Chapter 104 - Bajingan Lesham

Alisya yang terpancing dengan kalimat Ayahnya membuatnya terpaksa untuk mengikuti keinginan ayahnya untuk berbicara dengannya. Agar lebih leluasa dan nyaman, Alisya mengajak ayahnya ketempat anak-anak biasa bermain-main karena suasana pada malam hari cukup sunyi. Namun lampu taman itu bersinar dengan cukup terang membuat Alisya bisa melihat wajah tua Ayahnya yang tegas dan tubuhnya yang bidang.

Ayah Alisya tampak sederhana penuh wibawa dengan kemeja putih yang menempel pada tubuh kekarnya berdiri santai mengaitkan jas hitam mahal ditangannya melonggarkan dasinya dengan nyaman. Ia cukup gugup setelah sekian lama tak pernah bertatapan langsung dengan anak satu-satunya yang sangat dia sayangi.

"Aku rasa tempat ini tidak akan membuatmu terlihat mencolok, selain itu para pengawalmu juga bisa memantau dengan mudah!" Alisya berkata dengan suara dingin gerah melihat tingkah ayahnya.

"Kau selalu waspada bahkan terhadap Ayahmu sendiri?" senyum Ayah Alisya tampak kecut dan canggung. Ia bahkan seolah tampak tak bisa mengeluarkan suara dan bernafas dengan baik.

"Bicaralah, aku hanya akan memberimu waktu sebanyak 15 menit. banyak hal yang harus aku kerjakan. terlebih untukmu tuan yang terhormat!" Ucapan Alisya yang terdengar tenang sedikit memberikan rasa sakit yang sangat dalam dihati Ayahnya. Meski Alisya yang mengatakannya, pada akhirnya ia menggigit bibirnya dengan cukup kuat.

"Baiklah, apa kamu mengingat taman ini? tidakkah kamu merasa cukup kenal dengan taman ini? suasana seperti ini?" Alisya mengerutkan keningnya saat mendengar ucapan ayahnya.

"Apa maksudmu?" Alisya merasa tidak paham dengan apa yang dimaksud dari ayahnya. Tak pernah terfikir olehnya bahwa ia memiliki kenangan tentang apa yang dikatakan oleh Ayahnya.

"Kamu dan aku selalu bermain ditaman ini sewaktu kamu masih kecil, kamu selalu saja memaksaku untuk pergi bermain ditempat ini sewaktu ayah baru kembali berlibur dari tempat tugas. Kamu bahkan merengek sampai semua orang kewalahan mengatasimu!" Ayahnya tersenyum penuh kasih saat mengingat segala hal tentang Alisya sewaktu ia masih kecil.

"Apa anda sedang bermimpi? anak mana yang anda sebutkan? yang aku ingat bahwa kau tak pernah bersamaku dan selalu saja memberiku pelatihan-pelatihan mengerikan meski aku hanyalah seorang anak-anak yang masih sangat belia yang seharusnya lebih banyak bermain diusinya!" Alisya menggenggam erat tangannya penuh amarah mendengar ucapan ayahnya yang ia rasa seperti sebuah karangan dan bualan semata.

"Tidak Alisya,, aku sangat menyayangi dan mencintaimu. Bahkan sama besarnya dengan apa yang kutumpahkan kepada ibumu!" Ayah Alisya memajukan langkahnya ingin menyentuh Alisya. Alisya berjalan mundur menatap ayahnya dengan sangat tajam.

"Jangan pernah menyebut ibuku, kamu bahkan tak pantas meski itu hanya mengingat wajah saja! Menyayangi dan mencintaiku? kau hanya menginginkan seorang anak laki-laki yang karena itu pula kau sangat membenciku jika terlihat seperti seorang perempuan sehingga dengan begitu kerasnya mendidikku sebagai seorang laki-laki. Dan sekarang kau berkata bahwa kau menyayangi dan mencintai aku juga ibuku??? hahhhh.. jangan bercanda!!!" suara Alisya perlahan semakin tinggi meluapkan amarah yang sebelumnya selalu ia tahan.

"Aku tau, kamu tak akan mempercayai apa yang aku katakan setelah semua hal yang sudah aku lakukan padamu. Tapi aku punya alasan terhadap apa yang sudah aku lakukan padamu yang dibalik itu semua aku benar-benar menyayangimu Alisya. Aku sangat menyayangimu Quenbyku sayang!!!" Ayah Alisya mengeluarkan air matanya dengan deras.

Hatinya sakit dan pilu tiap kali memandang wajah anaknya yang selalu memandang benci kepada dirinya. Tapi ia tak pernah ingin menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi. Memberitahu Alisya bagaimana perasaannya kepada anaknya sudah lebih dari cukup dibanding kenyataan yang juga terdapat kepahitan didalmnya.

"Hentikan bualanmu dan tangisan palsumu itu! tak ku sangka kau hanya membuang-buang waktuku saja dengan mendengarkan semua omong kosongmu ini!" Alisya pergi meninggalkan Ayahnya seorang diri ditaman dengan penuh amarah dan tak menoleh sedikitpun kebelakang.

Ayah alisya jatuh berlutut menangkup wajah penuh penyesalan. Hati rapuhnya semakin sakit seiring menghilangnya Alisya dari pandangannya, tangisan yang selalu ia pendam selama berpuluh-puluh tahun semenjak kelahiran Alisya tumpah membasahi tanah tempatnya berpijak. Sebuah tangisan penyesalan dan rasa rindu yang amat teramat sangat terhadap anak semata wayangnya itu.

Alisya masuk dan mebanting diri dengan keras disofa. Ia masih tak percaya akan apa yang baru saja dilakukan oleh ayahnya. Alisya menganggap tangisan ayahnya hanyalah sebuah kepalsaun munafik yang membuatnya semakin marah.

"Alisya, kamu kenapa? buaknnya beri salam kamu malah langsung menerobos masuk dengan wajah seperti itu! Siapa yang membuat marah sampai seperti ini?" nenek Alisya bingung melihat wajah marah Alisya yang sangat menakutkan.

"Tadi aku bertemu dengan seorang bajingan Lesham yang ingin mencekokiku dengan sebuah kebohongan yang besar!!! Dia pikir bisa membodohiku dengan semua kebohongan itu.. hahahaha tidak akan! aku takkan pernah memaafkanmu!!!" Seru Alisya dengan penuh marah saat menyebut Ayahnya.

Wajah nenek Alisya seketika kelam dan menghitam. Ia tak menyangka kalau Alisya akan menyebut nama Ayahnya dengan sangat tidak sopan bahkan menghinanya. Setelah terpaku untuk beberapa detik, Nenek Alisya mendaratkan tamparan yang sangat keras di pipi Alisya dengan tatapan marah sekaligus sedih.