Seharusnya adegan romantis itu
selalu meibatkan dua pihak di dalamnya. Tapi sepertinya kali ini tidak. Daniah
yang diam seperti batu, bagi Saga ini adalah reaksi paling romantis yang
ditunjukan istrinya sepanjang perjalanannya menikah. Kali ini, dia mulai bisa
meraba sedalam apa hati istrinya. Menemukan ruang kecil yang menyimpan namanya
di sana. Setelah merasa senang sendiri dan puas dengan apa yang dia lakukan
Saga menyandarkan dagunya di bahu Daniah. Menciumi bahu itu lembut.
“ Kata pak Mun kamu tidak menonton
sampai selesai acara peresmian tadi. Kenapa? Kau bahkan tidak melihatku naik
podiumkan?”
Tidak! Untuk apa aku melihatmu dan
Helen bersama.
“ Kenapa?” menyusuri leher Daniah
dengan tangannya, saat istrinya masih menunjukan protes dengan membisu. “
Lehermu kecil sekali ya. Kalau aku mencekikmu kau bisa mati tidak ya.” Tergelak
sendiri.
Kurang ajar, dia sedang mengancamku
sambil tertawakan.
“ Tadi aku kurang enak badan, jadi
aku naik ke kamar untuk istirahat.”
Menyelamatkan diri dengan alasan
paling klise di muka bumi ini, hayo ngaku siapa yang sering pura-pura sakit
supaya bisa tiduran di uks atau pergi beli minum di kantin. Wwkwkw. Tapi,
alasan yang dilontarkan Daniah karena bingung untuk menyelamatkan dirinya, akan
menjadi bumerang hebat yang ia sesali memilih sakit sebagai alasan.
“ Tidak enak badan. Kamu sakit?”
Saga sudah duduk di samping Daniah. Menyentuh kepala Daniah dengan tangan. Lalu menempelkan keningnya ke kening Daniah.
Memeriksa suhu tubuhnya. “ Apa kau demam? Apa yang sakit?” sudah setengah
berteriak karena panik.
Apa si orang ini.
“ Cuma sakit perut kok.” Masalah baru karena dia memilih sakit perut
dari semua bagian tubuhnya.
Daniah seharusnya kau ingat nasehat
sekertaris Han untuk hati-hati bicara dengan tuan Saga, sesuatu yang kamu
anggap hanya candaan bisa saja di tanggapi dengan sangat serius oleh tuan Saga.
Seperti sakit perutmu saat ini.
“ Sakit perut!” Saga duduk, membuka
laci meja di samping tempat tidurnya. Dia meraih remot. Lalu blarr lampu
menyala.
Apa! dia punya remote untuk
menyalakan lampu tapi selalu ribut padaku untuk matikan lampu. Dasar makhluk
menjengkelkan.
Daniah seharusnya bukan itu yang
kau perhatikan. Tapi suamimu. Saga sudah meraih telfon rumah. Cukup lama dering
suara. Wajah panik Saga menunggu telfon diangkat.
“ Sialan! Apa semua orang sudah
tidur!” sudah mau bangun saat suara sengau pak Mun karena terkejut menjawab
dari sana. Dia pasti menjawab telfon sambil mengumpulkan nyawa. Karena dia
sudah tertidur sebentar tadi.
“ Maaf tuan muda. Ada apa?”
“ Panggil dokter Harun. Sekarang.”
Tanpa penjelasan apa-apa sudah membanting telfon. Tidak menyadari kalau
tindakannya memutus telfon seenaknya membuat si penerima kalang kabut sendiri. Beralih
pada Daniah sekarang. Wajah gadis itu pias, bukan karena sakit tapi karena
terkejut dengan reaksi Saga yang berlebihan. “ Tunggu ya, dokter Harun akan
segera datang. Apa sakit sekali.”
“ Sayang, aku gak papa kok. Sudah
gak sakit lagi.” Daniah yang mau bangun duduk, di cegah oleh Saga. Laki-laki
itu meluruskan kaki Daniah. Membuat Daniah semakin frustasi, bagaimana
menyadarkan kegilaan suaminya ini.
“ Mana yang sakit? Sini.” meraba
pelan bagian perut. Berpindah dari satu titik ketitik yang lain. Menekannya sedikit
saja. “ Apa perlu di kompres dengan air hangat? Ahh, mana lagi pak Mun kenapa
belum naik juga.” Gusar lagi karena kepanikannya.
“ Sayang aku gak papa.”
Lupa sudah dengan rasa cemburunya
yang tadi, berganti frustasi dengan sikap Saga.
Akhirnya Pak Mun muncul setelah dia
mengetuk pintu kamar dan mendengar Saga menyahut. Dia masuk dengan wajah
gelisah dan kuatir, sebenarnya ada apa ini, begitu yang dipikirkannya sepanjang
menaiki tangga.
“ Tuan muda apa anda sakit.” Laki-laki
itu sudah terlihat tidak mengantuk. Tentu saja, dia sudah membangunkan beberapa
pelayan di rumah belakang. Menyuruh beberapa pengawal bersiaga di posisinya.
Kantuknya seketika lenyap saat nama dokter Harun di sebut.
“ Bukan aku yang sakit tapi istriku!”
berteriak ke segala arah.
“ Nona muda?” Pak Mun bingung,
melihat Daniah yang terbaring terlentang dengan tangan bertumpu diperut dan
kaki yang lurus selonjoran. “ Maafkan saya tuan muda.” Bukankah nona baik-baaik
saja tadi gumamnya. Tapi tidak berani membantah atau memberi informasi apa-apa.
“ Bagaimana kau menjaga istriku?
Dia sakit saja sampai kau tidak tahu.”
“ Maaf tuan muda.”
“ Siapkan air hangat sekarang.
Sebelum dokter Harun datang aku mau mengompres perutnya. Dan bawakan air hangat
dan madu untuknya minum juga.” Instruksi mendetail dia berikan.
“ Eh, baik tuan muda.”
Pak Mun keluar kamar dengan segera.
Meninggalkan mereka berdua. Sekilas pak Mun bisa melihat wajah nona mudanya
memeng agak terlihat pias, tapi sepertinya dia baik-baik saja.
Bagaimana ini? Bukan ini
rencananya. Kenapa dia tiba-tiba mengila begini si mendengar aku sakit. Daniah
semakin frustasi mencengkram seprei tempat tidurnya.
Saga naik lagi ke tempat tidur
duduk di samping Daniah yang sedang berfikir keras bagaimana mengakhiri
sandiwara ini. Saga membelai kepalanya, mencium kening dan pipi serta seluruh
bagian wajahnya.
“ Yang mana yang sakit?”
Aku tidak sakit! Aku Cuma pura-pura
sakit. Kenapa kau bodoh sekali si tuan muda!
“ Sayang, aku sudah tidak apa.
tidak perlu sampai memanggil dokter Harun segala.”
Aku pasti ketahuan kalau cuma
pura-pura nanti. Habislah aku sudah membuat keributan seisi rumah ini.
Ketukan pintu lagi.
“ Kak Saga, ini kami, boleh kami
masuk?” suara jen dan Sofi.
“ hemm, masuklah.”
Jen dan Sofia yang terbangun karena
keributan di lantai bawah yang dilakukan pak Mun saat memberi instruksi kepada
para pelayan tadi.
“ Kakak ipar kenapa?” Mereka
mendekat ke tempat tidur. Mendapati Saga di samping Daniah yang sedang memegang
tangan kakak iparnya erat.
“ Seharusnya aku yang tanyakan.
Seharian aku menyuruh kalian menemani kakak ipar kaliankan, kenapa dia sakit
perut sampai kalian tidak tahu!”
Jen dan Sofi mengigit bibir mereka.
“ Sayang aku gak papa.”
Maafkan aku jen, maafkan aku Sofi.
Aku benar-benar tidak sengaja melakukan ini.
“ Maaf kak, maafkan aku. Kakak ipar
bukan sakit karena makan jajanan yang aku beli tadikan?” Bertanya. Kesalahan
fatal jen, menyebut kalau dia membawa jajanan.
“ Jajanan, kau memberi kakak iparmu
makanan apa hah?” marah, bangun dari duduk. “ Sudah kubilang hati-hati dengan
makanan yang masuk ke tubuh mu kan.” Rasanya mau mati saja, Daniah merasa
sangat bersalah sekali pada jen dan Sofi.
“ Eh, tapi kakak ipar gak makan
jajanan kok. Tadi kakak ipar cuma makan stroberi. Iakan kakak ipar.”
Selamatkan kami kakak ipar.
“ Ia sayang, aku tidak makan
makanan aneh apapun kok. Aku hanya makan stroberi dan makan malam saja. Jangan
salahkan jen dan Sofi.”
Pak Mun muncul dengan membawa gelas
berisi air hangat dan madu. Lalu pelayan di belakangnya membawa mangkuk kaca
dan beberapa tumpuk handuk di sebelahnya. Saga segera mengambil gelas di tangan
pak Mun. Lalu naik ke tempat tidur.
“ Duduklah! Kau bisa bangun.” Sudah
mau menyerahkan gelasnya dan membantu Daniah bangun. Tapi Gadis tu bergerak
cepat untuk duduk. “ Minumlah, biar perutmu hangat. Sebelum dokter Harun
datang.” Menyelipkan rambut Daniah ke belakang telinga. Dia membantu Daniah
minum. “ Pelan-pelan saja minumnya, nanti kamu tersendak.” Tapi Daniah ingin
segera menghabiskan air madu di gelasnya. Supaya semua orang yang ada di
kamarnya ini segera bisa pergi. Dia sedang binggung, malu plus takut bercampur
aduk.
“ Berikan handuknya.” Saga mengulurkan tangan.
“ Baik tuan muda.”
“ Kakak ipar, apa kakak ipar sedang
hamil.” Jen menyela.
Hei Jen jangan bicara sembarangan!
Tapi kata-kata jen sudah seperti
menyambar semua telinga orang yang ada di dalam kamar. Saga yang belum
menempelkan handuk di perut Daniah menjatuhkan benda itu di atas kasur.
“ Hamil? Sayang apa kamu sungguh
sedang hamil.” Menyentuh kedua tangan Daniah, mengengamnya erat.
“ Tidak! Jen jangan bicara
sembarangan. Aku sedang tidak hamil sayang.”
Aku tidak mungkin hamil. Aku sedang
pura-pura sakit untuk membalasmu.. tapi malah kenapa karma ini jatuh menimpaku.
“ kenapa? Bisa jadi kakak ipar
benar-benar hamilkan. Haha, aku mau punya keponakan donk.”
Hentikan bualanmu jen. Hei tuan
muda kenapa wajahmu sesenang itu, jangan percaya dengan omong kosong Jen.
“ Sayang aku tidak hamil. Aku.”
Hanya sedang pura-pura sakit.
Bagaimana ini aku mengatakannya.
Di tengah kegaduhan tentang
kehamilan datanglah dokter Harun. Daniah bernafas lega. Seseorang yang bisa menyelamatkannya.
Pak Mun dan pelayan wanita keluar dari kamar.
“ Apa yang terjadi?” Dokter Harun
binggung. “ Siapa yang sakit?” sepanjang perjalanan dia hanya menduga-duga. Pak
Mun tidak memberi tahukan ada apa dan siapa yang sakit. Dia Cuma mengatakan secepatnya
dokter Harun di minta datang kerumah tuan Saga.
Apa ini sedang main dokter-dokteran
lagi!
“ Kak Harun sepertinya kakak ipar
sedang hamil.” Jen dengan sok tahunya kembali angkat bicara mewakili, memberi
jawaban dari pandangan kebingungan dokter Harun.
“ Hamil!”
“ Tidak dok!” Daniah berteriak.
Ingin kesalah pahaman ini segera berakhir. “ Saya hanya sedikit sakit perut
saja.”
“ Sedikit bagaimana, kalau sakit tetap sakit. Tidak ada yang namanya sedikit
sakit.” Saga protes.
Tunggu, ini benar lagi main
dokter-dokteran. Tuhan, kenapa aku terjebak di keluarga ini. Kenapa aku punya
teman mengerikan seperti Saga dalam hidupku.
“ Baiklah, kita periksa dulu
sebentar ya kakak ipar.”
“ hei, siapa yang kakak iparmu. Dia
istriku.” Protes lagi.
Dokter Harun tertawa menanggapi
perkataan Saga. Dia mendekat ke arah tempat duduk ke samping kiri Daniah.
Meminta Daniah mengulurkan tangannya.
“ Hei, kenapa kau menyentuh
istriku. Lepaskan!” berteriak.
“ Bagaimana aku memeriksa istrimu
sialan kalau aku tidak boleh menyentuhnya.” Dokter Harun ingin membanting alat
di tangannya. Geram.
“ Seharusnya kau bawa perawat
wanita tadi!” masih tak kalah marahnya.
“ Akukan tidak tahu kalau kakak
ipar yang sakit.” Pak Mun saja Cuma menyuruh segera datang ke rumah tuan Saga. Tanpa
info apa-apa. sepanjang perjalanan saja Harun sudah panik dengan menduga-duga
sebenarnya terjadi apa.
“ Dia bukan kakak iparmu.” Berteriak
lagi.
Jen sudah memegang bahu Saga. Sofi
juga memegang tangan kiri Saga.
“ Biar kak Harun memeriksa kakak
ipar dulu kak. Sebentar saja. Hanya menyentuh tangan sedikit saja.”
Saga mengibaskan tubuhnya.
Memandang dokter Harun dengan geram. Apalagi saat dia menyuruh Daniah
berbaring. Saga bahkan mengumpat kesal saat Harun menekan perut Daniah di beberapa
posisi. Lali-laki itu memeriksa tangan Daniah lebih teliti.
Benarkan ini cuma main
dokter-dokteran.
Dia melirik Daniah lalu tersenyum.
Apa yang anda rencanakan kakak ipar?
“ Istrimu hanya perlu istirahat
sebentar, dia tidak apa-apa.”
“ Hei!” sudah mau protes. Soalnya tadi
Daniah bilang sakit seharusnya diagnosa Harun juga menyatakan istrinya sakit.
“ Benarkan nona?” Harun mengedipkan
mata kirinya.
“ ia sayang, aku pasti hanya lelah.
Aku benar-benar tidak apa-apa. “ Hentikan kegilaanmu ini. Memohon dalam hati
agar sandiwara sakit malam ini berakhir dengan damai.
“ Baiklah nona sekarang
istirahatlah. Kalian berdua juga pergi tidur sana. Kenapa bocah jam segini
masih terjaga juga.” Tudingnya pada jen dan Sofi. “ Saga, antar aku.”
“ kenapa aku harus mengantarmu. Aku
mau menemani istriku. Jen panggil pak Mun.” Menolak, Saga memilih mau naik ke
tempat tidur lagi.
“ Baik kak.” Jen sudah mau
bergerak.
“ Hei, aku mau kau mengantarmu.”
Mendorong tubuh Saga. “ Nona Daniah istirahat saja ya.”
“ Jangan bicara dengan istriku.”
“ Sudah-sudah ayo keluar sebentar.”
Harun menarik lengan Saga. Saga memukul tangannya. “ Sakit tahu.”
Dia berbalik sebelum keluar pintu. Bicara
pada Daniah.
“ Tidurlah! Aku keluar sebentar.”
“ Ia sayang.”
Saat pintu sudah tertutup. Daniah
menendang selimutnya.
Kenapa? Kenapa malah jadi begini
si! Kenapa malah jadi aku yang terpojok di sini.
BERSAMBUNG