Chapter 134 - Wajah Melamun

Sudah sekitar seminggu sejak mereka kembali dari jepang dan Adith kembali disibukkan dengan berbagai macam pekerjaan kantor karena liburan selama 4 hari membuat pekerjaan di perusahaan menumpuk semakin banyak.

"Paman, apakah kamu menemukan informasi terbaru mengenai Black Falcon?" Adith yang belum mendapatkan banyak informasi mengenai organisasi gelap itu menjadi merasa begitu khawatir dan tidak tenang.

"Sampai saat ini aku belum mendapatkan apapun, sepertinya akan sedikit sulit namun bukan berarti tidak mungkin! no kontak ketua geng yakuza yang kau berikan tenpo hari seperti menemukan titik terang mengenai hal tersebut namun masih butuh waktu untuk memastikannya. Hal yang sama juga terjadi dengan tim yang ada di Indonesia!" jelas Paman Dimas yang berdiri disamping Adith membukakan dokumen-dokumen yang harus ditanda tanganinya.

"Itu artinya aku harus menunggu lagi!!!" terang Adith mendesah pasrah.

"Pulanglah.. bukankah besok kalian sudah masuk sekolah lagi" paman Dimas menutup dokumen itu setelah melihat lingkaran hitam di mata Adith.

"Bukankah itu dokumen terakhir yang harus aku selesaikan?" Adith menatap dokumen itu dengan lekat ingin segera menyelesaikannya.

"Apa kau tak sadar bahwa kau sudah menyelesaikannya?" Paman Dimas melihat Adith dengan bingung.

"Benarkah??? aku rasa belum!" Adith terlihat tidak yakin dengan ucapan paman Dimas.

"Semenjak kau kembali, kau terus bekerja dengan sangat giat dan tekun tetapi fokusmu selalu saja melayang ditempat lain. Untunglah semuanya bisa kau kerjakan dengan benar, meski begitu kau selalu saja lupa kalau ada beberapa pekerjaan yang sudah kau selesaikan!" jelas paman Dimas mengingatkan apa yang sudah dilakukan Adith dalam beberapa hari ini.

"Aku selalu kepikiran sesuatu paman!" Ucap Adith menengadah keatas langit-langit kantor menatap plafon kayu yang terukir indah diatas sana.

"Apa yang kamu pikirkan?" paman Dimas menatap wajah Adith yang berubah lebih serius. paman Dimas sebenarnya bisa menebak apa yang dipikirkan Adith, namun tidak mengetahui apa alasannya.

"Saat aku menyanyikan lagu When Were Young diatas panggung kepada Alisya, Alisya menangis dalam diam dengan tatapan kepedihan yang sangat mendalam. Aku merasa kalau ia mungkin mengingatku dimasa lalunya namun setelah itu ia bersikap biasa saja seolah tak terjadi apapun!" jelas Adith mengingat kejadian diatas panggung kuil festival Hokaido di jepang beberapa hari yang lalu.

"Lalu kenapa kau tak bertanya padanya saja?" paman Dimas paham dari kegundahan yang sedang dialami Adith namun ia merasa kalau akan lebih baik jika Adith berani menghadapinya saja secara langsung ketimbang harus bersembunyi dan menunggu.

"Aku tak yakin paman, tapi aku masih menunggu saat yang tepat dengan terus melihat situasi yang sedang kami hadapi" Adith berdiri menatap jauh kearah jendela yang memperlihatkan kondisi kota jakarta pada malam hari.

*****

"Apa yang kau lakukan? kenapa dipagi hari yang cerah ini kau buat suram dengan wajah melamunmu itu!!!" Karin menyenggol Alisya yang duduk pada baris ketiga pojok dekat jendela.

"Dan kau terlalu menyilaukan dengan tebaran pesonamu itu!" Sindir Alisya dengan wajah datar.

"Apa itu sebuah pujian?" Karin mengerutkan keningnya melihat Alisya berbicara kepadanya tapi pikirannya seolah berada ditempat lain.

"Pagi,, nggak nyangka pagi ini kalian sudah sesemangat itu!" Adora masuk dengan penuh senyuman.

"Kita bisa sekelas lagi yah?" Seru Emi langsung mengambil tempat di belakang Alisya.

"Eitsss... ada yang lebih mengejutkan nih.. Lihat siapa yang sekelas bersama kita!" Feby membawa masuk Aurelia dan mendudukkannya dihadapan Karin.

"Bagaimana bisa? bukannya dia berada dikelas sebelah?" Alisya bukannya tak menerima kedatangan Aurelia, ia hanya beranggapan kalau Aurelia mungkin pindah kekelasnya karena ia ingin sekelas dengan mereka.

"Sebenarnya anak ini sekolah dimana sih??? kenapa segitu cueknya dengan lingkungannya sendiri!" Karin menepuk jidatnya dengan pelan.

"Alisya,,, sekolah melakukan perombakan peringkat kelas ketika siswa mendapatkan nilai yang cukup tinggi sehingga akan ada beberapa siswa yang masuk kekelas Mia 2 yang merupakan kelas tertinggi setelah Mia 1 dan akan masuk kekelas terendah jika nilai mereka tidak mencukupi" Jelas Adora panjang lebar.

"Itulah kenapa ada beberapa teman kita yang turun tingkat karena ada beberapa siswa yang naik tingkat!" lanjut Emi menambahkan begitu melihat Aurelia masuk maka ada salah seorang dari mereka tergeserkan.

"Dan aku berhasil maju ke tingkat Mia 2 karena memiliki nilai yang cukup tinggi" terang Aurelia yang tersenyum canggung.

"Okeh,,, itu artinya sekarang kau adalah bagian dari kami" seru Feby tersenyum manis menyambut kedatangan Aurelia.

"Kita yang sudah menaiki kelas 3 akan merasakan nerakanya dunia pembelajaran selama beberapa bulan kedepan!" Rinto masuk menempati kursi yang tak jauh dari mereka.

"Yup benar, sejumlah les, pengayaan serta simulasi harus kita lakukan demi bisa lulus dalam Ujian Nasional" tambah Yogi yang datang bersama Beni.

"Ujian yang akan dilaksanakan oleh sekolah SMA Cendekia sungguh tak bisa dianggap remeh" Beni menaruh tasnya mendesah mengingat apa yang akan mereka hadapi kedepannya.

"Iya aku dengar soal itu, Ujian yang dilaksanakan oleh sekolah kita bukan hanya sebagai ujian pelulusan dari sekolah melainkan juga menjadi ujian masuk sebuah Universitas tinggi baik luar maupun dalam negri" Jelas Adora setelah beberapa hari lalu bertanya-tanya kepada senior mereka yang telah lulus.

"Aku juga dengar bahwa Kak Siska tidak perlu lagi melakukan pendaftaran apapun untuk bisa diterima di universitas-universitas elit dan besar dunia karena dia akan langsung mendapatkan tawaran dari mereka sebab nilai ujiannya yang cukup tinggi" tambah Karin melonggarkan tubuhnya.

"Itu artinya siswa yang tidak lulus tidak bisa mengikuti ujian persamaan disekolah manapun dan tidak akan diterima bekerja diperusahan manapun atau instasi manapun di Indonesia!!!" tegas Feby merinding membayangkannya.

"Aku yakin kita semua bisa melakukannya, tapi tentu saja cara belajar kita harus lebih tingi dan keras dibanding dengan apa yang sudah kita lakukan kemarin." Kalimat Alisya seolah menjadi sebuah pembakar semangat yang sangat membara.