Chapter 49 - Menggantikan Karin

2 jam sebelumnya...

"Loh kak Karan kok ada disini... bukannya kakak ada shift yah malam ini?" Alisya heran melihat Karan yang harusnya masih berada dirumah sakit karena shift malamnya.

"Aku kesini pas dengar Karin jatuh pingsan karena kelelahan" Karan berusaha menjawab lembut dengan semua kesibukan yang dia hadapi.

"Karin pingsan? kapan? kok aku nggak tau sih! terus sekarang dia dimana?" Alisya menyerang Karan dengan wajah khawatir.

"Dia baik-baik saja Sya, cuman kelelahan!" Karan membelai kepala Alisya untuk menenangkannya.

"Karin Pingsan sewaktu kamu ambil peralatan di kelas" Rinto membantu Karan menjelaskan.

"Dia sekarang ada di UKS...." tambah Yogi yang belum menyelesaikan kalimatnya Alisya sudah beranjak pergi.

"Apa cuma aku yang ngerasa kalau dua perempuan itu seperti sepasang kekasih yang mencintai dengan sangat hebatnya?" Yogi berbisik ke arah Rinto dengan dua nampan besar yang Full di kedua tangannya.

Karan tersenyum mendengar ucapan Yogi dan melihat ke punggung Alisya yang berlari menjauh. Bagi Karan, kasih sayang antara Alisya dan Karin jauh melebihi sebuah persahabatan. Mereka bagaikan saudara kembar yang saling menyayangi dan mengasihi satu sama lain melebih siapapun. Alisya yang tidak memiliki saudara sudah menganggap Karin seperti adiknya sendiri. Karena itulah Karan memperlakukan keduanya sama meski kadang ia sedikit bingung dengan perasaannya terhadap Alisya yang perlahan-lahan terdapat getaran menggelitik di hatinya.

Senyum Karan membuat banyak pengunjung stand memerah merona karena terpana akan ketampanan Karan. Di tambah lagi Rinto dan Yogi yang tidak tergolong biasa saja dari segi wajah, ketiganya memiliki pesona tersendiri bagi setiap yang melihat.

Alisya yang sampai di UKS yang berada cukup jauh dari stand mereka langsung menerobos masuk. UKS yang digunakan sekolah berbeda dengan UKS yang di sediakan oleh sekolah bagi pengunjung yang datang sehingga ruangan itu sedikit sunyi dan kosong. Disana hanya terlihat Karin yang terbaring pucat ditemani ibu Arni.

"Gimana keadaanya bu?" Alisya setengah berbisik.

"Dia baik-baik saja Sya! cuma kelelahan, dia mengambil banyak sekali kegiatan demi tanggung jawabnya sebagai ketua kelas. sepertinya selain karena kelelahan dia pingsan karena seharian belum makan dengan baik terlebih suhu udara saat ini sangat panas sehingga orang-orang akan gampang dehidrasi" Jelas ibu Arni menceritakan kondisi Karin.

Alisya ingat betul kalau Karin harus bolak balik antara meninjau kegiatan olah raga, seni dan juga stand mereka. Dia juga tidak memperhatikan Karin karena sama-sama sibuk dan Alisya juga makan dengan tidak teratur sama seperti Karin. Akan tetapi Alisya sudah terbiasa dengan kondisi ekstrim yang di rasakannya. Berbeda dengan Karin yang sejak dulu terbiasa dimanja oleh kedua orang tuanya dan Karan.

"Oh kamu disini Sya???" Beni datang membawa peralatan pembersih debu dengan tekhnologi uap.

"ummm" Alisya menjawab seadanya sambil membelai wajah Karin yang pucat pasih. Kelelahan sangat terlihat dari raut wajahnya.

"Gimana kondisi Karin?" Gina masuk terburu-buru.

"Tidak ada yang perlu di khawatirkan, ada apa?" Ibu Arni bingung dengan ekspresi Gina.

"Karin kan harus jadi perwakilan kelas sebagai Ratu Sekolah bu, gimana dong? semuanya sudah pada siap lagi!" Gina bingung harus bagaimana melihat Karin yang terbaring lemas.

"Ya udah, Karin nggak bisa ikut!" Jawab Alisya santai.

"Gila kamu,,, kelas kita bisa kena pinalti lah... pengurangan poin akan didepatkan oleh seluruh siswa bagi kelas yang tidak mengikuti kegiatan yang diadakan" Beni melirik Alisya heran yang dibalas lirikan tajam Alisya membuat Beni seketika menangkupkan kedua tangannya meminta maaf atas ucapannya yang pertama.

"Terus gimana? Karin kan masih sakit!" tegas Alisya lagi.

"Gini aja, Alisya kamu ganti in Karin buat jadi perwakilan sekolah!" Pinta ibu Arni lembut.

"Tapi bu saya... " Alisya berusaha menolak.

"Ayolah Sya, kamu nggak liat Karin berusaha semampunya demi kita semua.. Karin pasti akan lebih terbatu jika kamu bersedia menggantikannya" Bujuk Gina.

"Dengan begitu dia bisa beristirahat lebih banyak" tambah Beni lebih lembut dari sebelumnya.

Alisya sebenanrya merasa tidak enak terhadap Karin yang harus mengambil bagian semuanya demi mencegah dirinya agar tidak terlibat pada kegiatan sekolah yang akan menuntut dirinya berhadapan dengan banyak orang. Tapi karena itu pula Karin akhirnya jatuh kelelahan. Alisya berpikir mungkin sebaiknya dia juga bisa membantu Karin setidaknya hanya untuk berdiri di panggung saja. Meski harus berhadapan dengan ratusan orang, akan lebih baik jika harus memaksakan kondisi Karin.

"Ibu akan tetap disini menjaga Karin sampai dia bangun, jadi kamu tidak perlu khawatir mengenai kondisinya!" Bujuk Ibu Arni menenangkan Alisya.

"Baiklah bu!" jawab Alisya pasrah.

"Ya sudah Ayo kita pergi sekarang! waktu kita tinggal sedikit untuk kamu berhias" Ajak Gina cepat.

"Tapi tunggu dulu, Alisya... Kamu kan partner Aidth jadi kamu harus berpasangan dengannya!" Beni menahan langkah Alisya dan Gina.

"Aku belum pernah bertemu dengan Adith, dia juga tidak mengangkat panggilanku!" Alisya berkata dengan canggung.

"Hmmm... tidak masalah, Riyan bisa menjadi pasangan mu karena kamu harus menggantikan Karin yang sakit!" Terang Gina setelah berpikir keras.

"Kalau begitu aku akan ke Ibu Wina untuk meminta surat keterangan agar Alisya bisa turut di ikutkan menggantikan Karin" Jelas Beni mantap.

"Oke tolong secepatnya sebelum acaranya di mulai yah..." Pinta Gina sambil menggandeng Alisya berlari menuju ke ruang Rias.

"Semangat!!!" Ibu Arni memberikan dukungan kepada Alisya yang dibalas lambaian tangan dan senyum manis Gina dan Alisya.

Alisya didandani senatural mungkin agar bisa memancarkan inner beauty yang dari awal memang tak membutuhkan polesan karena wajah Alisya yang sudah mempesona. Rambutnya yang hitam legam dibiarkan terurai indah dengan sedikit kepangan membentuk dari pelipis kiri dan kanannya membalut kebalakang rambutnya yang terurai. Bagian depan menggantung tipis rambutnya serta poninya yang juga menggelombang tipis menghias wajahnya yang putih merona.

Bibirnya yang berwarna merah merekah cukup diberi sedikit pelembab saja sedang alisnya yang hitam tak disentuh sama sekali. Gaunya berwarna Krim di balut sulaman kupu-kupu hitam yang berterbangn di atas mawar putih menambah kecantikan Alisya. Bahkan Gina yang sejak awal meriasnya tak berhenti terpana akan kecantikan Alisya.

" Dari mana gaun ini berasal? Hiasan bunga dan kupu-kupu di gaunnya tidak merusak warna gaunnya, malah menambah kecantikan si pemakai" Ucap Yana yang masuk dan terpana dengan kecantikan Alisya.

"Aku juga tak tau, seseorang mengirimnya masuk tadi dan berpesan kalau gaun ini yang akan dikenakan oleh Alisya!" terang Gina masih terpana.

"Hei sudah giliran Alisya naik tuh, ayo keluar!" Gani masuk mengingatkan namun kemudian terhenti karena terpana oleh kecantikan Alisya.

Alisya dengan malu-malu keluar dari ruangan rias dan berusaha menyembunyikan kegugupannya.

"Mana Riyan?" Alisya tidak melihat Riyan di belakang panggung.

"Tadi dia menunggumu disini, kemana dia... aku akan mencarinya dulu" Gani panik karena mendapati Riyan tidak ada di tempatnya.

Dibelakang panggung yang sedikit remang-remang panitia mengingatkan agar Alisya harus naik sekarang jika tidak maka dia akan di diskualifikasi. Namun Gani belum kembali membuat Alisya menjadi semakin gusar. Sulit baginya jika dia harus berdiri sendiri di atas panggung dengan ribuan mata yang akan menatapnya.

"Aku tidak menemukan Riyan dimanapun!" Gani kembali dengan nafas tersengal-sengal.

"Jadi gimana dong??? kok Riyan gitu sih!" Gina memaki dengan kesal.

"Ya sudah tidak apa-apa, biar aku naik sendiri saja!" jawab Alisya menengkan teman-temannya.

"Kamu yakin Sya?" Yana mengkhawatirkan Alisya.

"Jika aku mundur kelas kita bisa mendapat pinalti kan? apa lagi kalian sudah susah payah menandani aku seperti ini" Senyum Alisya melangkah mantap berdiri di bawah panggung bersiap untuk naik.

Ketika namanya disebutkan oleh panitia untuk segera naik, Alisya merasakan darahnya mengalir deras membuat kepalanya sedikit berkedut. Ia merasa seolah keyakinannya yang tadi perlahan-lahan mulai menghilang tapi ia juga sudah tidak bisa mundur lagi. Alat ditelinganya terasa tak berfungsi dengan baik. Kegugupannya membuat langkahnya sedikit gontai kebelakang dan tiba-tiba sebuah tangan yang hangat memegang pinggangnya dari belakang seolah menahannya agar tidak terjatuh.

"Adith???" Alisya kaget begitu melihat Adith yang berdiri disampingnya sudah siap memakai Jas Hitam yang senada dengan gaunnya.

"Ayo naik!!!!" Ucapnya mengambil tangan Alisya lalu mengaitkannya di lengannya dan menuntun Alisya untuk naik ke atas panggung.