasaannya jauh menjadi dekat dengan Silvia.

"Baik Bunda, Azell akan selalu mengingat nasihat Bunda". Ujar Azell dengan senyumm polosnya.

"Bagaimana dengan Kakek Nero, Zell? Apakah Kakek Nero masih sering mendatangi Mama mu?". Tanya Ludius tiba – tiba dengan menyangkut pautkan Nero yang beberapa bulan ini memang tidak menunjukkan pergerakan.

"Tidak sesering dulu, Pa. Tapi aku sesekali melihat Mama bertemu dengan Kakek Nero di luar. Entahlah, aku tidak tahu untuk apa Mama bertemu Kakek Nero di luar. Uhm, Apa Papa menginginkanku untuk menyelidikinya?" tanya Azell menawarkan diri.

"Tidak perlu, ini bukan hal yang harus di urusi oleh anak kecil sepertimu". Jawab Ludius seraya mengacak – acak rambut putranya itu.

"Uhm baiklah, Azell tidak akan mencari tahu  karena Papa melarang Azell untuk melakukan itu. Tapi Papa harus tahu, Azell bukan lagi anak kecil. Azell sudah besar kok. Azell bahkan sudah bisa menjaga Mama dari orang – orang yang ingin berniat jahat pada Mama saat Mama di luar. Upss.." segera Azell menutup mulutnya dengan kedua tangannya.

Tanpa di sadari Azell membuka mulutnya tentang yang terjadi pada Shashuang beberapa hari ini. Ia padahal sudah berjanji pada Ibunya untuk tidak memberitahukan hal menjijikan ini pada Ludius, tapi malah Azell dengan cerobohnya mengatakan hal itu.

"Azell! Katakan pada Papa. Apa yang terjadi pada Mamamu? Bagaimana bisa dia menjadi sasaran orang – orang jahat di luar sana?!" tanya Ludius tegas.

'Bagaimana ini.. bagaimana jika Papa sampai tahu kejadian yang sudah menimpa Mama?'. Batin Azell.

Author Note :

Hallo kakak readers semua di manapun kalian berada? bagaimana dengan bab kali ini? adakah yang bisa embun bantu. kalau ada  yang perlu di pertanyakan silahkan tulis di kolom komentar atau di review yah.. embun bakal lihat satu persatu kok kalau ada waktu senggang.

ngomong - ngomong soal novel nya embun, menurut kalian bagian mana yah yang nggak menarik atau perlu di revisi? biar embun telaah lagi dan perbaiki kedepannya. embun usahakan dengan sepenuh hati kok. soalnya embun juga masih sibuk di kekhidupan nyata.

ada salamsalam nih dari pemain Novelnya embun, salam  dari abang Lu, Silvia Zhuan, Longshang, Wangchu, Kakak Lian, Linzy abigail, Putri Nadia, Putri Emilia, Pangeran Richard.

kalau gitu, di tunggu kritik saran, Komentar, PS serta reviewnya dong. biar embun makin semangat ngetiknya. kalau bisa buka babnya pakai koin yah,,, biar embun dpt penghasilan walau dikit ttp di syukuri kok.

jadi jangan bosan - bosan untuk kasih komen dan review yah, embun akan selalu menantinya dari kalian kakak readers tersayang.

salam sayang dan cinta dari embuun