Chapter 99 Pembalasan setimpal

Sinar matahari masuk melalui

jendela kamar yang sudah terbuka, bias cahayanya jatuh ke atas tempat tidur.

Menghangatkan ruangan. Seseorang di bawah selimut mengeliat pelan. Terdengar

gumaman pelan dari sana. Dia mengeliat lagi, menarik selimut dan mengulungnya

dengan badan. Berguling ke kanan dan kekiri. Percayalah, ini kebiasaanya dulu

ketika tidur sendirian di ruko. Dia mengumpulkan separuh nyawanya dengan cara

ini.

“ Huammm.” Dia menguap, dan menarik

selimut.

“ Kau sudah bangun?” Suara Saga di

pagi hari yang selalu terdengar lebih kencang dari biasanya.

Daniah menjatuhkan selimutnya ke lantai

karena terlonjak kaget, dia mengambil bantal menutupi dirinya lalu mengintip.

“ Sayang.” Memanggil dengan suara

pelan, memastikan kalau itu benar suaminya.

Aku di mana? Di mana aku sekarang?  Hei, bukankah aku seharusnya di ruko. Di ruko

milikku, dan seharusnya aku sendiriankan!

Sudah panik, berusaha mengingat

kejadian semalam.

“ Bangun dan bersihkan dirimu sana!”

“ Ba, baik.”

Daniah masih mengintip di balik

bantalnya, menyapu ruangan dengan seksama. Jendela kaca, tempat tidur yang

besar. Suaminya sedang duduk di sofa memakai jubah handuk. Daniah mengoyangkan

kepalanya pelan. Menggingat-ingat kenapa dia bisa ada di tempat ini dan bersama

Saga. Ada kejadian apa semalam sampai dia bisa bersama Saga tidur di tempat

asing ini. Tidak menemukan jawaban sekeras apapun dia berfikir.

Daniah turun dari tempat tidur.

Kamar mandi, kamar mandi, dimana

pintunya. Ah, itu dia.

Tanpa menoleh atau melirik Saga dia

berjalan cepat menuju kamar mandi. Mengunci pintu. Sekarang dia berdiri di

depan cermin, melihat penampilannya. Pakaian yang dia pakai sama persis dengan

yang dia pakai saat menghadiri pesta ulang tahun ibu. Pesta ulang tahun yang

menyedihkan yang membuatnya kabur tidak pulang, dan memilih pulang ke ruko.

Benar, semalam aku tidur di roko

karena tidak mau melihat tuan Saga yang menyebalkan itu. Tapi kenapa sekarang

aku bahkan bersamanya.

Daniah berusaha membongkar memori

di kepalanya, sambil menatap bayangannya di dalam cermin. Kira-kira apa yang

terjadi semalam. Wajahnya berangsur terlihat pucat di dalam cermin. Ketika

otaknya telah berhasil merangkai simpul kejadian semalam. Sedikit demi sedikit

semua terputar kembali di kepalanya. Kejadian semalam.

“ Tidak!”

Teriakan keras, sambil ia terkulai

terduduk di lantai.

Jadi yang semalam itu bukan mimpi!

Meraih dinding sebagai pijakan

untuk bangun, lalu bersandar di dinding. Ia membenturkan kepalanya sendiri

pelan.

“ Bodoh! Bodoh! Bagaimana ini. Apa

ini akhir hidupku.”

Jekrek, jekrek. Suara pintu di buka

secara paksa. Namun karena Daniah mengunci pintu, jadi tidak terbuka. Sekarang

sudah berganti gedoran keras di pintu.

“ Keluar dalam sepuluh menit, kalau

tidak habis kau!”

Setelah mengucapkan itu terdengar

langkah kaki Saga menjauh.

Bagaimana ini!

Bahkan tidak punya waktu untuk

berfikir. Bergegas melepaskan baju dan juga mandi, karena tidak ada baju ganti

diapun memakai jubah handuk yang tergantung di dinding. Keluar dari kamar mandi

sambil mengeringkan rambutnya. Dia mengintip di balik pintu, mencari di manakah

Saga berada. Laki-laki itu sedang duduk di sofa. Di depannya sudah ada makanan

terhidang.

Aku lapar. Aku lapar.

Daniah memandang makanan di meja.

“ Kemarilah, habiskan sarapaanmu,

kita perlu bicara setelahnya.” Menepuk kursi di sebelahnya.

Aaaaa, dia mau bicara apa? setelah

kau mengatakan begitu apa di pikir aku masih bisa makan.

Tapi dalam sekejap jus buah dan sandwich

di piring sudah tandas. Lagi-lagi ikutan, bicaramu tidak sesuai perbuatanmu.

“ Kau pasti kelapaaran ya?”

mengusap saus yang menempel di bibir Daniah. “ Mau makan punyaku?” Saga

menyodorkan miliknya, yang sudah bekas dia gigit. Daniah mau menolak, tapi dia

urungkan. Dia mengangukan kepalanya.

Aku sudah melakukan kesalaahan

fatal padanya, jadi aku harus menjilatnya supaya tidak marahkan.

“ Terimakasih sayang.”

Karena gelisah dan merasakan cemas

semalam  di pesta aku tidak makan dengan

baik.

“ Sudah selesai? Sudah kenyang?”

“ Ia sayang terimakasih.” Daniah

sudah mau beringsut dari duduk. “ sayang kita dimana sekarang.” Tapi Saga

menarik tangan Daiah yang mau beranjak dari duduk. Senyum tipis lagi-lagi

mengisyaratkan hal buruk akan terjadi.

“ Dimana kita? Apa kau tidak ingat

kejadian semalam?” menarik handuk pelan dengan telunjuknya, bahu putih Daniah

tersibak. Gadis itu merona lalu menariknya lagi, mengembalikan ke posisinya

semula.

“ Haha, semalam, tidak terjadi

apa-apakan semalam?” Tapi wajahnya sudah pucat pasi. Karena menyadari apa yang

telah terjadi semalam. “ Sayang, apa tidak ada baju yang bisa kupakai.”

“ Baju? Untuk apa, kau tidak

membutuhkannya sekarang.” Lagi-lagi menarik handuk dengan telunjuknya sampai

bahu daniah terbuka. “ kau benar-benar tidak ingat kejadian semalam.” Daniah

ingin mengembalikan posisi handuk ketempatnya, tapi tangannya di gengam saga. “

Tidak ingat?” Saga mengulangi pertanyaannya.

“ Ti, tidak sayang, aku tidak ingat

apa-apa.” mengelengkan kepala berulang dengan wajah sepolos mungkin.

“ Ternyata ada untungnya Han

merekam kejadian semalam ya. Bisa jadi bukti sikap kurang ajarmu.” Tertawa

senang melihat wajah panik Daniah mendengar kata merekam.

“ Merekam!”

Bedebah sialan itu bagaimana bisa

kepikiran merekamku si.

“ Sayang maafkan aku kalau aku

melakukan hal kurang ajar padamu semalam.” Memeluk Saga kuat. Seperti berkata,

aku tidak akan melepaskanmu walaupun kau mendorongku.

“ Lepaskan aku! Kau benar-benar

kurang ajar ya.”

“ Tidak mau! Maafkan aku. Maafkan

aku. Maaafkan aku dulu.” Memeluk sambil memohon. Membenamkan wajah ke dada Saga

dengan tidak tahu malu.

“ Memang apa salahmu? Kau bilang

tidak ingat kejadian apa-apa semalam.” Menyeringai, sambil meraih dagu Daniah.

Bagaimana ini? Kenapa dia pandai

sekali memutar balikan keadaan begini. Kalau aku mengaku ingat, aaaaa, aku

pasti sudah gila. Habislah aku.

“ Apa aku memukulmu dengan keras?”

akhirnya mengaku. Siap menerima apapun yang akan terjadi dalam kepasrahan

tingkat tinggi.

“ Ternyata kau ingat ya sayang.”

Intonasi kata sayang dibuat sedramatis mungkin, untuk menginggatkan Daniah

kejadian semalam. Saat gadis itu berteriak menyuruh Saga memanggil sayang

padanya.

Aku merinding, pangilan sayangnya

sangat menakutkan.

“ Mau lihat hasil kekurang ajaranmu

semalam.” Saga melepaskan lilitan handuk di pinggangnya. Daniah ingin

memalingkan wajahnya tapi tangannya sudah menempel di dada Saga yang terbuka.

“Kau lihat?” warna putih dan bidang dada Saga yang biasanya mulus tanpa cela,

menyisa beberapa warna merah. Terlihat sekali itu bekal pukulan benda keras.

Tanganku yang hina, sekeras apa kau

memukulnya si.

“ Maaf.” Daniah meraba perlahan,

menyusuri tubuh Saga. “ Maafkan aku sayang.”

Tubuh tuan Saga yang berharga.

“ Maaf. Apa itu cukup untuk

mengampuni kekurang ajaranmu.”

Hiks, hiks, jadi kau mau apa?

kumohon jangan pukul aku balik.

Daniah pasrah saat Saga menarik

tubuhnya, mendorongnya ke atas tempat tidur hingga dia terjerembah.

“ Bagaimana kalau aku membalasmu

dengan sesuatu yang sepadan. Membuat sekujur tubuhmu memerah juga.” Menarik handuk

melemparkannya begitu saja ke sudut tempat tidur. “ Lihat semerah apa ini.”

Tunjuknya pada dadanya. “ bagaimana kalau kita mulai dari sini, sini dan sini.”

menunjuk bagian tubuh Daniah dengan jarinya.

Habislah aku!

Sementara di bagian ruangan yang lain, Han keluar lagi dari kamar Saga,

menutup pintu tanpa bersuara. “ Kembalilah dua jam lagi kemari.”

Pak Mun dan staff sekertaris

mengangukan kepala. Ntah kenapa mereka paham sekali maksudnya.

Cih

Han mendengus kembali ke kamarnya.

Daniah kembali terlelap di bawah

selimut, tirai jendela di tarik Saga menghindarkan istrinya terkena sinar

matahari. Lalu dia beranjak keluar kamar. Di ruangan terpisah masih dalam satu

kamar, Han sedang duduk sambil menyelesaikan pekerjaannya. Dia bangun dari

duduk saat Saga muncul, masih mengenakan jubah handuk.

“ Selamat pagi tuan muda.”

Sebenarnya ini sudah siangkan. Kalian bahkan belum makan dengan benar, apa tidak lapar? apa sudah kenyang makan cinta.

“ hemm.”

“ Ini pakaian anda dan nona

Daniah.” Han meletakan tas di atas meja.

“ Taruh saja, dia masih tidur.”

Menunjuk kamar dengan ekor matanya. “ Suruh mereka masuk!” Saga duduk di sofa.

“ Baik.”

Selang tidak lama Han masuk lagi,

diikuti oleh pak Mun dan seorang staff sekertaris. Wanita itu bergumam,

pekerjaan melelahkannya kemarin bahkan belum berakhir sampai pagi ini.

“ Han pasti sudah mengatakan kenapa

aku memanggil kaliankan.”

“ Ia tuan.” Mereka menjawab

bersamaan.

“ Han, bawakan aku kopi.” Saga

sepertinya butuh mengembalikan tenaga dan energinya.

“ Baik tuan muda.”

Setelah Han keluar dari kamar.

“ Sekarang mulailah, kau duluan.”

Saga menunjuk staff sekertaris yang berdiri di samping pak Mun. Belum dimulai

pun, ntah kenapa suasana sudah mencekam.

“ Nona datang tanpa membawa

undangan, jadi ketika masuk sepertinya nona kebingungan, sampai saya bertemu

dengannya. Lalu saya membawanya keruang tunggu bersama nona Helena dan Nyonya.”

Aku hanya menjelaskan semuanya kan.

Kumohon tuan jangan menghukumku. Aku tidak tau apa-apa mengenai kehidupan rumit

anda.

“ saya mendengar mereka berbincang

dengan akrab pada awalnya tapi saat nyonya mengatakaan kalau nona Helen akan

mengantikan nona Daniah sepertinya susana menjadi semakin tegang.”

Cih

Mati aku, dia baru saja mengatakan

cihkan. Tuhan tolong aku.

“ Tapi nona Daniah menjawab yang

membuat nyonya dan Helena langsung terdiam, dan mereka tidak bicara apa-apa

lagi setelahnya sampai keluar ruangaan.”

“ Apa yang di katakan Daniah?”

“ Nona Daniah mengatakan, kalau

hubungannya dengan anda sedang sangaat baik. Dan mungkin saja dalam waktu

dekat kalian akan memiliki anak.”

Saga tergelak, membayangkan

bagaimana wajah ibunya saat mendengar Daniah mengatakan itu.

Staff sekertaris melanjutkan

penjelasannya tentang kejadian saat pesta berlangsung

“ Nyonya mengandeng tangan nona

Helena sementara nona daniah berjalan di belakangnya saat keluar ruang tunggu.

Sesampainya di aula nyonya memperkenalkan nona Helena sebagai calon menaantu

sempurna yang dia dambakan untuk mendampingi anda.”

Han muncul membawa kopi yang

diinginkan Saga “ Silahkan tuan.” Dia melirik sekertaris yang sedang memberi

penjelasan. Lalu berdiri di belakang Saga. Posisinya jauh lebih mengintimidasi

sebenarnya.

“ Karena beberapa tamu ada yang

tahu bahwa nona Daniah adalah istri anda maka mulailah mereka bergosip dengan

suara keras. Bahkan saya rasa nona Daniah juga mendengarnya.”

Saga minum beberapa teguk kopinya.

Mengisyaratkan agar staff sekertaris itu berhenti bicara.

“ Pak mun apa ibu masih di rumah?”

Berani sekali dia kalau sampai dia

tidak pergi.

“ Pagi ini nyonya membawa tas

pakaiannya, dia bilaang akan pergi menginap di hotel.”

Sejauh ini hubungannya dengan

ibunya cukuplah baik. Saga menuruti semua keinginan ibunya jika hanya terkait

masalah uang. Tapi dia memang tidak mau ikut campur masalah pribadi ibunya,

sama halnya dia tidak mau dicampuri urusan pribadinya. Tapi sepertinya kali ini

sikap ibu sudah sangat kelewatan.

Saga mengisyaratkan agar staff

sekertaris pergi. Wanita itu mengangukan kepala dan terdengar dia bernafas lega

sekali.

“ kembalilah kekantor.” Han bicara.

“ Baik tuan.”

Wanita itu sudah menutup pintu

tanpa bersuara.

“ Han, katakan padanya untuk

menghilang dari hadapanku untuk waktu yang lama.” Saga yakin, kalau sampai ia

bertemu dengan ibunya dia tidak akan bisa menahan diri.

“ Baik tuan muda.”

“ Kalian semua keluarlah, hari ini

aku akan di sini sampai sore. Selesaikan saja urusanmu Han, jemput aku nanti

sore.”

Apa kalian mau menghabiskan hari

hanya di kamar?

Han tidak mau bertanya dan tidak

mau memikirkan jawabannya juga.

Dia keluar ruangan bersama pak Mun.

Banyak sekali pekerjaan yang harus dia bereskan hari ini. Peresmian danau hijau sudah di depan mata. saatnya mengakhiri perjuangan Helena.

aaa, aku bahkan sudah kesal hanya menyebut namanya.

BERSAMBUNG