Tengah malam saat Intan sudah tertidur lelap, Ricko kembali ke kamar Intan. Ia membuka pintu kamar Intan dan menemukan Intan masih belum memakai pakaiannya hanya menutupi tubuhnya dengan selimut. Ia menghampiri Intan lalu membuka selimut itu pelan - pelan. Ia membuka tutup salep di tangannya lalu mengoleskannya di bagian tubuh Intan yang kemerahan akibat ulahnya.
"Maafkan aku. Aku tidak bermaksud menyakitimu. Hanya saja aku ingin memberimu pelajaran agar tidak pulang malam lagi. Kamu tidak tahu betapa khawatirnya aku seharian menunggumu pulang. Kamu pergi tanpa pamit. Aku sudah berjanji tidak akan menyentuhmu sebelum ujian. Selamat malam." Gumam Ricko setelah menutupi tubuh Intan dengan selimut lalu mengecup keningnya dan pergi ke luar kembali ke kamarnya.
Ke esokan paginya Intan membuka matanya . Ia membuka selimutnya dan melihat bekas merah di tubuhnya sudah sedikit memudar dan tidak sakit lagi. Ia segera bangun dan pergi ke kamar mandi untuk mandi. Setelah berganti pakaian ia keluar kamarnya dan melihat Ricko sudah memakai pakaian siap berangkat kerja sedang menyeruput kopinya di meja makan dengan beberapa makanan di meja makan. Ia sudah memesan makanan dari luar sebelum Intan bangun. Intan mendekatinya dan duduk di samping Ricko.
"Apa sudah baikan?" Tanya Ricko dengan penuh perhatian.
"Hmmm terima kasih sudah mengobatiku semalam." Jawab Intan lirih. Saat Ricko mengobatinya tadi malam sebenarnya Intan terbangun karena merasa perih. Tapi ia pura - pura tidur. Tentu saja Intan mendengar semua ucapan Ricko tadi malam. Ia sadar memang ia yang salah sehingga membuat Ricko marah. Seandainya Ricko adalah bapaknya mungkin hukumannya akan lebih parah dari ini.
"Makanlah! Aku sudah memesan makanan. Jadi kamu tidak perlu masak." Ucap Ricko lalu menghabiskan kopinya.
"Mas... apakah Rossalinda kekasihmu?" Tanya Intan pelan dan menatap Ricko.
"Iya. Kamu tahu darimana?" Tanya Ricko balik sambil menatap Intan juga.
"Kemarin dia melakukan video call ke ponselmu. Tapi kamu tidur." Jawab Intan. Ricko pun segera mengecek ponselnya yang ada di meja depannya.
"Jadi kamu pergi gara - gara ini? Kamu cemburu?" Tanya Ricko menyelidik.
"Enggak. Aku kecewa. Kita sudah menikah. Tapi Mas Ricko masih menjalin hubungan dengan wanita lain bahkan kalian berpacaran. Apa setelah Mas Ricko bosan denganku lalu Mas Ricko akan menikah dengan dia?" Tanya Intan antusias.
"Bagaimana lagi? Istriku tidak bisa melayaniku. Aku juga butuh seseorang untuk memuaskan nafsuku. Aku laki - laki dewasa yang normal." Jawab Ricko memancin Intan.
"Jadi Mas Ricko sudah pernah tidur dengannya?" Tanya Intan tak percaya.
"Aku tanya dulu. Emang kamu bisa melakukan tugasmu sebagai istri?" Tanya Ricko menyindir.
"Tentu saja. Aku memasak, membersihkan rumah, bahkan menemanimu tidur." Jawab Intan bersemangat.
"Lalu yang tadi malam apa? Bukankah kamu menolakku?" Tanya Ricko.
"Itu... karena Mas Ricko menakutiku. Pagi harinya aku sudah menawarkan diriku." Jawab Intan tidak mau kalah.
"Kalau begitu ulangi lagi sekarang!" Tantang Ricko dengan tenang.
"Tidak mau!" Jawab Intan. Ia kesal karena mengira Ricko sudah pernah tidur dengan Rossa.
"Kalau begitu cepat bereskan barang - barangmu! Aku antar pulang ke rumahmu." Perintah Ricko dengan santai.
"Maksud Mas Ricko apa? Mau nyeraiin aku? Lalu menikah dengannya?" Tanya Intan panik. Masa' iya di usianya yang masih sekolah ia sudah berstatus janda. Intan benar - benar ngeri membayangkannya.