Ruko milik Daniah
Kembali bekerja, kembali
mengumpulkan uang hasil keringat sendiri. Sekarang, bahkan dia tidak tahu
alasan apa yang membuatnya masih bersemangat menjalankan toko onlinenya. Uang
yang diterimanya dari tuan Saga sangat jauh dari nominal pendapatannya. Makin
hari ketika waktu bergulir dan berlarian di sekitarnya, seperti mengataakan,
sudahlah terima nasibmu sebagai istri tuan Saga. Jangan pura-pura ingin lari
dan pergi. Memang kamu mau kemana?
Apa kamu benar tidak suka pada tuan
Saga? Apa benar kamu tidak akan menangis kalau dia membuangmu. Lihat, dasar
tidak tahu malu, kau menikmati tidur bersamanya setiap malamkan? Kamu tersipu
saat dia mengatakan kamu cantikkan, ya walaupun pujian itu bisa jadi lidahnya
hanya kepeleset. Hemm, bagaimana saat dia memanggilmu sayang. Jantungmu ingin
meledak saking senangnya ya kan.
Diam kau hati kurang ajar! Aku ini
pemilikmu, jangan menghianatiku.
Daniah mengusir kegalauannya
kembali dengan jauh lebih bersemangat bekerja.
“ Dorong tik!” aaaaaa, Daniah menarik
sekuat tenaga paket besar berisi pakaian anak menuju lantai dua. Tika mendorong
dari bawah ngos-ngosan juga. Ini paket ke tiga hari ini. Ambruk di kasur
setelah ke tiga paket mendarat dengan sempurna. “ aaaaa, aku ingin punya toko
satu lantai aja!, yang besar, luas, lebar!” berteriak keras agar impiannya
terbang ke langit tinggi. Sementara Tika tertawa, duduk bersandar di tempat
tidur, di mana Daniah berbaring meluruskan pinggangnya.
“ Mbak Niah, boleh aku tanya gak.”
Setelah menengak hampir separuh dari botol minuman dingin di tangannya. Dia
melirik bos wanitanya itu.
“ Kenapa?”
Ada apa ini, biasanya juga gak
pernah izin kalau mau bertanya.
“ Memang tuan Saga gak komentar
tentang pekerjaan mbak Niah. Ya, semua orang jugakan tahu mbak kekayaan tuan
Saga itu sampai semana kalau di jejerin.” Tika tertawa sendiri mendengar
kalimatnya. Rasanya memang tidak ada angka pasti kalau untuk menghitung berapa
uang tuan Saga. Daniah sendiripun tidak tahu berapa perusahaan yang dimilikinya
di bawah Antarna Group.
Daniah menatap langit-langit
ruangan. Nafasnya terhembus berat.
Karena aku tidak tahu kedepannya
bagaimana nasibku Tika. Apa aku masih tetap bisa berada di samping tuan Saga
atau tidak. Sampai hari ini, mungkin cuma hatiku yang sedikit bergoyah karena
sikap lembutnya. Tapi aku tidak mau berharap.
“ Dia tidak pernah bertanyaa juga Tika
berapa omset jualanku. Yang penting aku pulang tepat waktu dan ada di rumah
saat dia kembali, itu sudah cukup.”
“ Ya ampun sweat banget si suami
mbak Niah, jadi dia selalu minta di sambut ya kalau pulang. Ciee, ciee, mbak
Niah gimana menyambutnya. Langsung peluk tuan Saga kalau pas turun dari mobil
atau gimana. Hehe.”
Gak gitu kali! Kebanyakan kena
racun drama ya otakmu itu.
“ Huss mau tau aja, urusan orang
dewasa.” Daniah duduk, meraih botol minum yang tadi di minum Tika, lalu
menghabiskan isinya sampai tak bersisa. “ Aaaa, segarnya.”
“ Oh ya mbak, apa gak papa kalau mbak sekarang
selalu beli makanan mewah banyak-banyak untuk
kami. Walaupun kami senang, hehe, tapi itukan gak murah mbak.”
Karyawanku memang baik-baik ya,
mereka ini gak pernah banyak menuntut dan bekerja keras. Tapi kalau aku memberi
sesuatu apapun itu wujudnya mereka selalu berterimakasih dengan tulus. Aaaa,
aku ingin memeluk mereka satu-satu. Mereka yang sudah berjuang bersamaku dari
bawah.
“ Hehe, akukan pakai kartunya tuan
Saga. Tenang saja, kalau aku tidak memakai uangnya dia malah bisa ngamuk.
Hitung-hitung kita membantunya menghabiskan uang.”
“ enaknya jadi mbak Niah, aku juga
ingin punya suami seperti tuan Saga.” Tika tertawa sambil berangan-angan.
Menuliskan karakter impiannya untuk menjadi pasangan.
Jangan Tika, jangan berharap dan
bermimpi punya suami seperti dia.
Dering hp membuyarkan obrolan
mereka, bersamaan dua karyawan muncul dari lantai bawah. Mereka sudah terlihat
puas istirahat. Makan enak, perut kenyang, saatnya kembali bekerja lagi. Daniah
mengambil tas yang terongok di pojok tempat tidur. Sementara Tika bicara dengan
teman karyawannya.
“ Sudah selesai makan siangnya?”
“ Ia mbak.”
“ Kita pisahkan dulu baju-bajunya
aja ya, pisahkan semua yang punya reseller dulu. Catatannya ada di laci.”
Mereka mengambil buku sesuai instruksi Tika. Sementara Daniah masih mencari-cari hp yang berbunyi di dalam
tas.
“ Hallo dek kenapa?” mendengarkan
pembicaraan adiknya. “ kenapa? Ibu dan Risya juga? Memang mereka mau apa?” diam
mendengarkan. “ Baiklah, Kak Niah tunggu ya,”.
Sambungan terputus.
Daniah membisu di atas tempat tdur,
hpnya ada di dekat kakinya. Pikirannya berlarian kemana-mana.
Risya dan ibu, mau apa mereka. Kenapa
aku merasa sangat tidak nyaman begini. Mereka tidak akan melakukan apa-apakan.
Mereka tidak akan membalasku karena kejadian ulang tahun ayahkan. Karena ada
tuan Saga waktu itu merekakan jadi tidak bisa mengerjaiku. Tapi merekakan
datang bersama Raksa. Seharusnya tidak apa-apa.
Sudah hampir jam tiga, Daniah
sedang membungkus paket-paket kecil orderan eceran. Sementara yang lain
membungkus paket-paket yang lebih besar milik para reseller. Daniah masih
tampak gelisah. Saat Tika berteriak dari lantai bawah membuatnya terlonjak.
Terkejut. Mengatakan Raksa menunggu di luar ruko.
“ Ia sebentar!”
Sebaiknya aku menghubungi
sekertaris Han dulu, menanyakan tuan Saga akan kembali sebelum makan malam atau
tidak.
“ Sekertaris Han, apa tuan Saga
akan kembali sebelum makan malam.” Pesan terkirim.
“ Ia nona.” Jawaban secepat kilat.
Hidih, apa hp itu selalu di
gengamnya. Bagaimana reaksinya sangat
tangap begini. Jadi aku harus kembali sebelum jam lima berarti ya. Bagaimana
kalau mereka lama ya.
“ Apa anda bisa membawa tuan Saga
pergi kemana dulu gitu, sebelum pulang. Sepertinya saya ada sedikit keperluan
mendesak. Jadi saya takut belum bisa kembali pada waktunya.” Memberi emoji
memohon dengan kedua tangan terkatup.
“ Apa yang akan anda lakukan nona?”
Kalimatnya sudah seperti
mengatakan, jangan berbuat yang merepotkan nona. Kembalilah tepat waktu dan
jangan membuat masalah.
“ Tidak, aku hanya ingin bertemu
dengan adikku.” Maaf Raksa aku hanya memakai namamu, karena kalau menyebut ibu
dan Risya pati butuh perizinan yang lebih lama.
“ Baiklah, akan saya sampaikan pada
tuan muda.”
“ Benarkah?”
Agak lama jeda menunggu, tidak
seperti tadi. Mungkin sekertaris Han sedang bertanya pada tuan Saga.
“ Nikmati waktu anda bersama adik
anda, sampai jumpa nanti.”
Kenapa aku merasa setiap kalimatnya
selalu bermakna terselubung si. Dia tidak akan tiba-tiba muncul di rukoku
nantikan?
Daniah bergegas turun setelah
menyelesaikan pesannya. Dia keluar dari ruko mendapati mereka bertiga sedang
duduk di kursi taman. Saat melihatnya muncul Raksa yang berlari mendekat.
“ Kak Niah.” Mengandeng tangan
Daniah mendekati ibu dan Risya.
“ Ehh. Ibu apa kabar?” Daniah
tersenyum sekenanya pada ibunya.
“ Niah yang apa kabarnya, sudah
lama ya tidak bertemu.” Ibu datang memeluk Daniah duluan, membuat Daniah
bereaksi dengan menarik tangannya. Dia memandang Raksa. Adiknya menggangkat
bahu.
“ Bagaimana kalau kita bicara di
dalam saja.” Daniah tahu, ini sikap tidak wajar. Cara ibu memperlakukannya
tidak berbeda saat ulang tahun ayah. Tapi waktu itukan ada tuan Saga dan
sekertaris Han yang seperti hantu di mana-mana. Tapi kalau sekarang, merekakan
tidak ada yang mengawasi.
“ Baiklah.” Ibu dan Risya berjalan
di depan mereka.
“ Ada apa ini?” berbisik di samping
Raksa.
“ Tidak tahu kak.”
Semua karyawan pindah ke lantai
satu. Raksa membantu memindahkan boks paketan dari lantai dua. Dia ikut
bergabung membantu mengantikan Daniah. Membungkus paket. Melirik sebentar ke
tangga.
“ Kak Niah gak papa di tinggal
sendirian?” Tika merasa kuatir, dia tahu bagaimana hubungan keluarga ini. Dia
tahu kalau selama ini yang baik pada Daniah hanya laki-laki di hadapannya ini.
“ Mas Raksa naik aja temani mbak Niah.” Merebut lakban putih benih di tangan
Raksa.
“ Sepertinya gak papa. Kalau kak
Niah berteriak nanti baru aku ke atas.” Merebut kembali lakban di tangan Tika.
Sambil mendelik.
“ Ia, ia mas maaf. Ini yang ada di
boks ini yang sudah bisa dipasang lakban. Mohon bantuannya ya mas Raksa.”
“ Hehe, gitu donk.”
Dengan senang hati membantu, bagian
yang paling di senangi Raksa saat membungkus paket adalah memberi lakban pada
paket-paket yang sudah selesai di beri alamat. Dia tinggal finishing akhir.
Bunyi gulungan lakban yang tertarik ntah kenapa menurutnya lucu. Hingga kadang
dia membungkus paket sampai lakbannya double berkali lipat. Tuh kan, Tika
merebut lakban di tangan Raksa kalau dia sudah diluar kendali.
“ Ia, ia maaf. Habis seru si
suaranya.”
Yang lain hanya bisa geleng kepala
melihat kelakuan Raksa.
Untung kamu adik yang di sayangi mbak Niah.
BERSAMBUNG