Chapter 146 - Dadamu Bisa Tumpah

"Bolehkah kami masuk???" Adora setengah mengintip kedalam ruangan Alisya.

"Masuklah!" Seru ibu Adith menggeser posisinya ke arah Sofa dekat ayah Adith mengambil bunga dan mengaturnya di pot.

"Kau sudah sadar?" suara Adora setengah tercekat mengkhawatirkan Alisya yang masih tampak pasih.

"Aku baik-baik saja! Maaf sudah membuatmu khawatir. Bagaimana keadaan teman-teman yang lain? apakah mereka baik-baik saja?" tatapan lembut Alisya membuat Adora meluluh seketika.

"Mereka tidak mengalami luka yang cukup berat. mereka sebentar lagi akan mun... cul" belum selesai Adora berkata Karin sudah muncul bersama yang lainnya memenuhi ruangan yang sebelumnya tampak luas kini dipenuhi oleh banyak orang.

"Hentikan wajah sumringah mu itu. Kau membuatku kesal melihat wajah tak berdosa mu itu!!!" Kalimat kejam Karin seketika memurungkan Alisya.

"Aku kan senang melihat kalian datang menjengukku, aku bosan sedari pagi sendirian dikamar!" Sungut Alisya menundukkan pandanganya tampak terluka dengan kata-kata Karin. Adora dan yang lainnya tersenyum melihat interaksi akrab kedua orang bersahabat tersebut.

"Kau tidak perlu menundukkan wajah berakting untuk mengambil simpati kami, kamu tidak akan lagi bisa membohongi kami dengan wajah mu ini" Karin memegang kedua pipi Alisya dengan penuh gemas dan berkata dengan menggertakkan giginya kesal. Karin membuat wajah Alisya terlihat monyong seperti apa yang biasanya Alisya lakukan kepadanya ketika gemas.

"Kau Syudah syukup beyani yah??? (Kau sudah cukup berani)" Alisya kemudian mengambil wajah Karin dan melakukan hal yang sama seperti apa yang dilakukan Karin pada Wajahnya.

"Bagaimana keadaanmu? sepertinya kau sudah cukup segar sampai bisa bercanda seperti itu." Zein masuk ditemani Riyan menerobos diantara Rinto dan Yogi. Karin dan Alisya yang masih menjepit pipi satu sama lain menoleh dengan tatapan sipit yang aneh.

"Buakakakka, aaakakakkakaa,, ahahaahaaha" Riyan tak sanggup melihat wajah konyol Karin dan Alisya sehingga dengan cepat tertawa penuh desah dan besar.

Mereka yang tadinya masih sedikit takut untuk tertawa mengingat kondisi Alisya yang baru tersadar setelah kritis selama sebulan mau tidak mau meledak seketika saat melihat wajah Alisya dan Karin yang terlihat memonyongkan kedua bibirnya karena jepitan kedua tangan mereka dan mata yang memyipit karena tekananya.

Karin dan Alisya melepas kedua tangan mereka dan berpandangan lalu tersenyum puas.

"Aku lebih suka kalau kalian datang dengan wajah tertawa seperti itu dibanding kalian muncul dengan wajah yang muram. Lagi pula kita kan tidak sedang berduka!" Alisya memandang hangat kesemua teman-temannya.

"Benar,, aku cukup frustasi melihat wajah suram kalian setiap hari disekolah!" sambung Karin merasa berhasil mengembalikan ekspresi wajah ceria teman-temannya.

"Tapi, Alisya terluka parah dan harus kritis selama sebulan karena melindungi kami!" Emi kembali murung mengingat kejadian yang lalu.

"Kalau bukan karena kami, kamu mungkin tidak akan mendapatkan luka separah itu!" tambah Feby menundukkan kepalanya penuh penyesalan.

"Bahkan nyawamu hampir melayang karena kami" lanjut Adora tampak mulai menitikkan air mata mengingat Alisya yang lebih mementingkan orang lain dibanding dirinya sendiri.

"Kalau saja kami bisa lebih mampu melindungi diri sendiri,,,," Rinto menambahkan dengan wajah serius.

"Kami tentu tidak akan menghambatmu dan membebanimu saat itu!!!" Yogi juga larut dalam kenangan mereka sebulan yang lalu.

Ayah dan ibu Adith yang sedari tadi memperhatikan mereka hanya bisa tersenyum melihat mereka. Tidak bisa dipungkiri, mereka yang masih muda sudah menghadapi kejadian yang cukup memilukan yang bisa saja membuat mereka cukup trauma karenanya.

"Kalian hanya akan membuat Alisya semakin terbebani jika berkata seperti itu!" Ibu Adith berdiri dari tempat duduknya menaruh pot bunga yang sudah cantik dan rapi ke meja dekat ranjang Alisya.

"aaaaaah... apa yang aku lakukan bukannya mendapat ucapan terimakasih ternyata malah dapat rasa penyesalan!!" Alisya membanting dirinya ke atas kasur mendengar semua ucapan teman-teman mereka.

"Tante benar, sekarang yang harus kalian lakukan adalah bagaimana kalian lebih semangat dan kompak lagi, bukan hanya tentang bagaimana melindungi diri sendiri ataupun orang lain tapi bagimana kalian bekerja sama dalam menyelesaikan masalah dan melewatinya. Apa yang sudah terjadi jadikan pelajaran dan jangan pernah tenggelam dalam penyesalan yang tak ada artinya. Om yakin kejadian itu akan membuat kalian lebih dewasa lagi dalam bertindak dan bepikir." Ayah Adith mengelus kepala Adora dengan lembut untuk menasehati mereka.

"Selain itu, apa yang sudah kalian lakukan dan yang Alisya lakukan sudah merupakan jalan yang terbaik untuk semuanya. Kalian tidak perlu mengingat kejadian itu dari sisi buruknya saja!!!" tambah Ibu Adith dengan penuh senyuman.

"Lagi pula, Alisya akan sangat bahagia jika kalian selamat dan tetap ceria seperti biasanya!" Ayah Alisya masuk kedalam ruangan dan menaruh tas yang berisi pakaian ganti Alisya.

"Aliisyaaaah.... Queeennby ku Shaayaaangg...." seorang wanita dewasa menerobosa masuk dengan teriakan yang sangat heboh.

Alisya bangkit dengan wajah yang terkejut bukan main.

"Hati-hati, nanti dadamu bisa tumpah!!!" Teriak Alisya mengingatkan wanita itu yang berlari sangat semangat dengan dada besarnya yang bergoyang kiri dan kanan. Tak mendengar peringatan Alisya, ia dengan cepat memeluk Alisya dengan sangat erat.

"Kamu sudah sadar? kamu baik-baik saja kan?? tante Loly sangat menghawatirkanmu... hik, hik, hik, tante kaget ketika mendengar kamu kritis selama sebulan dan ayah kamu baru memberitahukannya kepadaku kemarin sehingga tante Loly baru sempat datang hari ini, maafkan tante yah...." Tante Alisya memeluk sangat erta Alisya dengan menenggelamkan seluruh wajah didadanya. Alisya memberontak dengan sangat kuat mendorong pelan tubuh tantenya agar tidak terjatuh.

"Pppuhaaahh.... tante mau membunuhku lagi???" Alisya mengambil nafas dalam karena hampir saja kehabisan oksigen karena pelukan erat tantenya.

"Bagus tante,,, lakukan saja lagi!!! Besi yang menancap di dadanya saja sudah tidak membuatnya mati apa lagi jika tante menancapkan kepalanya di dada tante!!!" Karin dengan penuh kesal menyuruh tante Alisya melakukannya sekali lagi sedang Alisya uring-uringan menghindari keagresifan tantenya.

"Loly, Alisya belum benar-benar pulih, kau bisa membunuhnya jika mendekapnya seperti itu! Jangan dulu mengajaknya bermain, dan ingat dengan umurmu itu! apa kau tidak malu disini banyak teman-teman Alisya???" Suara ayah Alisya menghentikan tante Loly yang masih memeluk Alisya dengan sangat kuat karena rindunya.

"Kakak terlalu dingin, dulu kau bahkan tak peduli dengan kondisi Alisya. Lagi pula aku yakin Alisya juga sangat merindukan aku. Benar kan???" Tanya tante Loly menghadap wajah Alisya dengan penuh manja. Bukannya menjawab pertanyaan tante Loly, perut Alisya berbunyi dengan sangat keras membuat semua orang terkejut mendengarnya. Mereka akhirnya tertawa dengan sangat keras memenuhi ruanga rumah sakit yang ditempati oleh Alisya.