Chapter 89 - Negosiasi???

Alisya yang belum mengeluarkan senjata dari mulut Bray membuat Karin sedikit khawatir. Karin paham betul kalau Alisya masih terus berusaha mengendalikan dirinya, namun karena Adith yang tidak kunjung sadar membuat emosi Alisya semakin tidak stabil.

"Alisya,,, Adith baik-baik saja! aku sudah memastikan kondisinya dengan baik. Dia tidak mengalami luka apapun!" bujuk Karin sekali lagi.

"Pak, tolong keluarkan mereka yang berada di dalam tempat ini. Dengan begitu saya bisa lebih leluasa membujuknya dengan nyaman!" Pinta Karin kepada salah seorang Polisi yang mengawasi Alisya dengan ketat.

"Alisya... tenanglah, kau bisa mendengarku???" Karin berusaha membujuk Alisya yang masih belum melepaskan tangannya dari senjata pistol milik Bray yang masih berada di mulutnya saat semua orang sudah keluar satu persatu.

"Kau yakin bisa membujuknya?" tanya seorang polisi khawatir kalau Alisya akan berani melepaskan tembakannya.

"Tolong beri kami waktu, keberadaan kalian bisa mengintimidasinya!" Karin meminta para polisi untuk menunggu mereka didepan pintu masuk agar bisa memudahkannya membujuk Alisya.

Para polisi itu tidak yakin akan apa yang bisa dilakukan oleh Karin yang masih terlalu muda, namun ketika dia menunjukkan lisensi resminya dalam bidang militer yang di akui oleh negara kepada pemimpin mereka. Mereka akhirnya perlahan-lahan keluar namun masih tetap terus waspada.

Ada sekitar 10 mobil polisi dan 1 mobil barak yang sudah berjaga diluar sana menunggu mereka keluar dengan cemas.

"Apa yang terjadi? kenapa kalian bisa berada diluar sini?" seorang komandan muncul menerobos keramaian.

"Kami sedang menunggu mereka bernegosiasi pak Jonatan!" hormat pemimpin sebelumnya sebelum menjelaskan situasinya.

"Negosiasi?? apa kau tau kalau mereka masih pelajar? bagaimana bisa kau biarkan seorang pelajar bernegosiasi dengan senjata ditangannya???" Pak Jonatan membentak dengan keras tak percaya akan apa yang dilakukan oleh anggotanya.

Tidak sabar, ia segera melangkahkan kaki masuk kedalam.

"Maaf pak, sebaiknya jangan lakukan itu jika anda tak ingin ada yang menjadi korban!" Karan menghalangi jalan masuk pak Jonatan dengan sopan.

"Karan, kau tau siapa yang ada didalam? dia adalah pemimpin preman paling berbahaya yang selama ini kami cari, dan seorang pelajar yang sedang memegang senjata!" tegas pak Jonatan dengan nada keras. Ia hanya tak ingin membuang-buang waktu dalam menangani hal tersebut secepatnya.

"Zero Alpha!" Bisik Karan mendekati pak Jonatan dengan sopan dan tenang.

"Apa maksudmu?" Pak Jonatan terkejut tak percaya.

"Aku yakin anda pernah mendengarnya, dan pelajar yang sedang berada didalam memegang senjata adalah orang yang aku sebutkan tadi, Dia mungkin jauh lebih berbahaya dari apa yang bisa anda bayangkan tapi jangan khawatir adik saya Karin berada disana. untuk itulah kalian memerlukannya dalam bernegosiasi. Dan jangan khawatir, saya juga akan masuk kedalam membantunya! terang karan mencoba menenangkan pak Jonatan.

"Kak Karan,,, tolong selamatkan mereka!!!" Adora dan yang lainnya datang menyerbu begitu mengenali Karan dari kejauhan.

"Tentu saja jangan khawatir, apakah kalian baik-baik saja?" Karan memperhatikan mereka dengan pandangan khawatir.

"Kami baik-baik saja, Beni dan Gani mengalami beberapa hantaman tadi! dan Adith..." Emi berusaha menjelaskan, Karan menepuk pundak mereka lembut.

"Adith dan yang lainnya baik-baik saja! Aku sudah melihatn kondisinya. aku minta kalian tetap berada disamping Adith sekarang agar dia sadar ada yang bisa menjelaskan situasinya kepada dia." Pinta Karan cepat.

"Aku dan Yogi akan segera kesana!" tegas Rinto meyakinkan Karan.

"Kami akan melihat Beni dan Gani" ucap Adora melangkah pergi setelah mendapat anggukan dari Karan.

"Baiklah, aku akan beri waktu 15 menit! Jika dalam waktu itu kalian tidak berhasil maka kami akan masuk melumpuhkannya!" Pak Jonatan mengingatkan Karan setelah lama berpikir.

"Anda pasti tau betul bahwa itu tidak perlu. Jika itu terjadi, maka anda akan kehilangan seluruh pasukan Anda. Selain itu, keberadaanya bukanlah sesuatu yang bisa diungkapkan dan posisi anda akan berada dalam bahaya" Terang Karan tersenyum penuh keyakinan bahwa pak Jonatan tidak akan berani mengambil tindakan bodoh tersebut.

Karan Akhirnya masuk kedalam dan menemukan Karin yang masih menjaga jarak dari Alisya dan terus membujuknya sedang Alisya terdiam mematung tak bergeming dengan senjata pistol yang menempel di mulut seorang pria yang terlihat berusia sekitar 30 an melekat rapat di dinding.

"Kak Karan, aku perlu mendekati Alisya untuk menyuntiknya. Tanda merah di jam tangannya sudah menunjukkan angka 95%. Ini akan sangat berbahaya baginya!" Karin langsung bercucuran air mata saat melihat kakaknya datang.

"Jangan gegabah, jika kau menyuntiknya dalam keadaan seperti itu maka akan jauh lebih berbahaya! Otaknya akan mengalami kematian permanen karena shock! tenanglah, aku akan coba membujuknya!" Karan menenangkan Karin yang hampir saja mengambil langkah yang sangat ceroboh.

Karin mungkin bisa menyelamtkan Alisya namun tanpa disadarinya dapat membuat sahabatnya berada dalam bahaya karena tindakannya tersebut.

"Alisya... kau bisa mendengarku? tolong jauhkan senjatamu dari mulutnya. Semua teman-temanmu baik-baik saja, kau sudah melindungi mereka dengan baik!" Bujuk Karan dengan sangat hati-hati. Karan bisa melihat kalau pria itu sudah terengah engah menahan sakit dikedua tangannya.

"Alisya,,,," Karin bersuara serak karena Alisya masih tetap dengan posisinya.

"Sssttt... tak apa, biar aku saja!" Karan menghentikan Karin dengan cepat. Baru kali ini ia melihat Karin tidak bisa membujuk Alisya dengan mudah.

"Apa ini ada hubungannya dengan Adith??" Batin Karan memikirkan kemungkinan terbesar yang membebani Alisya.

"Alisya Adith....." Alisya tergerak saat Karan menyebutkan nama Adith.

"Aku tak bisa melindunginya kak, aku tak bisa melindungi siapapun! Aku tak bisa melindungi Ibu dan sekarang aku tak bisa melindungi Adith! Aku bahkan membiarkan teman-temanku disakiti dengan mudah dan aku hanya berdiam diri melihat semua itu! Suara Alisya berat dan dingin.