Chapter 82 - Kami Tidak Bertengkar

"Maksud aku adalah waktu takkan bisa terulang kembali, penting bagi kita untuk bermain dan belajar diwaktu yang sama! bukankah akan sangat berharga waktu yang kita lalui jika segala macam hal kenakalan yang kita lakukan semasa sekolah tidak melunturkan semangat kita dalam meraih cita-cita? dimana kita bisa menjadi manusia yang lebih berarti dengan ilmu yang kita punya?" Karin masih dengan sopan mengingatkan teman-temannya untuk tidak hanya bersikap arogan namun bisa menjadi seorang yang meraih impian dengan tetap menyeimbangkan kedua hal yang selalu jadi kebiasaan disetiap orang semasa sekolah.

Alisya tersenyum bangga mendengar kalimat yang dituturkan oleh Karin. Ia merasa kalau seiring berjalannya waktu, pola pikir mereka menjadi lebih dewasa dan terasa dalam menjalani hidup. terlebih ketika mereka akan menghadapi masa dimana mereka harus sudah berani memutuskan untuk memilih apa yang akan dilakukan oleh mereka demi masa depannya.

"Bagi mereka yang tidak ingin merasakan pahitnya belajar, maka ia akan merasakan hinanya kebodohan sepanjang hidupnya!!" tambah Alisya menguatkan argumen Karin.

Mereka semua terdiam menyesapi tiap kata yang telah diucapkan oleh Alisya dan Karin.

"Akan ada saat dimana ketika kita semua akan pergi mengejar cita-cita atau cinta, namun sebaiknya kita bisa pergi dengan semua kenangan dan menjadi orang yang lebih berharga!" tambah Rinto.

"Maka dari itu, Karin ingin agar kita bisa melewatkan masa ini tanpa ada rasa penyesalan!" lanjut Adora dengan semangat.

"Jadi gimana kalau kita buat kelompok belajar sebelum masa ujian tiba? aku ingin selalu berada bersama kalian, seperti yang dikatakan oleh Karin dan Yogi. Dengan begitu kita bisa bercanda ria, bermain menciptakan kenangan tapi tidak melewatkan setiap pelajaran yang ada disekolah!" Emi semangat melemparkan pandangannya keseluruh kelas.

"Benar, dengan begitu banyak hal yang bisa kita lakukan bersama! aku yakin teman-teman sekelas juga mengharapkan hal yang sama, terlebih karena sekolah kita adalah sekolah Elite se Indonesia yang mengharuskan tiap siswa adalah contoh teladan bagi siswa yang ada disekolah lain" Febi tak mau kalah. memikirkan hal itu saja sudah membuatnya merencanakan banyak hal.

"Aku setuju, akan sangat membanggakan jika kita semua bisa kompak dalam segala bidang. Dan lihat, tidakkah kami yang mendapat nilai bagus lalu telah menjadi motivasi dan kecemburuan yang besar bagi mereka untuk bisa menjadi orang yang lebih baik?" tunjuk Beni yang melihat seluruh isi kelas sedang memperhatikan mereka yang sedang berdiskusi.

"Aku sih tidak masalah, malah aku lebih termotivasi saat kita semua memiliki daya saing satu sama lain. Kenapa tidak?" tantang Karin melemparlan senyumnya kepada semua orang.

Sejak pertama kali bertemu semua orang yang berada dikelas Mia 2 memang menaruh jarak dan tidak begitu peduli terhadap kehadiran Alisya dan Karin. SMA Cendekia Indonesia memang sangat mementingkan nilai pelajaran yang dimiliki oleh tiap siswa yang membuat mereka terkadang bagaikan robot yang hanya terus belajar dan tak menikmati masa-masa SMA mereka. Mereka hanya sibuk menjatuhkan satu sama lain atau bahkan menganggap bahwa nilai adalah segalanya.

Namun begitu mendengar diskusi Karin dan Yogi mereka jadi sadar bahwa penting bagi mereka untuk belajar bukan untuk menjadi keren tetapi menjadi berharga.

****

"Hai,,," Adith berbisik pelan kepada Alisya yang begitu serius mencari beberapa materi yang bisa ia jadikan referensi.

"Apa yang kamu lakukan disini?" Alisya kaget melihat Adith yang berada diperpustakaan mereka. "Seorang elite yang memiliki hak akses dimanapun dia suka!" batin Alisya.

"Tentu saja bertemu denganmu!" senyum Adith menaruh tangan didagunya memperhatikan wajah Alisya.

"Oke stop!! aku lagi serius!!!" tegas Alisya.

"Aku juga!" Sela Adith.

"Bisakah kalian tenang?? Aku heran pada kalian berdua, kalau bukan bertengkar yah romantisan! konflik remaja alay" Karin datang melerai Alisya dan Karin.

"Kami tidak bertengkar!" Alisya menaikkan volume suaranya.

"Ya!! kami hanya berdebat!" seru Adith.

Alisya dengan cepat menendang kaki Adith karena kesal. Alisya merasa aneh dengan sifat kekanakan Adith kepadanya yang anehnya selalu ia tunjukkan setiap kali mereka bersama. Sedang ketika berhadapan dengan orang lain, sikap Adith akan sangat jauh berbeda dengan tatapan mata yang tajam dan fokus.

"Kalian berdua sama saja!!!" bentak Karin dengan senyuman licik.

"Adith, bukankah kalian juga mendapatkan konsep yang sama dalam ujian kali ini? dan aku lihat para elite yang lain memiliki aura sangat kuat! sepertinya mereka sangat serius kali ini. Tapi kenapa kau begitu santai?" Rinto duduk tepat disebalah kiri Adith yang berhadapan dengan Alisya.

"Aku sudah merencanakan semuanya sebelumnya, untuk itu persiapanku sudah selesai" Adith hanya membolak-balikkan buku yang dibaca oleh Alisya.

"Dia tidak berada dilevel yang sama untuk mengkhawatirkan masalah ujian penaikan kelas!" Yogi membawa beberapa buku dan duduk disebelah kanan Adith.

"Kamu membaca buku ini??? bukankah ini seharusnya materi yang ada pada tingkat S2?" Adith takjub begitu mengetahui bahwa buku yang dibaca oleh Alisya seharusnya merupakan referensi yang dipakai oleh para mahasiswa tingkat strata 2 dalam menyusun Tesisnya.

"Benarkah??" Rinto tak percaya dan mengambil buku ditangan Adith.

"Wow,,, Kalian berdua sama persis!" Yogi tertawa melihat persamaan ketertarikan Alisya dan Adith.

"Maksud kamu? Adith juga mempelajari materi tingkat atas?" tanya Karin penasaran.

"Benar, tapi ia lakukan saat dia masih duduk dikelas 1 SMP! rasa penasarannya terhadap ilmu pengetahuan sangat tinggi, bahkan dia membaca buku-buku yang biasanya tidak akan mudah dipahami oleh anak SMP seperti buku bisnis, hukum, maupun kedokteran" jelas Yogi tersenyum mengingat Adith yang begitu tekun belajar sampai tak memperdulikan lingkungan sekitarnya.

"Pantas saja ia disebut sebagai Jenius dan di usianya yang masih muda dia sudah menjalankan perusahaan yang dipegang oleh Ayahnya!" Karin merasa Adith memiliki kharisma yang sangat kuat sejak pertama kali ia melihatnya.

"Bukankah itu buku tentang Saraf???" tunjuk Adith melihat buku yang berada ditangan Alisya.

"Benar, cita-cita Alisya adalah menjadi seorang dokter! dia mungkin tak sejenius kamu Dith, tapi Alisya juga seorang anak yang cerdas. karena beberapa hal yang terjadi dengannya Alisya tak sempat mengenyam bangkuk pendidikan sekolah menengah pertama, namun ia bisa lulus dengan nilai terbaik disetiap mata pelajaran sewaktu mengikuti tes ujian akhir. Semua guru dan kepala sekolah merasa takjub dengan apa yang ditorehkan oleh Alisya dan karena nya sekolah kami menjadi sangat populer!" terang Karin semangat.

Ucapan Karin mengingatkan Adith terhadap penculikan Alisya yang membuatnya harus bertahan hidup selama 3 tahun dimasa dimana seharusnya anak-anak seumuran dia masih merasakan indahnya masa remaja dan masa sekolah.