Chapter 188 - Percayalah Padaku

Tidak butuh waktu lama hingga mereka tiba di rumah sakit milik Karan, mendengar Ryu yang mengalami luka parah akibat tusukan pisau Karan dengan cepat meluncur ke bawah untuk secara langsung menjemput mereka.

Ryu langsung diturunkan dari mobil dan dengan cepat dibawa ke ruang IGD.

"Bagaimana keadaannya?" Karan bertanya sambil terus membawa Ryu dengan sangat cepat.

"Aku sudah menekan sirkulasi peredaran darahnya, tapi darah yang keluar dari tubuhnya cukup banyak. Aku sudah memberikan penanganan awal sebelumnya, tapi aku hanya punya kain kasa dan alkohol karena terburu-buru. Aku..." Karan seketika menghalangi Karin yang ingin masuk bersamanya melakukan operasi pada Ryu.

"Biarkan aku yang tangani, tenangkanlah dirimu disini. Jika kau masuk dalam keadaan kacau seperti ini, kau hanya akan mengacaukan semuanya. Percayalah padaku!!! okehhh..." Karan mengusap lembut pipi adiknya untuk membuatnya tenang.

Alisya langsung mendekap Karin yang hampir jatuh melemas karena tubuhnya bergetar penuh ketakutan. Karin yang sudah terbiasa menghadapi Alisya pada akhirnya tak mampu jika melihat orang lain mendapatkan hal yang sama. Karin masih belum berpengalaman menghadapi orang terdekatnya yang terluka sehingga ia masih dengan mudah terbawa perasaan.

"Kau masih sangat muda Karin, tentu saja melihat orang terdekatmu terluka di hadapanmu akan membuat mentalmu jatuh." batin Alisya terus memeluk Karin yang bergetar ketakutan.

"Alisya,,, Bahkan kau yang sudah aku ketahui memiliki ion nano yang dapat membuat lukamu cepat sembuh sudah cukup membuatku bergetar ketakutan. Dan kali ini Ryu, aku..." Karin berkata lirih.

"Kau tau kenapa kau seperti itu?" tanya Alisya duduk dihadapan Karin yang melihat ke arah tangannya yang terluka.

"Hatimu belum cukup kuat!!! Aku tau kau memiliki mental sekuat baja, tapi hatimu masih sangat rapuh. Ini memang bagus, tapi akan sangat berbahaya jika kau dihadapkan oleh situasi yang kurang menguntungkan. Bukan berarti aku tak punya emosi, hanya saja hal yang lebih utama adalah bagaimana menyelamatkan Ryu. Meski dengan tubuh bergetar kau terus berusaha memberikan pertolongan pertama pada Ryu, aku cukup bangga dengan itu! Sangat bangga malah... Tapi Kar, aku tak ingin melihat kamu tertekan seperti ini. Jika kau bisa menghadapi dengan tenang, maka kau akan bisa menyelamatkan banyak nyawa tanpa terkecuali siapapun itu dan takkan kehilangan siapapun lagi." kata-kata lembut Alisya perlahan menenangkan hati Karin, Ia sadar bahwa sikap kerapuhannya itu bisa saja membuat orang lain akan meregang nyawa terlebih karena ia punya kemampuan untuk menyelamatkan mereka.

"Terimakasih Sya, akan aku ingat kata-katamu! Kamu benar, aku memiliki lisensi seorang dokter dan jika aku menjadi seorang dokter resmi maka seharusnya aku memiliki mental dan perasaan lebih kuat lagi agar aku tak kehilangan siapapun dan bisa menyelamatkan siapapun." Karin tersenyum lalu mencubit pipi Alisya. Karin bangga pada keteguhan Alisya, meski ia yang lebih takut akan kehilangan seseorang namun ia masih bisa bersikap tenang.

Alisya hanya tersenyum dalam pahit. Rasa marah dan emosi yang meluap-luap menekan dadanya dengan sangat kuat. Adith bisa mencium aroma Alisya yang tidak stabil saat itu. kemarahan dan kebencian berkobar dalam matanya yang redup. Untuk tidak membuat khawatir Karin, Alisya memusatkan seluruh aura kemarahannya keluar bersama hawa panas tubuhnya.

Karin yang tidak stabil itu, tidak bisa membaca aura Alisya yang ia tekan dengan sangat baik. Namun Alisya tak bisa membohongi Adith karena Indra penciumannya yang sangat kuat dan mengenal aroma Alisya sehingga setiap perubahan hati dan emosi yang dikelurkan oleh Alisya dari auranya bisa dirasakan dengan mudah oleh Adith melalui hidung sensitifnya.

"Jangan khawatir, Ryu pasti akan baik-baik saja! Dia lebih kuat dibanding dengan kami" Adith mendekati Alisya saat merasakan aura Alisya yang semakin tak karuan.

Ketika Adith menggenggam tangan Alisya dengan lembut, aura Alisya yang membara seketika menghilang. Ritme detakkan jatung Adith seperti sebuah metronom yang secara pasti dengan satu detakkan langsung menenangkan Alisya.

"Sepertinya kau sudah terbiasa mengendalikan hidungmu!" Alisya tersenyum melihat tatapan Adith yang hangat menenangkan.

"Dan sepertinya alat peredamku sudah tidak berguna lagi untukmu?" Adit mengucir lembut rambut Alisya kebelakang telinganya yang memperlihatkan telinganya yang kosong.

"Oh ini aku, tak sengaja melepasnya tadi!" Alisya dengan gugup mencari alasan.

"Aku tau apa yang akan kau lakukan. Aku harap kau tak melakukan hal ceroboh karena semua ini!" ucap Adith lagi mengusap lembut kepala Alisya.

Alisya takjub dengan kemampuan Adith yang sudah semakin sensitif membaca setiap perubahan emosi dari dalam dirinya sedang bagi Alisya, dia hanya mampu mendengarkan suara ritme jantung yang terus menenangkan untuknya. Adith hanya menjadi obat setiap kali ia kehilangan kendali.

"Bagaimana keadaanya???" Rinto yang berhasil memulangkan Yogi dengan susah payah karena rasa penasaran yang cukup tinggi dari anak itu membuatnya cukup kesulitan. Dengan tergesa-gesa Rinto bertanya kepada Riyan dan Zein yang berada tepat dihadapannya saat melewati belokan.

"Sudah sejam lebih dia berada disana, tapi masih belum ada kepastian bagaimana kondisinya!" Zein menggenggam kedua tangannya dengan erat.

"Apa yang terjadi? aku tak bisa mendengarkan apapun tadi karena sibuk berdebat dengan Yogi." Rinto merasa kesal mengingat sikap ngotot Yogi yang membuatnya tak bisa mendengar apapun dan datang terlambat.

"Dia mengalami penusukan dan sepertinya ini ada hubungannya dengan kasus yang sedang kita selidiki. Berkat Ryu seorang anak bisa diselamatkan, tetapi dia malah melukai dirinya sendiri." Riyan merasa frustasi dengan kejadian yang baru saja mereka hadapi.

Melihat Ryu yang terluka parah membuat mereka sadar akan resiko besar dari kasus yang sedang mereka selidiki tersebut. Kasus yang sudah tidak bisa lagi ditangani oleh anak SMA. Mereka semakin sadar bahwa hal ini akan sangat membahayakan jika mereka terus membuat teman-temannya terlibat lagi dalam kasus ini.

Mereka terdiam dalam keheningan. Semua hanya bisa berharap dan terus berdoa untuk keselamatan Ryu. Waktu berlalu terasa begitu lambat dan semakin menekan. Rinto terus berjalan kesana kemari tak tentu arah karena cemas.

"Aku ke toilet dulu, tolong jaga Karin disini!" pinta Alisya kepada Adith yang berdiri dihadapannya.

Tak merasa curiga, Adith dengan patuh mengangguk kecil kepada Alisya. Alisya tersenyum melihat mata cemas Adith yang bergetar.

"Jangan lama-lama!" tegas Adith khawatir, namun melihat Alisya yang tersenyum dan auranya yang stabil membuat rasa khawatir Adith menghilang.

"Aku akan kembali secepatnya!. Lagi pula cuman mau buang air kecil sama cuci muka aja kok. Jaga dia untukku!." pinta Alisya sebelum berjalan pergi dan menghilang dari balik koridor rumah sakit.