Kediaman Gunawan, rumah tempat tinggal Daniah sebelum menikahi Saga. Ditempat inilah saksi bisu bagaimana dia menjalani masa-masa cukup berat, sebagai seorang anak, sebagai seorang remaja. Di rumah ini pulalah dia menjadi anak patuh yang bahkan tidak bisa mengelengkan kepalanya untuk berkata tidak. Dia hanya bisa menerima setiap putusan dengan anggukan kepala.
Risya sudah mondar mandir di ruang
makan, ibunya duduk sama halnya dengan anaknya wajahnya nampak sangat gelisah.
Hari ini batas akhir laporan kepada sekertaris Han, apa mereka sudah minta maaf
kepada Daniah dengan benar atau belum.
Minta maaf dengan versi yang diminta sekertaris Han.
“ Bu bagaimana ini, walaupun aku
sudah mulai syuting filmnya tapi kalau sutradara menendangku aku bisa apa. Kita
harus bagaimana bu?” merengek seperti biasanya. “ Ibu!” hanya itu yang bisa
dilakukan Risya. Tidak mudah mendapatkan kesempatan untuk menjadi pemeran kedua dalam film yang akan dia bintangi ini. Risya bahkan sudah pamer ke mana-mana. Kalau sampai film ini gagal dia bintangi, sepertinya dia memilih tengelam ke dasar bumi saja.
“ Diamlah! Memang hal seperti ini
terjadi karena apa? Karena rengekanmu seperti anak kecil yang selalu ingin
dituruti itukan!” ibu menghardik, menyadarkan Risya. Kalau selama ini sikap
kejam yang ditujukan untuk Daniah sebagian besar memang karenanya.
“ Ibu, ia semua ini salahku. Jadi
aku harus bagaimana.” Mengaku, nasi sudah menjadi bubur. Saat ini tidak ada
yang bisa ia lakukan. Dia sudah kalah telak dari semua segi. Menikahnya Daniah
dengan tuan Saga adalaah kekalahan terbesar dalam hidupnya.
“ Baiklah, hanya berlutut dan mememohonkan.
Ayo kita lakukan.” Ibu bicara lirih. walaupun dia berkata dengan bibir yang bergetar menahan kesal.
Kedua orang itu gemetar,
membayangkan apakah mereka benar-benar sanggup melakukannya. Memohon
pengampunan di hadapan Daniah secara langsung. Kalau hanya untuk bersikap baik
walaupun kaku dan janggal mereka masih mampu. Tapi ini. Tapi demi mengingat
kembali kejadian siang itu sepertinya mereka tidak punya pilihan.
Siang itu karena sebuah telfon,
Risya dan ibunya sepulang syuting menunggu di sebuah kafe. Wajah mereka sudah
terlihat pucat. Saat seseorang muncul seorang diri mereka sudah bernafas lega.
Padahal seharusnya laki-laki yang di hadapaan mereka inilah yang harusnya
paling di kwatirkan.
Sekertaris Han yang nama dan siapa dirinya tak ada yang tahu.
“ Maaf sudah membuat kalian
menunggu, padahal nyonya dan nona Risya pasti sangat sibuk.” Tersenyum ramah
sebagai salam pembuka seperti biasanya. Han duduk dengan tenang.
“ Tidak sekertaris Han.” Belum
selesai bicara.
“ Baiklah, saya langsung saja.”
Mematahkan harapan keduanya. Sekarang mereka mulai memasuki labirin menakutkan
yang ujungnya tidak diketahui. Rasa takut mulai muncul, melebihi saat mereka
bersitatap dengan Tuan Saga.
Glek. Kedua wanita itu berpegangan
tangan di bawah meja. Suara sekertaris Han sudah terdengar sangat serius. Dia
tersenyum tipis, tapi senyum itu sebenarnya sangat menakutkan.
“ Tuan muda memang agak sedikit
pendendam, tapi mohon kalian berdua memakluminya ya, karena nona Daniah adalah
istri yang di sayangi tuan muda.”
Dia mau bilang apa sebenarnya.
Risya dan ibu berfikir sama.
“ Tuan muda ingin kalian meminta
maaf dengan benar kepada nona Daniah. Atas semua yang sudah kalian lakukan
selama ini.” Menghentikan kalimatnya dan memberikan intimidasi melalui sorot
mata.
“ Kami.” Ibu menahan tangan Risya,
mencegahnya bicara. Sekertaris Han tersenyum tipis.
“ Saya sebenarnya tidak mau
mengatakannya, tapi saya tahu semua yang sudah kalian lakukan pada nona Daniah.
Bahkan saya juga tahu kejadian waktu kecil nona Daniah dan nyonya.”
Wajah ibu langsung pucat pasi.
“ Apa saya menakuti kalian, maafkan
saya. Bagaimanapun kalian adalah keluarga berharga yang dilindungi nona muda.
Seharusnya saya tidak boleh mengancam atau membuat kalian takutkan. Maafkan
saya.” Lagi-lagi tersenyum menakutkan. “ Intinya minta maaflah secara tulus dan
natural kepada nona Daniah. Lakukan sebaik mungkin ya, jangan sampai nona muda
merasa kalian minta maaf karena terpaksa, karena ada yang menyuruh kalian. Atau
bahkan jangan sampai nona Daniah berfikir tuan Saga mengancam kalian agar
kalian minta maaf. Apa bisa begitu.”
Tapi kaliankan memang mengancam
kami. Risya memegang tangan ibunya yang sama gemetarnya di bawah meja.
“ Ia tuan, kami akan lakukan.”
Risya yang mewakili ibunya.
“ Tentu saja nona Risya jugakan
aktris saya rasa bisa berakting dengan baik dan natural. “ Tersenyum tipis.
“ Baik tuan, saya akan melakukan
yang terbaik.”
“ Tentu saja, hidup mati kaliankan
tergantung ini, haha.” Terkadang sekertaris Han tidak bisa menempatkan diri
kapan seharusnya dia bisa tertawa, karena sering kali senyum atau tawanya
maknanya jauh lebih mematikan dari pada saat dia berwajah serius.
Dia tidak sedang tertawa, dia
sedang mengancam. Ibu dan Risya lagi-lagi berfikir sama.
“ Baiklah saran dari saya itu saja,
nikmati makan dan minuman yang sudah kalian pesan. Biar saya yang bayar. Oh ya
satu lagi, buat secara natural mungkin ya, kalau nona muda curiga bahkan sampai
bertanya kepada saya tentang kalian yang minta maaf berarti akting kalian gagal
ya. Dan kita akan bertemu lagi nanti. Sampai jumpa.” Han menundukan kepalanya
hormat, berlalu sambil tersenyum tipis.
Saat Risya tengah latihan menangis
di depan ibunya dari arah tangga Rasya muncul. Bernyanyi dengan riang. Dia
sudah memakai setelan formal.
“ Raksa kemari!” Panggilnya dari
meja makan.
“ Apa kak? Aku mau berangkat.”
Menolak panggilan kakaknya, dia akan berlalu ke ruang tamu. Melirik jam di tangannya.
“ Mau kemana?”
“ Ada pertemuan persiapan untuk
magang.”
Risya mendekat dan menarik tangan
adiknya yang sudah mau berlalu. masalahnya kali ini jauh lebih penting dari apapun.
“ Kak aku mau pergi, nanti aku
terlambat. Aku berurusan dengan perusahaan Antarna Group, kalau aku salah
sedikit saja aku bisa ditendang dari daftar peserta magang.” Raksa benar-benar
menolak keras melalui kata-katanya.
“ Sebentar saja, kumohon.”
Eh ada apa dengan kak Risya, sampai
memohon segala.
“ Antar kami menemui Daniah.”
“ kenapa?” curiga, memandang Risya
dan ibu secara bergantian. “ kalian mau apa lagi dari kak Niah? Jangan
macam-macam lagi bu, kemarin kalian sudah lihatkan bagaimana tuan Saga memperlakukan
kak Niah. Dia istri yang menampat kasih sayang tuan Saga.”
“ Banyak sekali bicaramu seperti
perempuan.” Risya menutup mulut adiknya. “ Kami bertemu Daniah mau minta maaf.”
“ hemm, lepas.” Mengibaskan tangan
Risya. “Itu malah lebih mencurigakan, memang kenapa kalian mau minta maaf.”
“ hei, adiku memang orang jahat itu
harus selamanya jadi jahat apa. Aku mengakui semua kesalahaanku di masa lampau
dan sekarang ingin minta maaf pada Daniah apa itu salah.”
Raksa mencibir.
“ Kalau itu bukan kak Risya aku
percaya.”
Risya memukul kepala adiknya,
sekarang ibu yang melotot. “ Jangan pukul adikmu!”
“ ia, ia bu, maaf. Habis dia begitu
si. Kak Risya kasih kamu uang jajan sebulan.” menggoda dengan tawaran uang yang menggiurkan. sebulan lho, uang jajan. untuk anak yang hanya bermodal uang jajan dari ayahnya Risya berfikir pasti Raksa akan tergoda.
“ Tidak butuh uang kak Risya.”
Raksa mengibaskan tangannya, sombong, jumawa dan besar kepala. “Sekertaris tuan
Saga meminta rekening padaku, dan dia mentransfer uang kemarin.”
“ Apa! Kenapa?” Risya yang emosi,
bagaimana perlakukan sekertaris menyebalkan itu sangat berbeda. Pada Raksa dan
dirinya.
“ Aaaa, katanya karena selama ini
aku baik pada kak Niah, jadi tuan Saga memberiku uang jajan.” Tertawa puas.
“ Haha, jadi kamu menjual
hubunganmu dengan Daniah, ternyata kamu menyedihkan juga ya.” Risya mencibir kesal.
“ Apa! Aku sudah minta izin pada
kak Niah kok, katanya terima aja semua yang diberikan tuan Saga. Jangan menolak
apapun, anggap saja itu uang jajan yang diberikan kakak ipar. Wekk!” Raksa mematahkan argumen Risya. Dan menjulurkan lidahnya meledek kakak perempuannya.
“ berapa?” Emosi sekaligus penasaran menjadi satu. mengumpal dan ingin dia muntahkan ke wajah Raksa. Dia sedang iri, kenapa Raksa seberuntung itu.
“ Apanya?”
“ Yang diberikan tuan Saga padamu?” Berteriak.
“ Aaa, aku tidak mau beritahu, nominalnya
pasti membuat kak Risya semakin kesal nanti.”
Risya mencengkram bahu adiknya
saking geramnya.
Berapa, seratus juta, duaratus
juta.
“ Risya jangan bersikap begitu pada
adikmu, lepaskan tanganmu.” Ibu walaupun sangat menyanyangi Risya tapi tetap memposisikan
Raksa sebagai anak laki-laki berharga keluarga ini. “ Nak, hubunganmu dengan
Daniahkan sangat baik. Kali ini bisa tolong ibu dan kakak mu ya.”
Risya melepaskan tangannya dan
memilih duduk. Ya Raksa memang agak kurang ajar padanya, tapi kalau ibu yang
meminta dia pasti tidak bisa menolak.
“ Memang ibu mau melakukan apa?” Raksa mendekati ibunya yang duduk di kursi di meja makan. Raksa masih tidak suka, pandangannya masih curiga saja.
“ Ibu dan kakakmu mau minta maaf,
itu saja,” Menyentuh tangan anak laki-lakinya. "Ibu tidak akan melakukan apapun pada Niah, sekarang dia suami tuan Saga, memang ibu seberani itu mau melakukan sesuatu padanya.
“ kenapa? Apa ini tuan Saga yang
minta.” Kecurigaan Raksa semakin menjadi, karena ini memang sangat tidak biasanya.
Lakukan secara natural, jangan
sampai ada yang menduga kalau tuan Saga yang memintanya kepada kalian.
“ hei Raksa, aku hanya ingin
berubah. Aku tahu aku salah memperlakukan Daniah selama ini. Dan aku ingin
minta maaf.”
“ Benarkah? Apa kak Risya tulus.”
Ini anak kenapa si, seumur hidup
pernah dibohongi orang apa.
“ Ia, aku tulus.” Memohon. " Aku tulus sekali. ini hal paling tulus yang aku lakukan seumur hidupku. percayalah padaku. bantu aku sekali ini saja."
" Baiklah, jemput aku nanti sekitar waktu makan siang. aku akan kirim lokasinya nanti. sekarang aku pergi ya."
" Baiklah adiku tersayang terimakasih ya."
Ibu dan kak Risya semoga kalian benar-benar tulus kali ini. Kak Niah sudah melindungi kita dengan mengorbankan hidupnya. dia selalu menggangap keluarga ini sebagai keluarga seperti apapun perlakuan kalian padanya.
" Ibu ayo kita berlatih lagi. jangan sampai Daniah curiga kalau kita sedang berakting." Risya menarik tangan ibunya.
Ya, berubah untuk sebagaian orang itu memang tidak mudah. apalagi mengenai arti ketulusan, cinta dan kasih sayang.
BERSAMBUNG